Chapter 42 - Mencari guru

Benar saja, kesadaran Raden Kuning terus merosot. Penglihatannya kabur. Ia bahkan tak mampu lagi berdiri. Di saat kesadarannya nyaris hilang, Raden Kuning teringat Kyai Layon. Dilolosnya keris sakti itu dari pinggang. Wangi semerbak menyeruak, segera diciumnya Kyai Layon. Sebentar saja, racun ganas itu memudar. Ya, Kyai Layon memang berkhasiat sebagai penawar dari segala macam bentuk racun. Tak terkecuali racun ganas dari India.

Sekejap saja racun dari senjata tengkorak Aaradhya Cupat musnah. Hebat sekali Kyai Layon. Raden Kuning sekarang sudah bersiap-siap lagi menghadapi lawannya. Ia membuat gerakan jurus pukulan 𝘣𝘶𝘮𝘪. Raden Kuning sadar jika lawannya adalah lawan tangguh yang dapat segera membaca kepandaian lawan. Oleh karena itu, ia tak mau memberi waktu bagi lawan untuk berpikir. Jurus 𝘣𝘶𝘮𝘪 dikombinasikannya dengan tenaga liar Kyai Layon sehingga membuat tenaganya bertambah dua kali lipat. Tanpa tedeng aling-aling, Raden Kuning mengambil inisiatif menyerang lawan. Kyai Layon dengan ganas berkelebat hingga hanya meninggalkan bayangan.

Aaradhya Cupat memutar-mutar senjatanya di depan dada. Terlihat sekali bahwa ia tak sungkan menyambut tenaga lawan. Inilah yang diinginkan oleh Raden Kuning. Ia ingin kembali menyerap tenaga lawan dengan tenaga 𝘣𝘶𝘮𝘪.

"Trang!" Dua senjata beradu. Raden Kuning tercengang. Kali ini tenaga 𝘣𝘶𝘮𝘪 tidak sanggup menyerap tenaga lawan. Tenaga kapas inti 𝘣𝘶𝘮𝘪 seperti masuk ke ruang hampa ketika beradu dengan tenaga 𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯𝘢𝘮. Melihat lawannya lengah, Aaradhya Cupat segera menyerang dengan ganas. Raden Kuning terperanjat. Senjata lawan berhasil memukul bahu kanannya. Ia terpelanting ke kiri dua langkah. Beruntung keris digenggamannya tidak terlepas. Raden Kuning menemukan lawan kali ini.

"Hebat kau orang aneh. Tetapi lihat kembali jurusku, 𝘫𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯𝘨𝘶!" Raden Kuning melompat ke samping. Kyai Layon di tangan kanan, sementara tangan kirinya bersiap melepas pukulan 𝘫𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯𝘨𝘶. Ruang geraknya terbatas karena berada di buritan kapal yang sempit. Aaradhya Cupat segera melompat ke belakang. Mulutnya komat-kamit. Ia merapal mantra yang bernuansa magis. Seketika angin laut di malam itu seolah berhenti berhembus. Hebat sekali pengaruh mantra yang baru dibacanya. Ya, Aaradhya Cupat tengah mempersiapkan pukulan 𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯𝘢𝘮 𝘣𝘶𝘳𝘢. Tangan kanannya masih memegang senjata tengkorak, sedangkan telapak tangannya terbuka memperlihatkan warna kulitnya yang menghitam. Pukulan 𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯𝘢𝘮 𝘣𝘶𝘳𝘢 ini merupakan salah satu pukulan maut yang diperoleh Aaradhya Cupat setelah bersemedi di atas tumpukan mayat.

"Hiyat!" Raden Kuning mendahului melepas pukulan dari jarak dekat. Telapak tangan kiri mereka beradu. Tenaga panas 𝘬𝘢𝘸𝘦𝘥𝘢𝘳 menghantam pukulan lawan.

"Dar!" Bunyi beradu pukulan memekakkan telinga. Raden Kuning terhuyung satu setengah langkah, sedangkan Aaradhya Cupat juga terhuyung satu langkah. Terlihat bahwa dalam hal adu tenaga dalam, musuhnya menang tipis. Melihat pukulannya dapat ditahan lawan, Raden Kuning yang telah mengeluarkan jurus pamungkasnya terlihat panik. Hanya ada satu pilihannya. Mengeluarkan jurus ketujuh dan kedelapan yang belum dikuasainya atau menyerah di tangan lawan. Terlihat keraguan di wajahnya. Raden Kuning baru saja berhasil menguasai tenaga semesta. Ia belum pernah mencoba tenaga semesta dengan jurus yang baru diajarkan gurunya, Ki Ageng Selamana. Namun, ia tak punya pilihan.

Raden Kuning menarik nafas panjang. Ia kemudian membuka jurus 𝘵𝘰𝘺𝘰 𝘪𝘯𝘨 𝘶𝘳𝘪𝘱𝘢𝘯 diawali dengan merapatkan kedua tangan di depan wajah. Kedua tangannya lalu membuat gerakan menyerong dari atas, bawah, ke atas lagi. Raden Kuning bergulingan di udara setelah kedua tangannya membalik dan direnggangkan rata sebahu. Dalam pusarannya itu, Kyai Layon diarahkannya menusuk dari atas ke tubuh lawan seperti gerakan elang menyambar mangsanya. Indah sekali jurusnya.

