.
.
"Paman Prayata..?" panggil Aeera dari balik punggung Naresh.
Pria itu terdiam untuk beberapa saat, sebelum akhirnya melepaskan masker dan kacamata hitamnya, wajah tampan tanpa ekspresi itu terlihat dipenuhi dengan keluhan.
"Jangan panggil aku paman, usia ku masih 23 tahun. Kau bisa memanggilku Kak Yata atau bahkan memanggilku Yata saja."
"Ah, jadi itu memang benar-benar pama--maksudku.. Kak Yata. Apa yang kakak lakukan disini?"
Sebelum pria itu sempat menjawab, Naresh sudah lebih dulu memotong perkataannya. "Apa yang dia lakukan? Kenapa kau masih harus bertanya padanya? Jelas-jelas jika dia sedang membuntuti kita sejak tadi!"
"Aku tidak membuntuti, aku hanya sedang mengawasi. Aku takut, jika kau melakukan sesuatu yang buruk pada Aeera. Melihat dari penampilanmu, kau sepertinya bukan anak yang baik..?"
"Sebelum menilai penampilan ku, lebih baik kau perbaiki dulu penampilan mu! Kenapa kau harus berpakaian dengan cara yang aneh? Membuat orang lain curiga saat melihat mu. Apa kau tidak tahu jika kau terlihat seperti seorang penguntit?!"
Sebenarnya, Aeera ingin ikut berkomentar bahwa keduanya memiliki penampilan yang sama-sama buruk. Satu terlihat seperti seorang preman, sementara satunya lagi terlihat seperti seorang penguntit. Tidak satupun yang terlihat baik di mata orang lain.
"Sudahlah. Jangan ribut, atau kita akan menarik banyak perhatian dari orang lain." ucapnya mengingatkan.
"Huh!"
"..."
Aeera hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihat sikap kekanakkan kedua orang itu. Dia sudah berniat untuk meninggalkan mereka, ketika Yata tiba-tiba memanggilnya.
"Aeera,.. Ibuku mengundangmu untuk makan malam di rumah. Bisakah kau meluangkan waktu untuk itu?"
Tawaran itu benar-benar menarik bagi Aeera, lagi pula dia sudah bosan makan sendirian. Meski Bibi Malla akan selalu menemaninya saat waktu makan, tapi wanita tua itu tidak pernah mau duduk dan makan bersamanya. Jadi Aeera selalu merasa kesepian saat makan dirumahnya. Setelah berpikir untuk beberapa saat, Aeera menyetujui ajakan itu.
"Baik. Aku akan datang untuk makan malam."
"Setelah ku pikirkan lagi, bagaimana jika kau ikut pulang dengan ku sekarang? Ini sudah sore, dan akan sangat merepotkan jika aku harus menjemputmu lagi nanti malam."
Aeera pikir itu ide yang bagus, jadi dia setuju dengan mudah. Sebelum dia pergi bersama Yata, Aeera melambaikan salam perpisahan pada Naresh yang terlihat tidak begitu senang. "Aku pergi dulu, kau juga sebaiknya segera pulang. Sampai jumpa besok."
"Hati-hati..!" maksudnya sudah jelas, Naresh menyuruh Aeera untuk berhati-hati pada Yata. Bahkan meski gadis itu sudah memberitahu Naresh jika dia mengenal pria itu, tampaknya Naresh masih khawatir padanya. Entah kenapa, hal itu membuat hati Aeera terasa hangat.
******
"Aeera, akhirnya kau datang.." Gwen memeluk gadis itu, lalu menyeretnya untuk duduk di sofa. "Duduklah dulu, kau pasti lelah setelah perjalanan jauh. Apa kau ingin minum? Yata, pergilah ke dapur dan ambilkan jus serta makanan ringan untuk Aeera!"
Pria itu hanya bergumam saat berjalan pergi dari ruang tamu. Setelah beberapa menit, dia kembali dengan jus dan makanan ringan di tangannya. Dia kemudian ikut duduk, mendengarkan pembicaraan Gwen dan Aeera.
"Bagaimana dengan sekolah mu, apa semua baik-baik saja? Tidak ada yang menindasmu kan? Jika ada masalah apapun, kau bisa langsung menghubungi bibi."
"Sekolah ku baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya, tapi untuk saat ini aku tidak memiliki masalah apapun." Aeera sangat tersentuh dengan semua perhatian yang diberikan Gwen padanya. Karena itulah dia terlihat sangat senang saat tinggal disana, bahkan merasa enggan untuk pergi ketika mereka selesai makan malam.
