Saat itu di apartemen Aris, sebelum Aris berangkat ke kantor
"Rani.. nanti malam, Ayah kandungmu Ryan akan menginap disini dengan Ayah. Kau tidak keberatan kan?" ucap Aris
"Menginap disini..? Kenapa begitu Ayah??" tanya Rani
"Mamimu dan dia telah membuat kesepakatan. Jadi, selama tiga tahun kedepan atau sampai kau lulus SMA, Mamimu akan bertukar tempat tinggal dengannya. Mamimu akan pindah kesebelah, tinggal bersama tante Lena dan Ayahmu Ryan disini bersama Ayah.." jelas Aris
"Tiga tahun??" Rani terkejut
"Iya Sayang. Tapi tidak semua hari dalam 3 tahun, maksudnya dalam seminggu hanya 3 kali.. Dan kau bebas menentukan harinya, ingin tinggal bersama siapa, misal dengan Mamimu atau Ayah kandungmu."
"Kenapa harus bertukar tempat. Rani sudah senang dengan keadaan kita yang sekarang.." ucap Rani tidak terima
"Iya Sayang, Ayah juga maunya begitu tapi kesepakatan ini telah dibuat oleh Mamimu dan Ayah kandungmu, sebagai bentuk pertanggungjawaban diriya terhadapmu. Mamimu ingin agar kau bisa lebih dekat dan saling mengenal dengannya.." Aris menjelaskan
"Tapi.. Ayah tidak pergi dari sini kan?" ucap Rani khawatir
"Aku tidak ingin dia nanti menggantikan posisi Ayah disini.. Ayahku hanya Ayah Aris. Aku tidak butuh yang lain.." lanjut Rani dengan ekspresi tidak senang
"Rani Sayang dengar ya, Ayah akan tetap ada disini bersama Rani. Ayah tidak akan pergi kemanapun.. karena ini kan tempat tinggal Ayah dan juga kita.. Ayah hanya ingin, nanti ketika Ayahmu Ryan datang menginap kesini, Rani memperlakukannya dengan baik. Jangan katakan kalau Rani tidak menginginkannya atau membencinya, dia akan sedih.. Biar bagaimana pun dia tetaplah Ayah kandung Rani, hubungan darah dan keluarga tidak bisa dihapus Sayang.." Aris menjelaskan pada Rani
"Lebih baik lagi kalau nanti Rani memangil dia dengan sebutan Ayah, Papa, atau Daddy, mungkin dia akan senang mendengarnya.. "
"Tapi Yah.." Rani berusaha menolak
"Rani kan anak yang baik dan penurut, jadi Rani mau kan melakukan itu semua buat Ayah?" bujuk Aris sambil menatap dalam putrinya itu
"Tapi.. " Rani masih belum bisa menerimanya
"Baiklah Sayang, kalau memang berat untuk memanggil Ayah, Papa, atau Daddy.. Rani bisa memanggilnya dengan sebutan apapun Ayah tidak akan memaksa, asal Rani memperlakukan dia dengan baik disini nanti ya?" pinta Aris
Kemudian Rani mengangguk sekali menjawab Aris dan Aris pun kemudian memeluk putrinya itu.
"Kalau begitu Rani, Ayah berangkat ke kantor dulu ya? Rani dirumah baik-baik.." ucap Aris sambil mengacak-acak rambut putrinya itu. Dan Aris pergi kekantor setelah Rani mencium tangannya untuk berpamitan.
Malam harinya, kami berempat beserta Rani dan juga Oka sedang bersiap untuk melakukan pertukaran dilorong apartemen. Saat itu,
"Halo Rani, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa sudah mendingan?" tanyaku pada Rani
Saat itu semua mata tertuju padanya terutama Mas Ryan dan Oka. Terlihat Mas Ryan yang masih gugup untuk menyapa putrinya itu, dia takut Rani membencinya karena perbuatan yang dilakukan pada Maminya waktu itu. Sedangkan Oka, dia masih belum terbiasa dengan kondisi ini. Sama seperti Papanya, dia juga terlihat malu-malu untuk menatap Kakak tirinya secara langsung. Hanya sesekali dia mencuri pandang dan itupun.. begitu Rani membalas menatapnya, dia terlihat seolah cuek dan langsung membuang muka.
