"Maksudnya?" tanya Laras. Setengah hatinya berharap Todi mulai menaruh hati padanya, tapi setengah lagi seolah selalu mengingatkan dirinya untuk tidak terlalu terlena dengan sikap manis suaminya barusan.
"Iya, mulai sekarang aku akan selalu ingat apa saja yang kamu suka, atau apa yang kamu tidak suka. Apa tidak boleh?" tanya Todi dengan wajah serius.
Laras jadi sedikit merasa geli melihat wajah Todi yang serius itu, dia tertawa.
"Kenapa malah tertawa?" tanya Todi bingung.
"Enggak apa kak, tentu boleh, tanya saja kalau kakak mau tahu ya," jawab Laras sambil memberikan senyuman manisnya. Todi menatap lama istrinya, membuat Laras tidak tahan dan memalingkan wajahnya, mencoba sibuk dengan es krim mint nya.
"Besok mau pergi jam berapa?" tanya Laras, berusaha mengalihkan topik. Dia gugup dipandangi Todi terus.
"Acaranya jam 7 malam habis magrib kita pergi ya," jawab Todi.
"Hmm.." balas Laras mengangguk.
"Pesawat kakak besok jam berapa?" tanya Laras, dia baru ingat kalau besok Todi harus kembali ke Surabaya.
"Jam 10 malam, aku sudah beli tiketnya," jawabnya.
"Oh, oke, " balas Laras pendek.
"Aku diantar pak Yadi aja," ucap Todi dengan ekspresi yang dingin.
Laras diam sebentar, tidak merespon ucapan Todi.
"Kalau aku izin untuk mengantarkan kakak, apa boleh?" tanya Laras denga suara pelan, wajahnya cemas. Takut Todi marah.
"Kamu mau antar aku?" tanya Todi, menatap lekat wajah Laras. Sebenarnya dia khawatir istrinya ini akan mengantuk keesokkan harinya. Apalagi dia akan masuk stase baru Seninnya. Selain itu dia tidak ingin memberatkan Laras, dia tahu Laras masih kesal padanya. Tapi mengapa gadis ini justru terlihat takut padanya, pikir Todi.
"Apa boleh?" tanya Laras lagi dengan suara sedikit lebih keras.
"Tentu boleh, kamu kan istri aku, masa enggak boleh, aku cuman takut besoknya kamu ngantuk, masuk stase baru kan hari Senin?" jelas Todi dengan suara yang lebih lembut. Hati Laras sedikit lega mendengar ucapan Todi itu.
"Enggak apa kak, kami diminta kumpul jam 8 kok, aku masih bisa tidur sore nya sebelum acara ayah bunda," jawab Laras, sedikit senang.
"Ya udah, jangan kecapean ya, nanti sakit," balas Todi masih dengan suara yang lembut sekali.
Laras sampai mengedipkan matanya beberapa kali sambil menatap wajah suaminya, takut kalau dia barusan salah pendengaran. Mulutnya sedikit terbuka. Todi dua minggu terakhir ini memang menunjukkan perubahan sikap yang cukup drastis di mata Laras. Tidak ada lagi kata-kata kasar atau wajah ketus dari Todi. Sikapnya jauh lebih lembut dan perhatian. Semua ini membuat perasaan Laras kembali goyang. Dia bingung, apa ini, apakah ini memang tulus karena Todi ingin membuka hatinya dengan Laras, atau hanya kebohongan lain dari Todi, atau justru Todi melakukan ini hanya karena merasa kasihan kepada Laras, berbagai pertanyaan muncul di otak Laras.
"Makan es krimnya, udah mau meleleh tuh," ucap Todi saat menyadari es krim Laras sudah meluber di pinggir cup.
"Oh..Iyah.." balas Laras.
Mereka baru pulang sekitar pukul 11 malam. Malam ini Todi dan Laras berbincang cukup lama, walau sebagian besar waktu mereka habiskan dengan saling berdiam diri dan sibuk dengan es krim masing-masing.
Sesampai di rumah Laras masuk terlebih dahulu ke dalam, dia langsung menuju ke kamarnya di dekat dapur.
"Ras," panggil Todi saat Laras memutar handle pintu kamarnya untuk masuk.
"Ya?" Laras mengalihkan pandangannya menatap suaminya.
