Sore hari menjelang, para siswa dari YAMI NO KAMI pulang ke asrama masing-masing, kecuali Eugene. Ia masih sibuk mencari buku-buku tentang ilmu mimpi. Dalam benaknya, pertanyaan tentang arti dari mimpinya terus bergelayut. Apakah itu firasat baik atau malah buruk?
"Hei," bisikan tiba-tiba menghampiri telinganya, membuatnya terkejut. Ketika ia berbalik, ia melihat Hana berdiri di belakangnya. "Aaahhh, Hana!!!" teriak Eugene ketika terjatuh dan tertimpa tumpukan buku yang ia pegang.
"Eugene, kau sedang belajar ilmu mimpi ya?" tanya Hana dengan senyuman misterius di wajahnya.
"I..i..iya, begitulah," jawab Eugene, canggung.
"Kau ingin mencari tahu arti mimpi-mimpimu?" Hana melanjutkan.
"Ya, tepat sekali," jawab Eugene, merasa tertarik dengan pembicaraan ini.
"Hmm, apa ini kau mencari tentang pohon dan pendeta?" Hana tertawa kecil, lalu menutup mulutnya dengan tangannya. Wajah Eugene pun memerah, dan ia berusaha untuk menghindar.
Namun, Hana tak berhenti di situ. "Apakah pendeta itu memakai tongkat dan topi caping?" tanyanya lagi, membuat langkah Eugene terhenti.
Eugene berbalik dan berkata dengan rasa penasaran, "Bagaimana kau bisa tahu?"
Hana menjawab dengan enteng, "Keluargaku adalah keluarga dari klan terkuat. Ayahku bukanlah penyihir sembarangan, dan aku tahu tentang mimpi itu karena ayahku juga pernah mengalaminya sebelum terjun dalam pertempuran melawan iblis."
Hana kemudian memberikan beberapa buku kepada Eugene. "Ini adalah beberapa buku milik keluargaku. Mungkin ini bisa membantu kamu. Mimpi tidak semua orang memilikinya, jadi jaga dan pelajari dengan baik."
Kemudian Hana mengubah nada bicaranya menjadi lebih serius, "Kau tahu, Eugene, kadang-kadang orang terlalu naif dalam mengejar pengetahuan hingga mereka lupa akan diri mereka sendiri."
Hana meninggalkan perpustakaan, meninggalkan Eugene yang merenung. Saat malam menjelang, Eugene meminta Mario untuk menemaninya di kamar. Di sana, ia menceritakan semua tentang mimpi yang dialaminya.
Sambil mengunyah sandwich di tangannya, Mario berkomentar, "Aywo lwah bwung swebwawiknywa kwau bwertwanywa kwepwadwa awywah mwu" (Ayo lah, bung, sebaiknya kau bertanya kepada ayahmu).
"Eh, kau masih makan di jam segini?" tanya Eugene.
"Duh, rasanya enak banget. Aku memang selalu makan di jam malam agar tidak memikirkan hal-hal aneh," kata Mario sambil menelan sisa sandwich dan minum air.
"Fuaaahh, aku rasa aku akan begadang malam ini. Besok kan kita libur sekolah. Biar aku menjagamu malam ini, Eugene," kata Mario sambil duduk di kasur.
Eugene merebahkan dirinya, memejamkan matanya, dan akhirnya tertidur. Mario masih tetap terjaga, membaca buku, siap untuk menjaga temannya semalaman.
Perlahan-lahan, Eugene mulai memimpikan sesuatu. Ia kembali berada di tempat yang sama dengan di awal mimpi, di hadapan seorang pendeta yang sudah ia temui sebelumnya. Dalam keadaan terjaga, Eugene menatap pendeta itu yang duduk di sampingnya.
"Anak muda, kau sudah bangun?" tanya pendeta tersebut.
"Apakah ini mimpi? Aku tahu aku tidak berasal dari sini," desak Eugene dengan kebingungan.
Pendeta itu hanya tersenyum dan kemudian memberikan sebuah gulungan kertas kepada Eugene. "Ini adalah kenang-kenangan dariku. Mulai besok, kau mungkin tidak akan berada di sini. Kau akan terlibat dalam pertempuran di dalam area kastil. Jangan pernah membuka gulungan ini kecuali kau sudah bertemu dengan Yang Mulia."
Eugene merasa semakin keheranan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pendeta itu melangkah pergi, namun Eugene tidak bisa hanya diam begitu saja. "Tunggu!" teriaknya.
Pendeta itu berbalik, tersenyum lagi sebelum akhirnya menghilang dalam gelap. Penglihatan Eugene pun menjadi kabur, dan ia tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Dia terdiam sejenak, melihat Mario yang tampak tercengang dan memandanginya.
"Eugene, kau... kau sedang berfantasi aneh-aneh dalam tidurmu," ucap Mario dengan ekspresi tak percaya.
Eugene memandang Mario dengan keheranan, lalu bertanya, "Benarkah? Bagaimana kau bisa tahu apa yang ada dalam mimpiku?"
Mario dengan percaya diri menjawab, "Aku bisa melacak mimpimu. Aku tahu siapa pendeta itu, dan ia tinggal tidak jauh dari sini."
"Wah, kalau begitu ayo kita pergi ke sana," seru Eugene sambil bangkit dari tempat tidur dan mengenakan pakaian serta jaketnya.
Mereka berdua pun bersiap-siap untuk mencari tahu lebih lanjut tentang misteri di balik mimpi Eugene dan siapa sebenarnya pendeta itu. Petualangan baru menanti mereka, dan dengan semangat penuh, mereka keluar dari asrama menuju petualangan yang tak terduga. Kehidupan mereka akan terus dipenuhi dengan misteri dan tantangan, dan kisah mereka yang menarik akan terus berlanjut di masa depan.