Aeera tidak langsung pulang setelah mereka selesai makan malam, dia memilih untuk beristirahat sejenak di ruang tamu, duduk di sana dengan posisi malas. Dengan keadaan perut yang terisi penuh, dia terlihat sedikit mengantuk. Kepalanya terkulai dibantalan sofa yang empuk, dan tanpa sadar Aeera sudah tertidur saat Yata datang dari dapur dengan sepiring buah untuk pencuci mulut.
Pria itu meletakkan piring yang penuh dengan potongan buah-buahan segar, dia duduk disamping Aeera, menjulurkan tangannya untuk merapihkan beberapa rambut yang menutupi wajah gadis itu.
"Aah. Apa Aeera tertidur?" suara itu terdengar dari belakang tubuh Yata. Pria itu mengangguk tanpa suara, dan kembali mendengar Gwen berbicara. "Biarkan dia tidur, kau bisa memindahkannya ke kamar tamu. Aku sudah menyuruh beberapa pelayan untuk membersihkannya tadi siang, jadi kau bisa langsung membawa Aeera untuk beristirahat disana."
"Baik."
"Yata, setelah ini bisakah kau menghubungi adik mu? Dia masih belum pulang sejak tadi, pasti lupa waktu lagi saat bermain dengan teman-temannya, hufh.." ujar Gwen sebelum dia pergi untuk membersihkan meja makan.
"Akan ku lakukan."
Yata melakukan dengan sangat hati-hati saat membawa Aeera ke kamar tamu, dia tidak ingin membangunkan gadis itu. Ketika dia berhasil menidurkannya di tempat tidur, pria itu menghela napas lega.
Dia tidak langsung pergi, Yata menghabiskan sedikit waktu untuk memandangi wajah tidur Aeera yang terlihat damai. Kemudian, pria itu menyadari jika Aeera masih mengenakan seragam sekolahnya. Dia pikir, akan sangat tidak nyaman untuk tertidur dengan pakaian itu, jadi Yata pergi ke kamarnya untuk mengambil satu setel piama yang sudah sangat kecil. Lalu, memberikannya kepada seorang pelayan wanita untuk membantunya menggantikan baju Aeera.
"Selamat tidur, peri kecil.." pria itu meninggalkan ciuman di kening Aeera, tanpa mengetahui jika pemandangan itu telah di lihat oleh seseorang.
******
Aeera tidak tahu kapan dia pernah menyinggung perasaan kakak kelas di sekolahnya, dia hanya ingat jika dia pernah tidak sengaja terlibat sedikit insiden kecil. Tapi, bukankah dia sudah pernah meminta maaf sebelumnya pada pemuda itu? Jadi kenapa pemuda itu tiba-tiba mencarinya sekarang? Apa yang dia inginkan dari Aeera?
"Um, kak..? Kenapa kakak memanggilku?" gadis itu hampir tidak bisa berdiri tegak saat berada di depan pemuda itu, apalagi orang lain tengah menatapnya dengan tatapan tajam.
"Siapa namamu?" suaranya terdengar lebih berat dari suara milik Naresh. Hal itu terdengar aneh, namun juga unik di telinganya.
"Aeera."
"Istirahat nanti, temui aku di kantin. Ada yang ingin aku bicarakan dengan mu." setelah mengatakan hal itu, dia pergi meninggalkan Aeera yang masih berdiri di depan pintu kelasnya.
Wajah gadis itu terlihat terkejut dan bingung. Dia tidak tahu apa niat pemuda itu, dan merasa sedikit aneh di dalam hatinya. Pada kehidupan sebelumnya, Aeera tidak ingat jika dia pernah dekat dengan kakak kelas ini. Tapi pada kehidupan ini, sepertinya ada banyak sekali perubahan yang terjadi. Awalnya dia tidak ingin memikirkan hal itu, tapi saat mengingat perkataan si pemuda yang memintanya untuk bertemu, Aeera tidak bisa untuk tidak memikirkan alasan kakak kelasnya datang untuk menemuinya.
Kenapa? Kenapa semuanya berjalan dengan alur yang berbeda dari sebelumnya? Aeera bahkan belum melakukan pergerakkan apapun yang bisa mengubah masa depannya. Tapi tampaknya, masa depannya sudah dengan perlahan berubah ke arah yang berbeda.
Pada saat-saat seperti ini, Aeera mulai merindukan kehadiran Naresh, setidaknya jika pemuda itu ada di sampingnya, pikirannya akan sedikit teralihkan dari hal-hal yang membuatnya sakit kepala.
'Itu benar, dimana dia? Kenapa dia belum muncul juga? Jangan bilang jika dia sedang bolos sendirian? Cih. Awas saja, jika aku menemukannya, akan ku seret dia ke perpustakaan untuk belajar! Enak-enaknya dia pergi bersenang-senang sendirian!' batinnya jengkel.
.
.
.
Tbc