Todi terdiam sejenak, ragu-ragu, sesungguhnya dia ingin meminta Laras untuk mulai tidur di kamarnya, tapi dia ragu apakah ini terlalu cepat. Mereka menikah sudah hampir 3 bulan, tapi tidak pernah tidur bersama. Dia juga belum yakin dengan hatinya maupun hati Laras.
"Ada apa kak?" tanya Laras lagi. Wajahnya terlihat bingung melihat Todi tidak melanjutkan kalimatnya.
"Emm.. enggak apa, terimakasih sudah jeput aku hari ini, selamat tidur," ucap Todi cepat dan segera berlalu dari hadapan Laras, yang masih melongo karena kaget.
Setelah Todi hilang dari pandangan Laras, gadis itu mencubit pipinya sendiri, sakit, dia tersentak sendiri sambil meringis. Kejadian tadi sungguh langka, Todi mengucapkan selamat tidur dan terimakasih kepadanya. Laras masuk ke kamarnya dengan hati yang kembali berbunga-bunga.
__________________________
Esok harinya, baik Todi dan Laras bangun terlambat. Mereka bangun agak siang, sekitar pukul 11.30. Sudah hampir makan siang, pikir Laras. Gadis itu menengok ke lantai 2, kamar suaminya. Tidak ada suara, berarti Todi belum bangun. Laras pergi ke dapur dan memeriksa isi kulkas, karena terlalu sering makan diluar bersama bunda, isi kulkas Laras penuh dengan bahan makanan. Akhirnya setelah mengecek beberapa saat, Laras memutuskan untuk membuat soto Medan dan perkedel. Laras pun mulai memasak. Dia sengaja tidak mau dibantu Bu Inah, Laras menyuruh Bu Inah untuk kembali ke kamarnya menyelesaikan tugasnya yang lain.
"Masak apa?" bisik Todi di telinga Laras saat Laras sedang sibuk mengiris bawang merah untuk membuat bawang goreng untuk soto. Karena kaget Laras nyaris melompat, untuk saja tangannya tidak teriris seperti waktu dulu. Pisaunya terlepas dari tangannya, terjatuh ke lantai dapur.
"Ya Allah!!! Aduh ..em...maaf kak.., aku ..aku kaget kak, ini..aku lagi ma..masak makan siang, soto..soto Medan kak," ucap Laras terbata-bata.
Todi tersenyum sambil menahan tawanya. Tapi ada rasa kasian disana melihat wajah terkejut istrinya. Dia melangkah maju mengambil pisau dari lantai, dan memberikannya kepada istrinya. Laras masih mematung.
Sungguh menyenangkan siang ini melihat istrinya sudah memasak saat baru bangun tidur. Laras pasti belum mandi, rambutnya dicepol dengan asal, dia juga masih memakai baju daster favoritnya, terlihat berantakan, tapi anehnya justru sangat cantik di mata Todi. Todi juga sangat berantakan, dia belum cuci muka, apalagi ganti baju. Rambutnya juga hanya dia sisir sembarangan dengan jari tangannya.
"Hmmm...soto Medan, oke. Aku mandi dulu kalau gitu ya, masak yang enak ya," ucapnya sambil mengelus kepala Laras pelan lalu berjalan ke arah kamarnya.
"Mbak, ada apa?" tanya Bu Inah sambil berjalan tergopoh-gopoh. Sepertinya wanita itu mendengar keributan saat pisau Laras jatuh ke lantai. Mungkin dia takut kalau Laras dan Todi bertengkar lagi di dapur, pikir Laras geli.
"Enggak kenapa-napa Bu, tadi pisau saya jatuh," ucap Laras sambil mencuci pisaunya.
"Ada yang bisa ibu bantu?" tanyanya.
"Ada Bu, aku belum masak nasi, boleh bantu masak nasi sama goreng bawang bu? Ayamnya tinggal aku suwir, bumbu udah jadi." jelas Laras, memberi instruksi.
"Baik mbak" jawab Bu Inah. Dia mulai memasak nasi. Laras meneruskan mengiris bawang merahnya, lalu lanjut mensuwir ayam yang sudah digorengnya. Setelah semua bahan soto selesai, Laras mulai membuat sotonya.
"Bu, boleh dilanjutkan ya, aku mandi dulu," pintanya. Dia sadar penampilannya kucel sekali, sementara tadi Todi sudah pergi mandi. Jadi dia harus terlihat rapi saat makan nanti.
Selesai mandi Laras langsung kembali ke dapur membantu Bu Inah. Setelah masakan selesai Laras menatanya dengan cantik di meja makan.