Aaradhya Cupat sempat terhipnotis pukulan lawan. Tetapi pengalaman bertarungnya sangat tinggi sehingga dengan cepat ia segera dapat mengantisipasi serangan lawan. Kemudian ia membuat gerakan didahului dengan mencoret-coret angin. Senjata tengkoraknya mengeluarkan bunyi bercuitan dan mengeluarkan bau busuk. Ini adalah gerakan 𝘫𝘢𝘢𝘥𝘰𝘰 𝘬𝘦𝘦 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘮. Senjatanya berubah fungsi menjadi alat tulis yang mengguratkan aksara hindi di udara.

Terjadi keanehan pada Kyai Layon. Keris itu berubah warna ketika Raden Kuning memainkan gerakan 𝘵𝘰𝘺𝘰 𝘪𝘯𝘨 𝘶𝘳𝘪𝘱𝘢𝘯. Sebelumnya Kyai Layon berwarna putih keperakan berubah menjadi kemerahan dan bersinar serta mengeluarkan aroma magis jahat. Raden Kuning sesaat sempat terpengaruh nafsu membunuh yang ditimbulkan Kyai Layon, tetapi kekuatan batinnya dapat menetralisir pengaruh itu. Tubuh Raden Kuning yang berguling cepat di udara seketika dibalut warna merah Kyai Layon yang sedang murka. Kyai Layon menukik ke arah lawannya yang ketika itu tengah mencorat-coret udara.

Peristiwa aneh terjadi, Kyai Layon yang menusuk dari atas membal. Senjata tengkorak Aaradhya Cupat seperti membuat dinding tak kasat mata yang tidak bisa ditembus oleh lawan. Gerakan keduanya pun melambat. Mereka seperti mematung untuk beberapa saat. Raden Kuning senang sekaligus sedih dengan keadaannya saat itu. Ia senang karena jurus 𝘵𝘰𝘺𝘰 𝘪𝘯𝘨 𝘶𝘳𝘪𝘱𝘢𝘯 telah berhasil dikuasainya. Sedih karena lawannya mampu mengatasi jurus barunya tersebut.

Penggunaan jurus 𝘵𝘰𝘺𝘰 𝘪𝘯𝘨 𝘶𝘳𝘪𝘱𝘢𝘯 didasari tenaga semesta yang diserap dari alam. Dengan cerdik Aaradhya Cupat memanfaatkan hal itu dengan mengeluarkan serangan balik kepada lawannya. Tetiba dari senjata kepala tengkorak mengeluarkan asap hitam pekat berbau anyir. Ya, itulah uap racun yang diolah dari mayat manusia. Racun ini tidak membunuh. Jika terhirup manusia, seketika akan menimbulkan halusinasi. Aaradhya Cupat mengenal gerakan Raden Kuning yang menggunakan tenaga semesta.

"Aih..., orang aneh ini sungguh cerdik sekali." Raden Kuning bergumam dalam hati. Ia dalam posisi terjepit. Pilihannya sulit. Jika ia meneruskan serangannya dengan menggunakan tenaga semesta, maka racun musuh akan ikut terserap oleh tubuhnya. Pilihan mudahnya adalah mengalihkan pukulannya ke arah lain. Ini pun riskan karena dapat mengenai bagian kapal. Dalam keadaan menusuk dari atas, tak mungkin Raden Kuning mengalihkan pukulannya ke laut.

Diperlukan kecerdasan untuk selamat dari serangan racun Aaradhya Cupat. Raden Kuning teringat tenaga 𝘬𝘢𝘸𝘦𝘥𝘢𝘳 yang bertolak belakang dengan tenaga semesta. Dalam hitungannya, jika ia mampu mencampurkan tenaga yang saling tolak itu, maka seberapa pun banyaknya asap racun akan tertolak oleh tenaga 𝘬𝘢𝘸𝘦𝘥𝘢𝘳. Tetapi merubah tenaga dari dingin ke panas tentunya beresiko juga terhadap kegagalan serangannya. Jika jurus ketujuh gagal, maka lawan pasti akan mengirim serangan balasan yang lebih mematikan dengan senjata tengkoraknya.

Tak ada waktu lagi, Raden Kuning tak berpikir panjang. Ia akhirnya memutuskan untuk mendorong separuh tenaga 𝘬𝘢𝘸𝘦𝘥𝘢𝘳 sebagai tameng pelindung nafasnya. Penggunaan dua tenaga berlainan secara bersamaan itu belum pernah dilatih sebelumnya. Namun dalam keadaan terdesak, selalu ada kemudahan. Begitu pula yang terjadi dengan Raden Kuning. Tanpa disengaja karena berada dalam posisi sulit, ia mampu menggunakan dua tenaga dalam yang bersifat panas dan dingin itu berbarengan. Sebagian tenaga semesta dihimpun di dadanya dan sebagian lain dihimpun di bawah pusar. Dengan cepat tenaga 𝘬𝘢𝘸𝘦𝘥𝘢𝘳 yang terhimpun di pusar mengalir membentengi tubuhnya. Berhasil. Asap racun yang menyebar tak mampu menyentuh kulitnya. Adu tenaga dan pikiran serta jurus tingkat tinggi itu terus berlangsung.

Dalam keadaan seperti itu, ada seorang anggota sekte Aghori datang dan memberi bantuan. Tanpa diperintah Aaradhya Cupat, lelaki berambut gimbal yang digelung ke atas itu melompat dan menusuk dada Raden Kuning dengan senjata tulang dari kaki manusia. Raden Kuning tak bisa menghindari serangan dadakan tersebut. Tubuhnya tetap mematung di udara dalam posisi kepala di bawah, beradu tenaga dengan Aaradhya Cupat saat serangan maut itu datang.

(Bersambung)