Raden Kuning masih duduk bersila di buritan kapal. Suhu tubuhnya panas dingin. Benturan tenaga pukulan dari Aaradhatya Cupat membuatnya terluka dalam serius. Dua tenaga bersifat panas dan dingin di dalam tubuhnya tidak dapat dikendalikan. Raden Kuning sudah tiga kali muntah darah. Kosentrasinya untuk menyeimbangkan tenaga dalamnya telah gagal total. Pengaruh pukulan yang diterima tubuhnya membuat ia kehilangan keseimbangan. Pangeran Arya Mataram menghampiri tempat di mana Raden Kuning duduk bersila. Pewaris keraton Djipang itu kemudian memeriksa denyut nadi keponakannya tersebut.
"Aih. Tak kusangka sudah tinggi sekali tingkat kepandaianmu, Ngger. Dan saat ini tenaga dalammu yang membuat engkau terluka hebat. Aku lihat tenaga bekas pukulan orang asing itu telah mempengaruhi sifat tenaga semesta. Keseimbangan tenaga panas dan dingin dalam tubuhmu telah hilang. Saat ini tenaga dingin dari pukulan orang asing itulah yang berupaya menguasai dirimu. Satu-satunya cara agar nyawamu selamat adalah membiarkan tenaga yang bersifat panas dalam tubuhmu kau hilangkan. Hanya keputusan darimulah yang bisa menyelamatkan nyawamu."
Pangeran Arya Mataram kemudian meninggalkan Raden Kuning yang masih duduk bersila. Ia kemudian memerintahkan Bujang Jawa agar memberitahukannya perkembangan kesembuhan Raden Kuning. Pangeran yang tengah diburu banyak orang itu langsung menghilang menuju ruang bawah kapal. Punggawa Tuan dan Kedum mengobati beberapa prajurit Djipang yang terluka akibat serangan Aaradhatya Cupat dan muridnya. Mereka juga mengurus mayat seorang anggota sekte Aghori yang ditinggalkan begitu saja di atas geladak kapal.
"Sungguh tak memiliki rasa setia kawan orang-orang aneh itu. Bagaimana mungkin mereka bisa meninggalkan jasad temannya di sini." Punggawa Kedum bergumam sendiri. Mayat orang itu lalu diberi pemberat dan dimakamkan dengan cara dilepas ke dalam laut.
Punggawa Tuan memerintahkan seluruh prajurit Djipang yang terlibat pertempuran diobati ruang atas geladak kapal. Umumnya mereka menderita luka luar dan akan sembuh dalam beberapa hari. Namun tidak demikian dengan kondisi Raden Kuning. Untuk menyembuhkan lukanya, ia harus memilih. Sesuai dengan saran Pangeran Arya Mataram yang juga ahli pengobatan, Raden Kuning harus memusnahkan tenaga inti kawedar yang bersifat panas dari tubuhnya. Dengan begitu, maka penggunaan jurus keenam pukulan jenar ingkang dangu akan kehilangan inti tenaga kawedar. Belum lagi jika memusnahkan tenaga kawedar yang memiliki tujuh kali kekuatan tenaga biasa, maka jurus tenaga inti bumi tak jelas nasibnya. Dalam semedinya, Raden Kuning bimbang, apakah harus membuang tenaga semesta yang telah bersatu dengan tenaga kiranam milik Aaradhatya Cupat ataukah mengikuti saran Pangeran Arya Mataram.
Dalam kebimbangannya itu, Raden Kuning akhirnya memutuskan untuk membuang tenaga kawedar. Namun akhirnya terlintas dipikirannya untuk membagi tenaga inti kawedar itu kepada tiga orang prajurit pilihan pengawal Pangeran Arya Mataram, Bujang Jawa, Punggawa Tuan dan Punggawa Kedum. Segera ia membuka matanya dan memanggil tiga orang prajurit setia dari keraton Djipang itu.