"Ibu lanjutin setrika ya Mbak," pamit Bu Inah.
"Bu, ibu ambil juga ya buat makan siang, ini banyak banget, enggak mungkin habis kalau cuman dimakan berdua sama kak Todi." ucap Laras sambil mengambil mangkok dan mengisi dengan soto untuk bu Inah dan Pak Yadi.
"Makasih ya mbak," jawab Bu Inah. Laras membalas dengan senyuman dan anggukan.
Todi datang dari arah kamarnya.
"Sudah selesai masak sotonya?" tanya Todi, perutnya sudah berbunyi dari tadi.
"Sudah, ayo makan," ajak Laras. Dirinya sendiri masih sibuk menata mangkok soto untuk suaminya. Setelahnya, dia mengambil nasi putih panas dari dalam rice cooker.
"Pakai nasi kan?" tanya Laras.
Todi mengangguk.
Lalu setelah selesai Todi mulai menyantap soto di hadapannya.
"Keasinan ga kak?" tanya Laras, takut masakannya tidak enak.
"Enggak, enak," jawabnya singkat sambil tetap melahap sotonya dengan semangat. Entah karena dia kelaparan, atau masakan istrinya memang enak, Todi sampai menambah lagi.
"Pelan-pelan makannya," ucap Laras. Dia mengambilkan air putih untuk suaminya.
"Mau aku buatkan teh manis hangat?" sambung Laras lagi. Todi mengangguk.
"Kamu belajar masak dari siapa?" tanya Todi.
"Ibu aku, kata ibu anak gadis harus bisa masak untuk keluarganya nanti," jawab Laras.
"Semenjak ibu sakit, aku yang sering memasak, apalagi waktu ibu dirawat untuk kemoterapi di rumah sakit, ayah lumayan rewel soal makanan, lebih suka kalau makanan yang dimasak ibu, untung sekarang udah lumayan, pembantu dirumah sudah terbiasa dengan selera ayah," cerita Laras. Tiba-tiba diteringat ayahnya, sudah lama dia tidak pulang ke rumah dan masak untuk ayah. Wajahnya mendadak muram. Todi menyadarinya.
"Nanti sepulang aku dari Surabaya, kita kunjungi ayah kamu ya," ucapnya.
Laras terkejut mendengarnya, matanya membulat.
"Apa kakak mau?" tanyanya. Selama ini dia setiap weekend selalu kembali ke rumahnya sendirian, walaupun sering memberi tahu Todi, tapi suaminya itu tidak pernah mau ikut serta.
"Boleh, kapan-kapan kita menginap disana," jawab Todi.
Senyum Laras langsung mengembang.
"Makanannya enak, abis ini kamu mau nonton Tv bersama?" tanya Todi setelah menghabiskan 2 mangkok soto.
"Emm.. boleh.." jawab Laras.
Mereka berdua duduk di sofa ruang keluarga. Ini pertama kalinya Laras duduk nonton berdua dengan suaminya. Todi mengambil siaran tv kabel yang sedang menayangkan sebuah drama seri yang bergenre komedi. Sangat lucu, tidak sadar Laras tertawa cukup keras. Dia sampai tidak sadar kalau Todi sudah duduk dekat sekali dengannya.
"Ras," ucap Todi, saat sedang iklan.
"Ya kak?" tanya Laras, menoleh ke arah Todi. Dia mendapati wajah Todi hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahnya.
"Pulang aku dari Surabaya, apakah boleh kita tidur bersama?" tanyanya serius.
Laras hampir tersedak ludahnya sendiri, mendengar pertanyaan Todi.
"Mak..maksudnya gimana kak?" tanyanya.
"Iya, tidur dengan aku, sekamar, seperti suami istri pada umumnya," jawab Todi.
"Hmm..aku..emm.." Laras tidak berani melanjutkan jawabannya. Dia bingung.
"Tidak usah dijawab dulu, pikir kan saja dulu ya," potong Todi cepat. Lalu lelaki itu mendaratkan kecupan di kening istrinya. Membuat Laras duduk kaku dan wajahnya memerah. Tubuhnya kembali tidak bisa bergerak setelah Todi melingkari lengannya di bahu Laras. Laras duduk dengan tidak tenang, tidak tahu harus berbuat apa. Hari Minggu ini sungguh hari Minggu yang manis bagi Laras.