"Mendingan..?? Rani sehat dan baik-baik saja kok Tante" balas Rani heran padaku
Shina yang sepertinya tahu bahwa aku telah mengetahui kebohongannya itu, kemudian berdehem lalu
"Tentu saja baik, dia kan sudah beristirahat seharian dirumah jadi kondisi badannya sudah pulih" ucap Shina yang diikuti oleh tindakan Aris dengan merangkul bahu putrinya itu, seolah menahannya untuk tidak bicara lebih lanjut, agar kebohongan Shina tidak terbongkar. Kemudian,
"Apa aku sebaiknya membawa bantal gulingku, Sayang?" bisik Ryan padaku
"Kamu kan tahu, aku terbiasa tertidur dengan memeluk sesuatu, seperti dirimu atau guling.."
"Akan lebih baik jika aku bisa tidur sambil memelukmu daripada guling itu.. tapi kan tidak mungkin.." ucap Ryan kembali yang kemudian kubalas dengan memberikan cubitan kecil diperutnya
"Sudah tidak perlu berlama-lama lagi, Ayo Lena.." ajak Shina sambil manarikku ke dalam unit kami
Ryan dan Aris yang menatap kejadian itupun terdiam. Tak lama berselang ketika kami masuk, akhirnya Aris mempersilahkan Ryan untuk masuk ke unitnya.
Beberapa saat kemudian, didalam kamar Aris, terlihat Ryan gusar dan tidak bisa tidur. Dia berulang kali membolak-balikkan badannya menghadap kanan dan kiri hingga akhirnya memutuskan untuk bangun dan duduk di atas kasur. Lalu,
"Halo Sayang, kau sedang apa?" ucap Ryan ditelpon padaku
"Aku tidak bisa tidur disini.. Sudah kubilang ide pertukaran ini tidak bisa kulakukan.." keluh Ryan
"Mas, apa tidak apa-apa Mas menelponku seperti ini. Sekarang sudah malam.. Mas tidurlah." balasku
"Aku tidak bisa tidur Sayang.. Karena tidak bisa tidur makanya aku memutuskan untuk menelponmu. Sayang.. tidak bisakah kau bujuk Shina, untuk malam ini kita tidak usah jadi melakukan pertukaran. Aku belum siap.. Maksudku, aku tidak bisa tidur ditempatnya menggantikan posisinya dengan tidur bersama Aris, aku.." Ryan yang belum menyelesaikan perkataannya dibuat terkejut oleh Aris yang tiba-tiba berkata
"Ryan, bisa kau kecilkan suaramu itu. Aku harus kerja besok pagi, aku tidak bisa tidur mendengar semua keluhanmu itu." tegur Aris
"Kalau kau tidak bisa tidur disini, lebih baik kau tidur diluar sana disofa atau dikamar Rani.. tidak ada juga yang mengharapkanmu untuk tidur disini denganku.." Aris melanjutkan
"Memangnya kau pikir aku juga mau, hah? Kalau bukan karena istrimu Shina dan kesepakatan konyol ini. Aku juga tidak akan sudi berada disini bersamamu." balas Ryan yang tidak senang
"Mas, kau tidak boleh emosi seperti itu. Biar bagaimanapun Mas kan sebagai tamu disana. Mas, harus menghormati tuan rumah. Sudah Mas tidur saja ya.. Nanti aku akan membicarakan hal ini dengan Shina agar besok pertukarannya tidak usah dilakukan dulu." ucapku
"Iya Sayang makasih. Kamu memang perhatian banget sama aku. Untung kamu yang jadi istriku, aku jadi merasa sangat bersyukur.." ucap Ryan yang dengan sengaja agak mengeraskan sedikit suaranya untuk membuat Aris jengkel
"Kalau begitu Mas coba untuk tidur.. tarik nafas yang dalam, tidak usah memikirkan apapun dan langsung pejamkan mata Mas. Coba lakukan itu agar Mas bisa segera tertidur." ucapku memberi saran
"Iya Sayang, nanti aku coba. Makasih ya. Coba ada kamu disini, aku jadi pengen meluk sama cium kamu.."