"Bujang Jawa, Punggawa Kedum dan Tuan. Kalian segeralah mendekat kepadaku. Aku akan menyalurkan tenaga inti bumi dan tenaga kawedar. Masing-masing dari kalian akan mendapat sepertiga tenagaku. Inti tenaga kawedar akan disalurkan melalui tujuh titik syaraf. Dan, hei prajurit. Lekaslah kalian kesini untuk menjaga kami yang akan melatih tenaga inti kawedar. Buatlah penjagaan secara bergantian dan jangan ganggu latihan kami meskipun untuk makan dan minum!" Suara Raden Kuning lemah tetapi dapat didengar dengan jelas oleh prajurit yang berjaga di buritan kapal.
Selanjutnya Raden Kuning membacakan bait-bait kidung kawedar bait kesembilan dan kesepuluh. Ia juga memberi penjelasan bahwa setelah menerima tenaga inti kawedar mereka harus melantunkan kidung bait kesepuluh dalam hatinya agar tenaga inti panas kawedar yang akan disalurkannya menyatu dalam tubuh sehingga membangkitkan inti tenaga yang menimbulkan hawa panas.
"๐๐ฏ๐ข ๐ฌ๐ช๐ฅ๐ถ๐ฏ๐จ ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ฆ๐ฌ๐ช ๐๐ข๐ณ๐ต๐ข๐ต๐ช
๐๐ข๐ฑ๐ข ๐ธ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ฆ ๐ข๐ณ๐ข๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ ๐ธ๐ข๐ฏ๐จ
๐๐ถ๐ฌ ๐ช๐ฏ๐จ๐ด๐ถ๐ฏ๐จ ๐ข๐ฏ๐ข ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฏ๐จ๐ข๐ณ๐ฆ
๐๐ช๐ธ๐ข๐ฉ ๐ฅ๐ถ๐ฌ ๐ข๐ฏ๐ฆ๐ฏ๐จ ๐จ๐ถ๐ฏ๐ถ๐ฏ๐จ
๐๐ช ๐๐ข๐ฎ๐ถ๐ณ๐ต๐ข ๐ญ๐ข๐ฏ ๐๐ช ๐๐ข๐ฎ๐ถ๐ณ๐ต๐ช
๐๐จ๐ข๐ญ๐ช๐ฉ ๐ข๐ณ๐ข๐ฏ ๐ฑ๐ช๐ฏ๐จ ๐ต๐ช๐จ๐ข
๐๐ณ๐ต๐ข ๐ฅ๐ข๐บ๐ข ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ด๐ถ๐ฏ
๐๐ณ๐ข๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฅ๐ถ๐ฌ ๐ซ๐ฆ๐ซ๐ข๐ฌ๐ข
๐๐ช ๐๐ข๐ณ๐ต๐ข๐ต๐ช ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฌ๐ฐ ๐ข๐ณ๐ช๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ๐ด๐ถ๐ฏ ๐ฏ๐จ๐ข๐ญ๐ช๐ฉ
๐๐ข๐ฑ๐ข ๐ธ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ข๐ณ๐ข๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ ๐ธ๐ข๐ฏ๐จ"
Selanjutnya untuk membagi hawa panas yang bangkit dalam tubuh, dijelaskan bahwa mereka harus membacakan kidung bait kesebelas. Hawa panas yang ditimbulkan tenaga inti kawedar harus dijinakkan dan menyatu dengan tenaga dalam murni mereka.
