Hari Jumat yang ditunggu-tunggu Laras akhirnya datang. Hari ini dia hanya berharap tidak ada bimbingan dari preseptor nya, atau bimbingan dari siapa pun. Pikirannya hanya terfokus ingin bertemu Todi hari ini. Pagi sekali Todi sudah mengirim pesan akan berangkat sekitar pukul 4 sore, berarti pesawatnya sampai sekitar pukul 6 lewat. Semalam, lagi-lagi, Laras jaga bersama Erick, jangankan tidur, duduk saja hampir tidak bisa. Belum lagi IGD memang cukup banyak pasien baru. Tentu saja membuat Laras dan keempat temannya mengantuk hari ini.
Sialnya, dr. Maruli hari ini tiba-tiba meminta untuk bimbingan pukul 4 sore, semua orang tahu kalau dokter itu adalah salah satu dokter yang sering memberi bimbingan dengan waktu yang cukup lama. Laras langsung mengirim pesan kepada Todi.
"Kak, sore ini dr. Maruli minta waktu bimbingan jam 4, semoga enggak lama ya, kalau sampai jam 5 belum kelar, aku minta pak Yadi langsung jeput kamu ya," tulisnya.
Tidak ada jawaban dari Todi. Mungkin dia sedang sibuk, pikir Laras.
Pukul 4 sore, selesai mengerjakan semua tugas-tugas sebagai koasisten, semua koas berkumpul di ruangan untuk menunggu dr. Maruli. Laras menunggu dengan gelisah. Sebenarnya dia berharap konsulen nya itu membatalkan mendadak.
"Ini jadi enggak sih??" tanya Laras kepada Fadlan, yang duduk disebelah kanan Laras. Lelaki itu sedang sibuk memainkan game di ponselnya. Dia hanya mengangkat kedua bahunya, menandakan kalau dia juga tidak tahu.
"Lu kenapa sih gelisah bener?" tanya Zaskia, sedikit heran. Gadis ini sedikit terganggu dengan sebelah kaki Laras yang sedari tadi tidak berhenti bergerak. Zaskia padahal ingin sekali tidur, matanya sudah terlihat merah karena mengantuk. Tapi gerakkan kaki Laras ikut membuat kursinya ikut bergoyang, sehingga dia tidak bisa tertidur.
"Pengen jeput laki gue habis magrib ke bandara," jawab Laras. Dia masih menggerakkan kaki kirinya. Itu adalah salah satu kebiasaan Laras kalau sedang panik atau cemas.
"Oalah, gue pikir apaan," balas Zaskia.
"Santai Ras, pesawatnya ga akan nyasar," canda Fadlan, matanya masih tetap melihat layar ponselnya, ternyata telinganya masih mendengar obrolan Laras dengan Zaskia.
Sekitar 30 menit menunggu, akhirnya, masuk Erick. Laras melihat pria itu memegang kertas HVS dalam jumlah yang cukup banyak. Ya ampun, kesialan apa lagi ini, pekik Laras dalam hati. Tapi dia memasang wajah datar, khawatir kalau Erick melihat, nanti dia akan dikerjai lagi oleh Erick seperti semalam.
"Mohon maaf, saya yang menggantikan dr. Maruli hari ini karena beliau ada keperluan mendadak, sebelum mulai bimbingan, akan ada pre test dulu," ucap Erick, memulai dengan dua buah soal yang ditampilkan di layar.
"Silahkan dikerjakan, waktunya 30 menit, setelah itu kita akan membahas mengenai basic life support ya," ujarnya sambil men set waktu ujian tepat 30 menit setelah semua koass mendapatkan kertas untuk mengerjakan kuis.
Setelah 30 menit memeras otak, Erick memulai kuliahnya. Harus Laras akui, pria ini baik dalam mengajar, Laras langsung mengerti, walaupun dia sangat mengantuk, tapi paparan dari Erick terasa menarik.
"Oke, sekarang waktunya post test ya, hasilnya saya umumkan besok ya," ucapnya setelah selesai menyampaikan materinya.
"30 menit ya, ketua kelompok nanti kumpulkan ya," ucap Erick lagi, sambil membereskan kertas pre test sebelumnya, dan pergi keluar dari ruangan.
Laras mengecek jam di tangannya. Sudah pukul 5 sore, dia langsung mengerjakan post test dengan cepat. Sebelumnya Laras mengirim pesan kepada pak Yadi untuk bersiap menjemputnya sekitar 30 menit lagi.
Laras selesai duluan, lalu mengumpulkan lembar jawabannya, lalu berlari keluar ruangan, saking terburu-burunya, Laras nyaris bertabrakan dengan Erick, untung Laras bisa mengerem langkahnya.
"Mau kemana kamu?" tanya Erick.
"Saya boleh izin duluan dok?" pamit Laras.
"Kamu mau kemana?" tanya Erick lagi, wajahnya datar.