"Sudah Mas, sana cepat tidur. Dan lakukan seperti yang tadi kubilang." balasku
"Iya Sayang. Kamu juga cepat tidur ya.. Mimpi yang indah.. Ehh, nggak. Mimpiin aku aja. Kalau kamu mimpiin aku pasti mimpimu indah.." ucap Ryan sambil tersenyum
Dan tak lama panggilan telpon pun berakhir. Kemudian,
"Kasihan sekali Lena, dia harus merawat bayi disini.. " ucap Aris tiba-tiba menyindir
"Bayi..? Kau mengatai aku Bayi??" ucap Ryan tidak senang dengan menaikkan sedikit intonasi suaranya.
Aris diam tidak merespon. Kemudian
"Lena beruntung bisa menikah dan punya suami seperti aku, dibandingkan denganmu yang seorang penipu." ucap Ryan
"Penipu??" respon Aris terkejut
"Iya.. Penipu. Berlagak sok baik, perhatian, untuk mendapatkan simpati dari Lena. Jangan kau pikir aku tidak tahu maksud apa yang ada dibalik semua perbuatanmu itu. Kau sengaja pindah kesini untuk bisa dekat dengan Lena kan? Kau ingin merebut Lena kembali.." balas Ryan
"Bahkan jika aku seorang penipu sekalipun, setidaknya itu lebih baik dibandingkan dengan seorang brengsek yang tega meninggalkan wanita yang telah dia hamilinya sendirian untuk melepaskan tanggung jawabnya.." balas Aris
"KAU..." ucap Ryan emosi yang bersiap mengepalkan tangannya untuk meninju Aris. Akan tetapi, dia kemudian mengurungkan niatnya itu.
"Kalau bukan karena aku tidak ingin membuat Lena kecewa lagi padaku, dan juga keberadaan Rani disini, aku pasti akan menghajarmu sampai mati.." ucap Ryan sambil menahan emosi
"Jangan pernah coba dekati atau goda istriku.. Kali ini aku tidak main-main. Aku akan membuatmu menyesal seumur hidup.." ancam Ryan sebelum dia berbalik memunggungi Aris dan mencoba kembali untuk tidur
Sementara ditempat lain, terlihat Shina yang sedang berjalan sambil memperhatikan sekeliling kamar kami. Kemudian dia mengambil salah satu botol parfum Ryan dan menyemprotkannya di pergelangan tangannya. Dia mencium aromanya lalu sesaat kemudian berkata,
"Seleranya tidak berubah. Masih sama seperti dulu.." ucap Shina tersenyum
"Shina, apa kau tahu perbuatanmu ini sekarang sangatlah tidak sopan. Berani sekali kau menggunakan parfum suamiku tanpa izin sambil mengucapkan itu semua, kau sengaja ingin membuatku cemburu, hah?" ucapku dengan nada tidak senang
"Maaf aku tidak bermaksud untuk membuatmu cemburu, tapi melihat semua barang-barang Ryan disini membuatku jadi sedikit bernostalgia. Ternyata kebiasaan dan semua koleksinya dari dulu tidaklah berubah. Aku ingat ketika kita tinggal bersama dulu, dia juga mengatur semua barang-barangnya persis seperti sekarang ini.." lanjutnya
Tanpa mau mendengar atau meresponnya aku memilih untuk pergi keluar kamar meninggalkannya. Aku pergi kedapur meminum air sebanyak mungkin untuk meredam emosiku saat itu. Entah kenapa, aku sedikit menyesali membuat perjanjian seperti ini, dengan memilih tinggal dengannya.
"Tiga tahun..?? Itu waktu yang cukup lama bukan. Semoga aku bisa bertahan dengan semua kondisi ini. Aku ingin agar perjanjian ini segera berakhir dan kehidupanku dapat kembali normal seperti sedia kala.." ucapku dalam hati sambil ku menarik nafas panjang.