"๐๐ข๐ฑ๐ข ๐ธ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ต๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ ๐ต๐ฆ๐ฑ๐ถ๐ด ๐ฌ๐ข๐ฌ๐ช
๐๐ข๐ด๐ข๐ต ๐ธ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ฆ ๐ข๐ณ๐ต๐ข ๐ฅ๐ข๐บ๐ข
๐๐ถ๐ฏ๐จ๐จ๐ข๐ญ ๐ฑ๐ข๐ฏ๐ค๐ฆ๐ณ ๐ช๐ฏ๐จ ๐ถ๐ณ๐ช๐ฑ๐ฆ
๐๐ข๐ฑ๐ข ๐ธ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ข๐ฏ๐ถ๐ซ๐ถ
๐๐ข๐ด๐ข๐ต ๐ด๐ถ๐จ๐ช๐ฉ ๐ฑ๐ข๐จ๐ฆ๐ณ๐ฆ ๐ธ๐ฆ๐ด๐ช
๐๐ช๐ฏ๐ฆ๐ฌ๐ด๐ข ๐ธ๐ฐ๐ฏ๐จ ๐ด๐ข๐ซ๐ข๐จ๐ข๐ต
๐๐ข๐ฏ๐จ ๐ข๐ฏ๐จ๐ช๐ฅ๐ถ๐ฏ๐จ๐ช๐ฌ๐ถ
๐๐ข๐ฎ๐ถ๐ฏ ๐ฅ๐ช๐ฑ๐ถ๐ฏ๐ข๐ฑ๐ข๐ญ๐ฆ๐ฏ๐ข
๐๐ช๐ฅ๐ถ๐ฏ๐จ ๐ช๐ฌ๐ถ ๐ฅ๐ฆ๐ฏ ๐ต๐ถ๐ต๐ถ๐จ ๐ฑ๐ข๐ฅ๐ฉ๐ข ๐ด๐ข๐ธ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ช
๐๐ฅ๐ฐ๐ฉ ๐ฑ๐ข๐ฏ๐จ๐จ๐ข๐ธ๐ฆ ๐ข๐ญ๐ข"
Lirik kidung Lir i Lir kembali diperdengarkan kepada tiga orang punggawa berkepandaian tinggi itu. Ada teka-teki di sana. Raden Kuning yang sudah berhasil menguak rahasia kidung itu langsung meminta tiga orang itu untuk melakukan hal yang diperintahkannya.
" ๐๐ช๐ณ ๐ช๐ญ๐ช๐ณ ๐ญ๐ช๐ณ ๐ช๐ญ๐ช๐ณ ๐ต๐ข๐ฏ๐ฅ๐ถ๐ณ๐ฆ ๐ธ๐ฐ๐ฏ๐จ ๐ด๐ถ๐ฎ๐ช๐ญ๐ช๐ณ
๐๐ข๐ฌ ๐ช๐ซ๐ฐ ๐ณ๐ฐ๐บ๐ฐ ๐ณ๐ฐ๐บ๐ฐ
๐๐ข๐ฌ ๐ด๐ฆ๐ฏ๐จ๐จ๐ถ๐ฉ ๐ฑ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ๐ต๐ฆ๐ฏ ๐ข๐ฏ๐บ๐ข๐ณ
๐๐ข๐ฉ ๐ข๐ฏ๐จ๐ฐ๐ฏ ๐ค๐ข๐ฉ ๐ข๐ฏ๐จ๐ฐ๐ฏ ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ฌ๐ฏ๐ข ๐ฃ๐ญ๐ช๐ฎ๐ฃ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฌ๐ถ๐ธ๐ช
๐๐ถ๐ฏ๐บ๐ถ ๐ญ๐ถ๐ฏ๐บ๐ถ ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐ฆ๐ฌ๐ฏ๐ข ๐ฌ๐ข๐ฏ๐จ๐จ๐ฐ ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ด๐ถ๐ฉ ๐ฅ๐ฐ๐ฅ๐ฐ๐ต๐ช๐ณ๐ข
๐๐ฐ๐ฅ๐ฐ๐ต๐ช๐ณ๐ข ๐ฅ๐ฐ๐ฅ๐ฐ๐ต๐ช๐ณ๐ข ๐ฌ๐ถ๐ฎ๐ช๐ฏ๐ต๐ช๐ณ ๐ฃ๐ฆ๐ฅ๐ข๐ฉ ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ช๐ฏ๐จ๐จ๐ช๐ณ ๐๐ฐ๐ฏ๐ฅ๐ฐ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข ๐ซ๐ณ๐ถ๐ฎ๐ข๐ต๐ข๐ฏ๐ข ๐ฌ๐ข๐ฏ๐จ๐จ๐ฐ ๐ด๐ฆ๐ฃ๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฌ๐ฐ ๐ด๐ฐ๐ณ๐ฆ
๐๐ถ๐ฎ๐ฑ๐ถ๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ข๐ฅ๐ข๐ฏ๐จ ๐ณ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ถ๐ญ๐ข๐ฏ๐ฆ
๐๐ถ๐ฎ๐ฑ๐ถ๐ฏ๐จ ๐ซ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ณ ๐ฌ๐ข๐ญ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ๐ฆ
๐๐ถ๐ฏ ๐ด๐ถ๐ณ๐ข๐ฌ๐ข ๐ด๐ถ๐ณ๐ข๐ฌ ๐ฉ๐ช๐บ๐ฐ"