"Izin ada keperluan keluarga dok," jawabnya. Aduh, mengapa harus bertemu dengan Erick sih, gumam Laras dalam hati.
"Kan saya belum izinkan untuk bubar, kamu ada perlu apa memangnya? Ayo masuk lagi," perintah Erick. Laras tidak bisa membantah, dia mengekor langkah Erick dari belakang. Di dalam ruangan, hampir semua orang sudah selesai mengerjakan post test. Laras hanya berharap semoga kuliah ini segera selesai dan dia bisa meninggalkan ruangan dengan cepat. Dia tidak ingin Todi menunggu terlalu lama dibandara, selain itu dia juga kangen sekali kepada Todi. Laras ingin cepat-cepat bertemu dengan suaminya.
"Oke, sudah semua ya?" tanya Erick, sambil menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan, matanya berhenti di Laras.
"Sudah dok," semua koass membalas pertanyaan Erick.
"Oke, masih ada waktu kita bahas sebentar," ucap Erick tiba-tiba. Matanya menatap Laras dengan pandangan sedikit licik, seolah tidak membiarkan Laras cepat pulang hari ini.
Laras hanya bisa mendengus kesal, rasanya kalau boleh dia ingin pergi saja saking kesalnya hari ini.
Erick tetap membahas soal-soal yang baru diberikannya. Laras hanya mendengarkan separuh-separuh, matanya berulang kali melirik jam tangan. Akhirnya setelah sekitar 20 menit, Erick menyelesaikan kuliahnya. Laras menghembuskan napas lega. Akhirnya selesai, gumamnya pelan.
Laras mempercepat langkahnya, Pak Yadi sudah lama menunggunya. Jalanan kota Bandung sangat ramai di petang ini, terutama menuju bandara.
"Semoga Kak Todi enggak sampai menunggu lama," ucap Laras. Dia melihat jam tangannya, sudah pukul 6.
Akhirnya mereka sampai pukul 06.30. Todi sudah menunggu sekitar 20 menit. Dia melambaikan tangan saat melihat kedatangan Laras. Matanya sedikit menyipit, istrinya terlihat jauh lebih kurus.
"Kak!" panggil Laras. Setengah berlari ke arah Todi.
Todi menyambutnya dengan pelukan erat. Laras membalasnya. Pasangan itu melepas kerinduan mereka selama 3 minggu tidak bertemu.
"Maaf telat ya," ucap Laras, usai melepas pelukannya.
Todi meneliti istrinya, wajahnya tirus sekali, rambutnya sedikit berminyak diikat dengan asal oleh Laras, matanya juga terlihat mengantuk, terlihat sangat lelah, jelas Laras pasti tidak tidur semalam. Todi baru ingat kalau Laras kemarin baru selesai jaga malam.
"Enggak apa sayang," jawab Todi, mencium kening Laras dengan mesra.
"Sudah makan?" tanya Laras. Mereka berjalan berpelukan menuju parkiran.
"Belum, aku kan mau nunggu makan malam sama kamu," jawab Todi, matanya melirik dengan genit.
"Kita makan di luar atau mau aku masakin?" tanya Laras.
"Makan luar aja yuk, nanti pak Yadi kita suruh balik aja dulu, nanti naik taksi online aja," jawab Todi. Dia tidak sampai hati meminta Laras memasak lagi walaupun sebenarnya dia rindu sekali mencicipi masakan istrinya. Laras pasti lelah.
"Oke, kebetulan aku libur besok, enggak jaga" balas Laras senang. Hatinya sedikit lega karena tidak harus memasak malam ini. Laras juga tidak enak kalau menolak permintaan Todi.
Todi membawa Laras ke restauran steak dan barbeque yang terkenal enak. Istrinya terlalu kurus, sepertinya dia jarang makan akhir-akhir ini.
"Kita makan steak ya, aku lagi kabita itu," ujar Todi. Laras mengangguk setuju, sudah lama dia tidak makan enak.
"Boleh" jawab Laras.
Todi meminta Pak Yadi untuk pulang setelah mengantarkan mereka ke restauran yang dituju.
"Gimana stase bedah?" tanya Todi usai memesan makanan.
"Capeeee sekaliii," jawab Laras, memajukan bibirnya beberapa senti.
Todi tertawa melihat wajah istrinya, lucu sekali.
"Mau masuk bedah?" tanya Todi, setengah menggoda.
"Ogah, " jawab Laras, masih manyun.
"Tapi enggak ada yang godain kamu kan? Atau ngerjain kamu?" tanya Todi dengan serius. Todi hapal tabiat teman-temannya. Apalagi yang masih single, mereka pasti "gerah" kalau ada koasisten yang sedikit bening. Laras tergolong wanita cantik menurut Todi.
