Saat itu diapartemen Ryan dan Lena
"Mama.. " ucap Oka antusias ketika melihatku datang
"Oka Sayang.." aku memeluk Oka
"Wah, akhirnya kalian baikan juga ya.." ucap Oka tersenyum
"Siapa bilang, aku masih belum memaafkan Papamu itu. Untuk malam ini, biarkan dia tidur dikamarmu dulu ya" ucapku dengan nada jutek
"tapi Sayang.. " Ryan menolak
"Masa hanya karena Jessy kau jadi marah seperti ini sih Sayang. Aku kan tetap memilihmu untuk jadi istriku.. Kau itu lebih cantik seribu.. tidak, bahkan sejuta kali darinya.."
Tanpa menghiraukan perkataan Ryan, akupun memilih untuk masuk kekamar. Sementara Oka dan Ryan,
"Pa, Jessy itu siapa lagi? Papa ini ya, sudah tau Mama itu orangnya cemburuan. Masih saja bertingkah yang aneh-aneh." Oka menggeleng-gelengkan kepalanya
"Sayang.. " Ryan masih tetap membujukku
"Pa.. percuma. Mama gak bakalan dengerin semua ocehan Papa itu. Mama masih kesal.. Lagian, Papa ini bukannya baikan sama Mama malah bikin masalah makin runyam" Oka mengeluh
"Hey Oka, kamu itu bukannya bantuin Papa malah bikin mood Papa makin buruk." jawab Ryan pada anaknya itu
"Biarin aja dulu Pa, Mama dikamar nenangin diri. Cewek itu kalau lagi ngambek butuh waktu buat nenangin diri." Oka menjelaskan
"Sok tahu kamu. Pacar aja kamu gak ada.. Sok-sok-an pake nasehatin Papa masalah cewek segala" ucap Ryan
"Gak ada pacar bukan berarti Oka gak ngerti masalah cewek kan Pa? Yang mau sama Oka tuh banyak disekolah, apalagi Kakak kelas.. gini-gini kan Oka populer.. Cuma Okanya aja yang masih belum mau pacaran."
"Lagian, punya cewe itu tuh ribet. Apa-apa harus diperhatiin, dikit-dikit berantem, ngambek, belum lagi kalau dapet yang suka ngatur-ngatur gitu. Males banget.. Nanti aja cari cewek kalau kita sudah kerja atau mapan. Bahkan mungkin ceweknya sendiri yang nanti bakalan dateng sama kita kalau kita sudah mapan.." Oka menjelaskan
"Hhu! Gaya kamu.." sambil Ryan menjitak kepala anaknya itu
"Nih, Oka ajarin ya Pa. Cara ngebujuk cewek itu tuh harus punya strategi. Kita harus tahu dulu dia pekanya sama apa.. Misalnya Mama nih contoh, Oka tau Mama itu tuh sifatnya ga tegaan. Jadi, bisa kita manfaatin sisinya yang itu.." Oka bercerita dengan antusias dengan Papanya
"Terus apa rencana kamu buat manfaatin sisi Mamamu yang itu?" Ryan penasaran
Oka pun membisikkan suatu rencana pada Papanya itu, hingga
"Hah! Pura-pura sakit??" ucap Ryan kaget
"Ssttts.. Pelan-pelan Pa. Nanti Mama denger dikamar" bisik Oka
"Yakin kamu bisa berhasil?" Ryan memastikan
"Pokoknya Papa tenang aja. Malam ini Papa bakalan bisa tidur bareng sama Mama.." sambil Oka mengedipkan mata
Sementara itu didalam kamar, aku yang sedang fokus menulis dan membuat poin-poin perjanjian yang nanti akan di ajukan pada Shina dan Ryan, untuk dijalani sebagai penebus kesalahan Ryan dalam hal pertanggung jawabannya terhadap Rani. Ketika sedang menyusun poin-poin tersebut, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kamar
"Ma.. Maa... ini Oka. Buka pintunya Ma.."
Lalu aku pun keluar untuk membuka pintu kamar
"Ma, tempat obat-obatan itu dimana ya. Kasian Papa, demam dia.. katanya abis kena hujan-hujanan tadi" ucap Oka
"Hujan-hujanan apa? Orang dia tadi jemput Mama kerumah Karin pake ojek mobil gitu" jawabku ketus
"Ihh Mama.. Masa gak percaya sih sama Oka. Kalau Mama gak percaya coba cek suhu tubuhnya Papa sekarang.." ajak Oka
"Telapak tangan sama keningnya Papa panas Ma. Kasian Papa.." Oka memelas
dan akupun pergi ke kamar Oka dan melihat Ryan yang sedang terbaring dikasur. Kemudian aku menaruh telapak tanganku yang satu di keningnya dan yang satunya lagi dikeningku untuk mengukur perbedaan suhu tubuh kami. Tiba-tiba Ryan memegang tanganku itu..