"Kidung ini memiliki susunan baris yang baku yaitu, tiga baris-dua baris, dua baris-tiga baris. Hal itu menggambarkan tiga fase untuk menjinakkan tenaga kawedar yakni mati suri, hidup kembali, mati suri lagi dan yang ketiga kalian harus memusnahkan tenaga inti murni yang telah kalian latih selama belasan tahun. Itu adalah inti sari pelajaran menguasai tenaga kawedar. Nah kalian bersiaplah. Jika aku tunda-tunda melepas tenaga kawedar, aku khawatir tubuhku akan membeku di buritan kapal ini."
Tiga prajurit Djipang itu duduk bersila membelakangi Raden Kuning. Mereka telah bersiap menerima hebatnya tenaga inti kawedar. Raden Kuning selanjutnya menotok tubuh Bujang Jawa, Punggawa Tuan dan Kedum di tujuh syaraf. Di leher, kedua pundaknya, dua titik di belikat dan dua titik di pinggang kanan-kiri. Jumlahnya tujuh titik yang kini dialiri tenaga inti kawedar milik Raden Kuning. Selanjutnya dimulailah penyaluran tenaga kawedar dimulai dari Bujang Jawa, Punggawa Tuan dan Punggawa Kedum.
Mereka yang telah mendapat petunjuk dengan jelas dari Raden Kuning nampak tenang dan mengikuti semua perintah dari Raden Kuning. Tenaga dalam milik mereka perlahan tapi pasti berubah panas ketika mendapat saluran sepertiga tenaga kawedar. Ketika hawa panas telah menyebar dan menyerang kepala, Raden Kuning menginstruksikan kepada mereka untuk melakukan tapa mati suri. Caranya dengan menutup aliran darah vital dalam tubuh. Setelah mendapat petunjuk, mereka lalu menutup semua aliran darah agar hawa panas yang menyiksa tubuh, bisa dikendalikan. Selanjutnya tiga prajurit pilih tanding itu berada dalam keadaan mati suri. Dalam fase mati ini waktu yang dibutuhkan untuk siuman adalah tak terhingga. Bisa tujuh, sepuluh atau bahkan hingga empat puluh hari atau lebih.
Raden Kuning tidak sadar bahwa apa yang baruย dilakukannya ini akan membuatnya terjerumus ke dalam lakon bukan dirinya di masa mendatang. Memang sulit sekali luka yang diderita Raden Kuning ini sehingga untuk menyembuhkan luka dalamnya ia harus merelakan tenaga dalam yang mendasari jurus-jurus awal sangkan paraning dumadi musnah. Setelah selesai memusnahkan tenaga inti kawedar dengan menyalurkannya ke tubuh lain, Raden Kuning ikut terkapar tak sadarkan diri menyusul Bujang Jawa, Punggawa Tuan dan Kedum yang tengah berjibaku untuk menguasai tenaga panas inti kawedar.
(Bersambung)
author re upload karena bab Bertemu Guru belum terupload, mohon dipermaklum