" Eline…ada yang harus aku bicarakan dengan mu"
" Ya…" Eline berbalik dan menatap siapa yang berbicara dengan nya, dan ia menatap Kenneth yang memanggil nya.
" Ah.. bagus lah.. kau punya waktu? "
Lagi.. kejadian ini terulang lagi.. aku hanya bisa membeku sambil menatap nya.. ayo kerjasama lah tubuh ku, bergerak lah… bergerak lah. Dan bebicaralah yang benar.. ia perlu bantuan mu. Sial nya aku hanya bisa mengerakan jari-jari tangan ku dengan aneh..,berikan dia jawaban, beri dia anggukan…gerakan tangan Eline lebih terlihat seperti seseorang yang terkena kejang, kedua pergelangan tangan nya bergerak berputar ke kiri dan kanan berkali-kali.
"Jadi?" Tanya Kenneth sekali lagi
Aku tau aku sangat menyukai nya, sehingga ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan, dari sekian banyak wanita.. aku lah wanita yang dapat berkomunikasi dengan nya dengan jarak sedekat ini, dan aku juga mengetahui.. jika para wanita sekarang menatap ku dengan tajam, seperti silet yang siap mengiris setiap kulit ku.., tentu.. tentu pada saat seperti ini aku harus tetap menjaga pikiran ku di bandingkan dengan perasaan ku. Aku harus professional..
Eline menutup mata nya cukup lama, sambil sesekali menarik nafas pelan, menyadarkan setiap pikiran nya yang terlalu tergiur dengan hidangan di depan nya.. begitu mendapat kesegeran. Ia membuka mata nya dengan cepat dengan tatapan yang berbeda dan mantap ia menjawab " Ya… aku bisa membantu mu.., apa itu" Jawab Eline yang sama sekali tidak mengunakan perasaan nya saat ini
" Aku sedikit binggung dengan cerita bagian ini.. bagaimana aku bisa memerankan nya" Kenneth berjalan semakin dekat sambil memengang kertas naskah, semakin dekat dan semakin dekat, hingga mereka berdiri bersampingan, ia mengangkat kertas tersebut dan menunjukan line mana yang ia tidak pahami.
Tangan kami bersentuhan.. lembut.. sangat lembut dan halus.., mata Eline melirik kearah tangan mereka yang tanpa sengaja bersentuhan, ia sama sekali tidak focus terhadap line yang di tunjuk oleh Kenneth. Ia menelan ludah sambil menahan nafas .. jantung nya berdetak cepat. Eline bukan kah kau ingin menjadi seorang sutradara? Bagaimana kau bisa menjadi sutradara yang hebat.. jika kau saja tidak dapat bertindak professional.. ini hanya sebagian kecil hal yang harus kau lalui.., setelah acara ini selesai.. kau boleh menikmati setiap sentuhan.. semua nya..,
Tatapan mata Eline kembali berubah, ia mengubah arah pandang nya kearah line yang di tunjuk Kenneth dan segera memahami apa yang di maksud " Kau hanya perlu pasrah pada saat ini.. kau hanya perlu memberikan ekspresi sedatar mungkin. Biarkan para pemain lain yang bergerak menghidupkan suasana.."
"Oh..jadi seperti itu" Kenneth mengangguk "Ini kali pertama ku untuk bermain peran, karena itu aku tidak memahami nya.. aku benar-benar berterimakasih sudah membantu ku" Kenneth tersenyum lembut kepada Eline
Eline segera membuat muka menyadari jika Kenneth akan memberikan senyuman kepada nya, jangan sampai aku melihat senyuman itu.. dengan jarak sedekat ini.. kalau tidak.. aku mungkin tidak dapat menahan nya lagi… dan langsung berlari kearah nya
" Kalau tidak ada lagi.. aku pergi dulu" Eline segera berlari keluar ruangan sambil memengang jantung nya yang hampir copot.
" Dia berlari dari ku? Menarik " Senyum Kenneth sambil menatap kepergiaan Eline
Ini siksaan … bagaimana aku bisa terus begini? Aku harus terus menjauhi nya sebisa mungkin. Di mana mata ini malah memilih untuk terus melihat nya. Tangan kami tadi bersentuhan…, Eline bergerak menyentuh tangan nya yang bersentuhan, ia mulai berusaha menciumi aroma tangan nya, berusaha mencari jejak-jejak aroma yang tersisa dari sentuhan tersebut.
Lubang hidung nya membesar sempurna , siap untuk menghirup semua sisa aroma tersebut sebelum lenyap. Ia bahkan berpikir harus mengabadikan tangan nya dengan beberapa kali jepretan kamera, ia bahkan juga harus rela mandi dengan tangan terangkat satu , agar aroma tersebut tidak hilang, ia masih mengendus nya saat berada di atas kasur favorit nya, berguling-guling dengan wajah yang terus tersenyum. Sesekali ia menutupi wajah nya dengan bantal karena merasa malu atas kejadian tadi, menyembunyikan wajah merah nya yang tidak ada orang yang akan melihat nya.