"Kamu gak usah kesini Sayang, nanti kamu bisa ketularan demam.." ucapnya berakting
Namun, saat aku memegang kening Ryan dan telapak tangannya Ryan yang tadi menyentuh tanganku itu, ternyata benar, sangat panas.
"Ya ampunn.. Mas. Kok kamu bisa gini? Kita ke dokter sekarang ya.. demam kamu tinggi banget." ucapku panik
"Gak usah Sayang. Aku minum obat aja, paling bentar lagi juga sembuh." balas Ryan
"Kita ke dokter aja Mas. Kalau demammu makin parah gimana?"
"Gak apa-apa Sayang. Lagian ini kan cuma demam biasa. Mungkin karena tadi kena hujan.." ucap Ryan yang masih berbohong
"Maaf ya Mas.. Gara-gara jemput aku dirumah Karin, kamu jadi sakit gini.."
ucapku merasa bersalah
"Sebenarnya.. waktu itu, ketika kamu nelpon Karin buat nanyain aku, aku ada disamping Karin. Bahkan Karin juga loudspeaker telponnya, biar aku bisa dengerin semua yang kamu omongin Mas.."
"Aku minta maaf, harusnya aku nolak rencana Karin yang nyuruh kamu datang nyamar jadi tukang ojekfood waktu itu. Maafkan aku ya Mas.. kalau bukan kamu jemput aku, kamu gak bakalan kena hujan dan bisa sakit kayak gini" ucapku menyesal
Ryan kemudian terbangun dari tempat tidurnya dan memelukku, kemudian dia bilang
"Gak apa-apa kok Sayang, lagian emang seharusnya aku lakuin itu ke kamu. Aku memang berniat buat minta maaf sama kamu, tapi kamu yang saat itu masih marah sepertinya sulit untuk ditemui. Makanya aku menyetujui ide Karin waktu itu.. Jadi, itu sepenuhnya bukan salah kamu kok.."
kemudian Ryan kembali berkata
"Kamu juga maafin aku ya.."
"Iya Mas.." balasku sambil sedikit terharu dan menitikkan airmata
Saat itu, Oka yang melihat kejadian itu semua dari dekat pintu kamar kemudian mengacungkan jempolnya ke arah Papanya, seolah berkata "Kita berhasil!" Sementara Ryan membalas Oka dengan mengedipkan sebelah matanya itu.
Beberapa saat kemudian, setelah Ryan pindah ke kamar kami dan aku juga sudah memberikan makan padanya dan juga obat yang mungkin diam-diam sudah dibuangnya.
"Sayang, sepertinya demamku sudah hilang" ucapnya tiba-tiba
Saat itu, aku masih fokus menulis poin-poin tadi yang belum aku selesaikan. Ryan kembali berkata
"Sayang, handuk kompresannya ini gak usah dipake lagi ya. Aku rasa badanku udah agak mendingan sekarang.." ucap Ryan sambil memindahkan handuk dikeningnya itu
"Sayang.. " Ryan masih terus memanggilku
Melihat aku yang masih tidak memberikan respon padanya kemudian Ryan memilih bangun dari tempat tidurnya untuk melihat apa yang sedang kutulis.
"Kamu lagi fokus nulis apa sih, sampe aku dari tadi manggil dan ajak ngomong kamu tapi kamu gak hirauin.. " ucap Ryan sambil berdiri dan berjalan menghampiriku
"Ini.. Kontrak perjanjian kesepakatan yang bakal kamu lakuin sama Shina selama 3 tahun kedepan.." jawabku yang masih terus menulis
"Wah, Sayang.. Aku gak nyangka. Ternyata kamu sebegitu perhatiannya ke aku, bahkan kamu rela ngeluangin waktu dan pikiranmu untuk buat itu semua.. Aku bener bener bangga sama kamu Sayang. Jadi makin cinta.." ucap Ryan sambil memelukku dari belakang
"Aduh Mas, jangan diganggu dulu ini.. Aku masih nulis.." ucapku menolak pelukannya
"Ohh.. Iya. Maaf.. Maaf.. Sayang" ucap Ryan sambil mengangkat tangannya dari tubuhku
"Kamu butuh apa? Mau aku pijitin atau aku ambilin minum Sayang.." Ryan menawarkan
"Gak usah Mas. Kamu cukup duduk tenang aja diatas kasur itu, jangan ganggu aku karna aku lagi fokus.." ucapku
"Oke.. Oke.. Baik Sayang." ucap Ryan menyetujui
Kemudian, setelah aku menyelesaikan tulisanku. Aku pun langsung memperlihatkannya pada Ryan. Saat itu respon Ryan sambil mengernyitkan keningnya
"Sayang, apa-apaan ini?" ucap Ryan kaget, tidak setuju