Chapter 36 - Manut gusti

Di Pesanggrahan Kawedar, Pangeran Arya Mataram mendapat wejangan dari Eyang Kyai. Mereka berdua nampak berbincang sehabis menunaikan ibadah sholat subuh di surau. Kesempatan langka itu dimanfaatkan oleh Pangeran Arya Mataram untuk kembali menimba ilmu agama dari tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat di Pulau Jawa tersebut.

Eyang Kyai mengajarkan tentang pentingnya pemahaman akan tujuan mengerjakan ibadah. Pada tahapan ini menurutnya banyak sekali umat yang mengerjakan ibadah tanpa mengetahui esensi atau tujuan dari ibadahnya itu.

"๐˜œ๐˜ต๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ข๐˜ณ๐˜ช๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ธ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ซ๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ต ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ซ๐˜ช๐˜ฏรฉ ๐˜ซ๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ต ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ถ ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช๐˜ด๐˜ข ๐˜ต๐˜ถ๐˜ธ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜จ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ฃ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏรฉ๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ธ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จรฉ ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ช๐˜ฎ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ข๐˜ต๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข." Eyang Kyai memberi penjelasan melalui salah satu tembang ๐˜ด๐˜ถ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ธ๐˜ถ๐˜ซ๐˜ฉ๐˜ช๐˜ญ. Unggulnya diri itu setelah mengetahui hakikat dari menjalankan ibadah.

"Manusia memiliki keterbatasan kemampuan dalam berpikir. Dimana setiap orang berbeda-beda tingkat kecerdasannya. Namun yang paling utama adalah mencari tahu hakikat dari ibadah yang dilakukan. Jika beribadah tanpa mengetahui untuk apa ibadah itu, maka ibadahnya hanya menjadi tata krama saja atau sama saja dengan lakon fisik tanpa berpengaruh kepada jiwanya. Hakikat adalah hakikat syariat." Eyang Kyai menyela penjelasannya dengan menatap kedua bola mata lawan bicaranya. Kentara sekali ia sedang berupaya melihat apakah Pangeran Arya Mataram memahami penjelasannya. Eyang Kyai kemudian melanjutkan penuturannya tentang hakikat syariat.

"Sholat yang sempurna adalah sholat yang dilakukan dengan pemahaman bahwa praktik sholat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi Muhammad sebagai figur pengejawantah perintah Allah. Namun untuk mendapatkan fadillah dari sholat itu, tentu kita harus mengetahui juga makna dari seluruh rangkaian fisik dan lisan yang terucap dalam gerakan sholat agar tercapai khusu'. Cara mengetahuinya adalah dengan jalan melakukan pencarian spiritual yang itu berarti jalan. Jalan itu berhubungan dengan ruhiah, maka jalan itu bersifat suluk."

"Nuwun sewu, Eyang Kyai. Jadi, dalam ibadah gerakan fisik, lisan dan ruhiah harus menyatu untuk mendapatkan kesempurnaan dalam menjalankan ajaran Kanjeng Gusti Rosul. Apakah dengan begitu serta merta nafsu duniawi akan terhapus dalam jiwa kita?"

"Inilah bagian tersulit dalam menjalani kesempurnaan beribadah. Hawa nafsu adalah godaan terbesar umat. Kuncinya adalah sabar dan ikhlas. Sabar berarti tahan uji dalam menempuh kehidupan ini. Terus bertekad menempuh jalan yang benar meski godaan dan rintangan menghadang. Orang yang sabar tak akan berhenti di tengah jalan dalam mencapai tujuannya. Sedangkan ikhlas atau rela adalah kesanggupan untuk hidup tak terkontaminasi atau tercemari kotoran dunia.Jika kesalehan dalam hidup ini sudah menjadi bagian pelaksanaan syariat agama, selanjutnya kita tinggal meningkatkan keimanan dan ketakwaan hidup ini.Meningkatkan keikhlasan dan semangat hidup yang benar.Tanpa wujud nyata dalam hidup ini maka syariat hanyalah formalitas belaka. Hawa nafsu yang ada dalam diri manusia tidak dapat dihilangkan tetapi ia dapat dikendalikan."

"Bagaimana pandangan Eyang Kyai atas musibah yang saya dan keluarga Djipang alami?"

"Engkau harus menentukan pilihan Pangeran. Jika pilihanmu adalah kembali merebut kekuasaan dunia, maka bentuklah kekuatan pasukan di tempat pelarianmu. Namun jika pilihanmu adalah akhirat, maka jadilah engkau penyiar Islam. Aku tidak dapat mengarahkan yang mana yang menjadi tujuanmu. Takdir kita dipertemukan di sini adalah engkau belajar ilmu agama dan aku yang mengajarkannya."

"Saya mendapat amanah dari Kang Mas Penangsang untuk meneruskan keturunan Djipang. Kami sekeluarga diminta untuk menelusuri jejak leluhur di Palembang. Kakang Penangsang yang bijaksana tidak pernah haus akan tahta atau terlibat rencana untuk saling bunuh dengan keluarga Sultan Trenggono. Terlebih ia adalah paman kami sendiri. Kerajaan Demak mencapai kejayaannya dan penyebaran agama Islam dapat dilakukan dengan terang-terangan karena mendapat dukungan dari Sultan Trenggono. Hubungan umaro dan ulama akan saling melengkapi, dimana penguasa memberikan fasilitas dan kemudahan untuk syiar Islam bagi ulama. Jika saya ngotot memilih menjadi penguasa di masa mendatang hanya berdasarkan nafsu duniawi semata, maka celakalah saya Eyang Kyai. Saya khawatir nanti akan ada bisikan syaiton agar kami membalas kematian Kakang Penangsang. Saling bunuh antara kami nanti tidak akan ada habisnya." Pangeran Arya Mataram mengungkap keresahan hatinya. Setelah menarik nafas dalam-dalam, ia kemudian melanjutkan ceritanya.

