Chapter 47 - Dihadang Perompak

Bulan purnama, cahayanya menerangi kapal Jung yang tengah berlayar. Tak terasa sudah delapan purnama mereka dalam perjalanan membelah laut Jawa menuju selat Malaka. Tujuan pelarian keraton Djipang adalah tanah Palembang yang berada di pulau sisi kiri sebelum Selat Malaka. Kapal Jung keraton Djipang bersiaga ketika memasuki muara Sungai Musi. Ya, sikap hati-hati itu mengingat di sekitar muara sungai Musi masih terdapat banyak perompak dari Hokkian.

Di masa Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming, para perompak tersebut telah ditumpas dan pemimpinnya ditangkap serta dihukum pancung. Setelah peristiwa tersebut, para perompak Hokkian tidak sepenuhnya musnah, tetapi mereka dalam kelompok-kelompok kecil tetap beroperasi merompak kapal pedagang dan menjarah muatannya.

Benar saja, dari kejauhan di saat dini hari itu nampak perahu kecil perlahan mendekati kapal Jung keraton Djipang. Dengan cekatan penumpang perahu itu melempar tambang dan bergelantungan berupaya naik ke atas kapal. Dalam waktu singkat ada dua orang perompak telah berdiri di geladak. Sayangnya kehadiran mereka tidak diketahui oleh penjaga. Dengan mengendap-endap mereka berhasil menyelinap masuk ke dalam.

Mereka berhasil melumpuhkan dua orang prajurit yang tengah berjaga di depan sebuah bilik mewah. Dengan hati-hati dua orang perompak bermata sipit itu masuk ke dalam bilik Raden Kuning. Saat itu Raden Kuning tengah terbaring tidur. Dengan mudah dua orang perompak berhasil menotok jalan darahnya dan membawa Raden Kuning menuju perahu kecil yang bersandar di dinding kapal Jung Djipang. Tanpa kesulitan, mereka berhasil menawan Raden Kuning. Sepertinya para perompak itu ingin menjadikan Raden Kuning sebagai sandera.

Ketika sandera sudah berada pada jarak aman, muncullah kapal perompak bertonase sedang berbendera beraksara kanji. Suara-suara mereka bergemuruh membelah keheningan malam yang gelap. Beberapa diantaranya ada yang melepas anak panah ke arah kapal Jung Djipang. Mendapat serangan mendadak dari para perompak, Punggawa Kedum yang berjaga di kemudi kapal segera memberikan peringatan. Dengan tangkas ia menyiapkan pasukan untuk berjaga-jaga jika ada musuh yang berhasil menyelundup.

"Seluruh prajurit segera bersiap, kita diserang." Perintahnya langsung ditindaklanjuti oleh seluruh prajurit Djipang.

Para perompak Hokkian itu salah memilih sasaran. Mereka tidak pernah berpikir jika kapal Jung yang diserangnya ini adalah kapal perang milik kerajaan Demak yang pernah malang melintang di Selat Malaka berperang melawan pasukan asing Portugis. Meskipun tidak disertai atribut perang, tetapi sejatinya kapal Jung keraton Djipang ini adalah kapal perang. Ada bedil yang diletakkan tersembunyi di geladak kapal. Punggawa Tuan kemudian bersiap mengisi mesiu ke dalam laras bedil. Ia dibantu oleh beberapa prajurit Djipang yang telah banyak asam garam berperang di lautan.

"Dar, dar, dar!" Suara bedil meletus mengarah ke kapal musuh. Melihat lawannya memiliki peralatan perang hebat, kapal perompak hokkian tersebut ciut dan segera berbalik arah melarikan diri. Dengan cepat kapal itu masuk ke sungai Musi dan menghilang di dalam pekatnya malam.

"Hentikan tembakan. Musuh sudah mundur." Punggawa Tuan memerintahkan prajuritnya untuk berhenti menembaki kapal musuh. Di saat itulah menyambar panah menyasar tubuhnya. Beruntung prajurit pilih tanding Djipang itu dengan sigap berhasil mengelak. Panah itu meleset dan melesat menancap di dinding kapal. Bergegas seorang prajurit Djipang melihat anak panah yang menancap itu. Ternyata setelah didekati, anak panah itu berisi pesan dalam bahasa Melayu.

"Serahkan tebusan satu peti emas, jika tidak kami akan membunuh sandera!"

(Bersambung)

re upload karena bab bertemu guru terlompat