Chapter 7 - Putri Retno Wulan

"Terimakasih telah memberikan pelajaran berharga bagi kami hari ini Putri Retno Wulan. Kami mohon maaf jika sudah mengganggu harimu. Maafkan juga aku yang tadi tidak mengenalimu."

Seluruh prajurit nampak memberikan hormat dengan menundukkan bahu. Sementara sang wanita yang disebut-sebut Putri Retno Wulan itu kembali masuk ke warung kopi. "Hei pelayan mengapa belum kau suguhkan pesananku!"

Sontak pelayan di warung kopi itu berlarian ke dapur membawa teh dan kue untuk santapan sang Putri. Ya, putri Retno Wulan ini adalah keponakan Adipati Tuban Raden Haryo Balewot. Dia juga masih terhitung cucu jauh dari Sultan Trenggana Raja Demak. Selama ini Retno Wulan memang dikenal suka mengembara. Kedatangannya dari Surabaya di Tuban ini tak lain dan tak bukan untuk berkunjung kepada kakek gurunya Eyang Kyai Raden Sahid. Beruntung prajurit Soka Lulung tadi mengenali jurusnya.

"Hampir saja dia membubarkan rencanaku. Tetapi beruntung para telik sandi Djipang itu sudah tidak ada di sini ketika aku menyerah tadi," Soka Lulung mendengus kesal. Para prajuritnya cukup kaget begitu mengetahui wanita yang dijahili tadi adalah bangsawan Demak.

Raden Kuning mengernyitkan keningnya yang berpeluh. Dahinya langsung berubah dingin mencoba menerka apa gerangan yang tengah terjadi. Sebelum pasukan kecil Tuban itu membubarkan diri, ia kembali masuk ke dalam warung kopi dan duduk tenang di tempatnya semula.

"Hei pemuda. Temani aku minum teh."Suara kecil dari Retno Wulan itu terdengar jelas di telinganya.

Dengan perasaan gugup Raden Kuning datang tergopoh-gopoh. Ia lalu berdiri tegak di hadapan Retno Wulan sembari menundukkan punggungnya memberi penghormatan.

"Tak berani aku tuan Putri. Biarlah hamba berdiri saja di sini melayani kebutuhan Putri."

"Sudahlah. Jangan kau berpura-pura lagi!"Sang Putri segera menendang kursi kayu di hadapannya tepat mengarah ke Raden Kuning.

Pria yang tengah menyamar itu tidak bergerak. Kursi kayu itu tepat mengenai tulang keringnya. Sontak ia menjerit kencang seraya memegangi kaki kanannya. Nampak kakinya terluka akibat tak kuat menahan tendangan kursi kayu.

"Aduh..... Kakiku terluka. Apa salahku tuan Putri?"

Raden Kuning sengaja tidak melawan. Ia membiarkan kakinya terluka agar Sang Putri tidak curiga. Benar saja ketika melihat Raden Kuning terluka, Putri Retno Wulan segera menghampirinya. Dengan cekatan ia menotok kaki kanan Raden Kuning dan menaburkan serbuk obat yang diambil dari saku bajunya.

"Maaf aku salah menilaimu. Ternyata engkau kawula biasa."

(Bersambung)