Laras diam sebentar mendengar pertanyaan suaminya. Hatinya bimbang untuk menceritakan masalah Erick. Dia masih penasaran dengan hubungan Todi dan Erick. Mereka seperti punya masalah di masa lalu menurut Laras, tapi dia tidak tahu apa karena sebenarnya banyak hal yang tidak Laras ketahui dari Todi. Tapi hari ini mood Todi bagus sekali, rasanya tidak tepat menanyakan Erick saat Todi baru saja pulang, pikir Laras akhirnya.
"Ras?" panggil Todi, dia bingung mengapa Laras malah tampak melamun, tidak menjawab pertanyaannya barusan.
"Hmmm?" tanya Laras, menyipitkan matanya, pura-pura mengantuk.
"Enggak ada yang macem-macem sama kamu kan?" ulang Todi lagi. Pria ini menatap lekat wajah istrinya.
Laras menggeleng. Wajahnya dibuat sedatar mungkin, takut Todi curiga.
"Enggak ada," jawabnya meyakinkan. Akhirnya Laras harus berbohong.
"Bilang aku kalau ada yang macem-macem sama kamu," ucap Todi sambil memegang tangan Laras.
Laras tersenyum.
"Kakak tenang aja, semua orang baik sama aku," ucap Laras berusaha menenangkan. Dia menggenggam tangan Todi.
Untung beberapa saat kemudian makanan mereka datang. Dengan manis Todi mengambil piring Laras dan memotongnya menjadi beberapa bagian kecil supaya Laras mudah memakannya.
"Makan ya," ujar Todi, setelah selesai memotong-motong steak Laras, membuat Laras tersipu dibuatnya.
"Makasih ya kak, aku berasa di drakor" ucap Laras, dengan semu merah di pipinya. Dia mulai memakan steaknya.
"Drakor?" tanya Todi balik. Dia bingung, apa maksud drakor.
Laras tertawa mendengar pertanyaan suaminya.
"Drakor itu singkatan kakk, drama Korea," jelas Laras. Sudah pasti suaminya tidak mengerti. Todi seorang dokter bedah tulang yang super maskulin, pasti tidak tahu tentang drama Korea, pikir Laras.
"Oh, aku pikir apaan," ujar Todi lagi.
Mereka berdua sama-sama kelaparan, beberapa saat keduanya sibuk dengan steaknya masing-masing.
"Hmm..enak ya kak," puji Laras sambil mengunyah.
"Kakak mau coba yang aku?" tanya Laras, sambil menyuapkan steaknya ke depan Todi. Todi memakannya.
"Enak," ucap Todi setuju. Todi tersenyum melihat Laras yang sudah tidak terlalu canggung bersikap manis dengan dirinya.
Kali ini Todi meminta Laras mencoba steak kepunyaannya dengan cara yang sama.
"Steak kakak juga enak," ucap Laras sambil menganggukkan kepalanya, hatinya sedang senang. Pipinya menggembung saat mengunyah steak, terlihat lucu dan menggemaskan di mata Todi, tiba-tiba pria itu ingat sesuatu.
"Ras.." panggil Todi.
"Hmmm??" balas Laras, dia masih sibuk dengan steaknya.
"Hari ini jadi kan?" tanya Todi.
"Jadi apa kak?" tanya Laras bingung.
"Tidur bareng sama aku," jawab Todi dengan suara santai. Tapi dia sengaja menekankan kata-kata "Tidur bareng" pada kalimatnya
Laras langsung tersedak dibuatnya. Buru-buru Todi mengambil air putih untuk Laras. Laras minum segera. Pikirannya mendadak kosong. Merasa linglung dengan pertanyaan suaminya. "Tidur bareng", kata-kata itu berputar-putar di kepalanya.
"Kenapa kaget gitu sih?" tanya Todi geli.
"Emm..emm.. aku.. emmm, aku .." Laras bingung harus bilang apa. Dia hanya mengulang-ulang kata yang sama beberapa kali.
"Aku apa?" tanya Todi balik, sambil mengedip, sengaja menggoda istrinya yang terlihat panik.
"Aku ...aku...aku.. udah minta tolong Bu Inah buat...emm..pindahin barang aku ke kamar kakak.." ucap Laras pelan sekali, masih terbata-bata. Matanya hanya berani menatap steak di piring dihadapannya. Dia tidak berani menatap suaminya. Wajahnya saja sudah terasa memanas, pasti saat ini sudah merah seperti kepiting rebus, pikir Laras. Dia malu sekali.
"Oh gitu...jadi hari ini kita bisa tidur bareng ya," ulang Todi lagi, masih menggoda.
Laras diam saja. Dia pura-pura sibuk dengan makanannya, mendadak Laras makan dengan lambat sekali. Todi tidak lagi menggoda istrinya.
Selesai makan, Todi memesan taksi online untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan, Laras lebih banyak diam, begitu juga Todi. Perlahan Laras mulai mengantuk. Laras pun merebahkan badannya ke jok mobil. Baru lima menit Todi sudah menemui istrinya tidur terlelap. Todi tersenyum, sedikit pahit. Sepertinya keinginannya harus ditunda malam ini, pikirnya dalam hati.