"Meskipun saat ini harus saya akui bahwa desakan agar kami bangkit dan membentuk kekuatan baru dengan sisa-sisa keluarga Djipang sangat kuat, tetapi sebagai pemimpin mereka, sayalah menjadi pemberi perintah. Apakah mau menuruti keinginan itu, ataukah kami memilih untuk menjadi orang biasa. Harus saya akui Eyang Kyai, banyak diantara kerabat kami yang sekarang ikut dalam pelarian yang belum punya mental sebagai orang biasa. Sebagian besar dari mereka adalah prajurit yang tujuan hidupnya adalah untuk mengamankan perintah keraton."

"Semua berpulang kepadamu, anakku. Aku prihatin dengan musibah yang kalian alami sekarang. Tetapi yakinlah bahwa semua keberuntungan, musibah, jatuh, bangun hidup kita ini sudah ada tulisan takdirnya. Tinggal bagaimana engkau menentukan pilihan. Yang telah kita diskusikan dalam beberapa hari ini adalah jalan benar menuju kehidupan yang abadi kelak. Namun sudah menjadi takdirku pula memberikan engkau pilihan dunia. Bersiaplah engkau. Aku akan ajarkan jurus kesembilan dan kesepuluh serta dasar untuk mencapai jurus pamungkas ๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช."

Eyang Kyai berkelebat ke petilasan diikuti dengan Pangeran Arya Mataram. Mereka berdua berlari dengan cepat dan sampai ke tujuan. Sebuah petilasan yang juga menjadi tempat perenungan dan melatih kematangan jiwa dan sekaligus tempat mengolah ilmu kanuragan. Kedua manusia pilihan di tanah Jawa itu berhadap-hadapan. Eyang Kyai kemudian memberikan petunjuk bagaimana menguasai jurus kesembilan, ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ต ๐˜จ๐˜ถ๐˜ด๐˜ต๐˜ช.

Ya, Pangeran Arya Mataram memang telah menguasai delapan jurus ๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช. Ilmu kanuragan yang berisi falsafah hidup itu diturunkan secara turun temurun oleh keluarga keraton Djipang. Belum ada keluarga keraton Djipang yang menguasai jurus itu hingga tahap pamungkas. Yang bisa menguasainya hingga tahap pamungkas adalah para wali-wali. Pangeran Arya Mataram saat ini diambang dua pilihan. Meneruskan tradisi sebagai keluarga raja-raja, atau menuju kesempurnaan hidup dengan menuju pencapaian menjadi seorang wali.

"Jurus kesembilan ini adalah jurus syariat. Ada lima gerakan yang membentuk jurus manut gusti. Engkau perhatikan gerakanku!" Eyang Kyai memberi perintah. Ia kemudian melakukan gerakan dengan mengangkat kedua tangannya seperti bertakbir lalu meletakkan kedua tangannya di dada. Selanjutnya ia kembali mengangkat kedua tangannya kembali dan membuat gerakan membungkuk lalu ia membuat gerakan sujud menyembah kemudian telunjuk kanannya mengacung disertai gerakan kepala menoleh ke kanan.

"Yang barusan engkau lihat adalah gerak fisiknya yang terdiri dari lima bagian yaitu takbir, sidekap, sembah, tunjuk dan menoleh. Untuk membuat gerakan itu menyatu dengan tenaga dalammu, maka engkau harus menggunakan dasar penggunaan tenaga murni di dalam tubuhmu. Himpun tenaga dari tujuh titik dan kumpulkan di bawah pusar lalu mulailah melakukan lima gerakan tadi." Eyang Kyai memberi petunjuk.

Pangeran Arya Mataram yang memang telah nyaris mencapai kesempurnaan dalam penguasaan delapan jurus ๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช kemudian melakukan sebagaimana yang diarahkan oleh Eyang Kyai. Dihimpunnya tenaga murni dalam tubuhnya kemudian ia memulai lima gerakan takbir, sidekap, sembah, tunjuk dan menoleh. Saat jarinya menunjuk batu besar yang terkena tunjuk olehnya meledak hancur berantakan. Namun peristiwa hancurnya batu besar itu tidak dapat disaksikannya karena gerakan selanjutnya adalah menoleh ke kanan. Gerakan pamungkas itu adalah gerakan penolakan atas penghancuran benda yang menjadi sasaran jurus ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ต ๐˜จ๐˜ถ๐˜ด๐˜ต๐˜ช. Pangeran Arya Mataram langsung menunjukkan eskpresi bersedih ketika mengetahui kedahsyatan jurus tersebut.

"Aihโ€ฆ., Eyang Kyai. Saya tidak sanggup untuk menggunakan jurus ini. Luar biasa kerusakan yang ditimbulkannya. Saya tidak bisa Eyang Kyai!" Pangeran Arya Mataram bersedih.

"Ya, aku tahu, anakku. Tetapi sudah menjadi takdirku untuk memastikan bahwa engkau telah menguasai dua jurus dari rangkaian tiga jurus pamungkas ๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช. Jika memang engkau tak mau menggunakannya, itu melegakan hatiku. Nanti suatu ketika akan datang takdirmu menggunakannya, mewariskannya ataupun membuangnya dari manusia. Selanjutnya aku akan memberi petunjuk gerakan jurus kesepuluh, ๐˜ฑ๐˜ข๐˜บ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜จ๐˜ช๐˜ญ. Engkau perhatikan baik-baik!"

(Bersambung)36