.
.
Josh membawa Aeera pulang ke rumahnya, dia berkata jika istrinya, bibi Wenda ingin menemuinya. Aeera hanya bisa menuruti perkataan paman Josh untuk ikut makan malam disana, meski pun sebenarnya dia sama sekali tidak ingin tinggal begitu lama di tempat itu.
Gadis itu disambut dengan begitu hangat oleh keluarga Josh, bahkan Adella dan Navya, putri Josh bersikap begitu ramah padanya. Mereka meminjamkan Aeera pakaian ganti, dan memberinya beberapa hadiah kecil.
Sayangnya, Aeera sudah tahu jika semua kebaikan dan kehangatan itu semua adalah palsu.
Dia bukanlah gadis bodoh dari masa lalu, Aeera tidak lagi akan tertipu dengan trik yang sama. Tapi, untuk tidak menibulkan masalah, dia berpura-pura untuk tersentuh dengan semua kebaikan yang mereka berikan padanya. Aeera tidak begitu khawatir dengan masalah Josh dan keluarganya, karena gadis itu yakin jika dia bisa menggagalkan rencana Josh. Tapi untuk saat ini, Aeera tidak mau melakukan pergerakkan apapun.
Gadis itu berpikir untuk sedikit mempermainkan perasaan Josh dan keluarganya. Dia juga ingin melihat, orang-orang yang berniat buruk padanya. Karena sebelumnya, Aeera hanya mengetahui semua itu dari perkataan orang lain.
"Aeera, apa hari minggu ini kau senggang? Bagaimana jika kita pergi berbelanja bersama?" Navya yang duduk di samping Aeera memberikan tatapan memohon padanya.
Saat itu, Aeera sedang menikmati beberapa potongan buah sebagai pencuci mulut. Dia sedikit berpikir untuk sejenak, mencoba mengingat kembali tentang kenangan lamanya. Sejauh yang Aeera ingat, saat mereka berbelanja hari itu, Navya meninggalkan dompetnya dirumah. Sehingga Aeera harus membayar semua barang belanjaan gadis itu.
Tapi, tentu saja. Di kehidupan ini, Aeera akan menghindari semua kejadian yang hanya merugikannya. Gadis itu juga akan sedikit memberi pelajaran pada Navya untuk semua perbuatan buruknya di masa lalu.
"Tentu, mari kita pergi berbelanja." gadis itu menjawab dengan senyuman santainya.
"Itu bagus! Kalau begitu, mari bertemu di disini pukul 1 siang."
"Baiklah."
Setelah makan malam itu berakhir, Aeera tidak membuang waktu untuk pulang. Dia juga menolak tawaran untuk menginap dengan halus, sebelum akhirnya pamit pada Josh dan Wanda. Pak Zul, supir paman Josh, mengantar Aeera kembali ke kediamannya dengan selamat.
Tapi, gadis itu sama sekali tidak mengira jika dia akan menemui seseorang di depan rumahnya.
"Kak Yata? Apa yang kakak lakukan disini?" Aeera yang melihat sosok itu segera turun dari mobil dan menghampiri pria yang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya.
"Dari mana saja kau? Kenapa kau tidak langsung pulang ke rumah?" pria itu mencengkram tangan Aeera, dia melirik tajam ke arah Pak Zul yang juga ikut turun dari mobil.
"Pulang sekolah tadi, paman Josh menjemputku. Aku juga harus tinggal dirumahnya untuk makan malam, dan.. itu Pak Zul, supir paman Josh." jelas Aeera.
"..."
"Kenapa kakak ada disini?"
Pria itu sedikit melonggarkan cengkraman tangannya, melihat Aeera dengan tatapan yang lebih lembut. "Ibuku ingin mengajakmu makan malam lagi, jadi aku menjemput mu di sekolah. Tapi kau tidak ada disana, jadi aku pergi ke rumah mu dan mendapat kabar jika kau belum pulang. Jadi, aku menunggumu disini.."
"Eh? Kakak menungguku sejak tadi siang? Kenapa kakak tidak memberiku kabar?" Aeera tidak menyangka jika pria itu akan menunggunya pulang hanya karena dia belum pulang ke rumahnya.
"Bagaimana aku ingin memberi kabar jika aku saja tidak tahu nomor telepon mu?" pria itu segera menunjukkan senyuman sedihnya.
Aeera sungguh tidak percaya dengan perkataan itu, mengingat jika pria ini sudah membuntutinya di kehidupan masa lalunya. Tentu saja, jika untuk mengetahui nomor teleponnya, Yata pasti bisa mendapatkannya dengan mudah. Tapi Aeera menahan keinginannya untuk memutar bola matanya, dia hanya menjulurkan tangannya ke arah Yata dan berkata; "Berikan aku ponsel mu.."
Pria itu segera memberikan ponselnya dengan cepat. Dia melihat jari-jari Aeera yang menekan beberapa nomor di ponselnya, sebelum akhirnya menyerahkan ponsel itu kembali padanya.
"Lain kali, jika kakak ingin menemuiku. Kak Yata bisa menghubungiku terlebih dahulu."
"Baik."
"Ini sudah malam, sebaiknya kakak pulang. Aku juga ingin beristirahat."
"Ya."
"Hm.. kak, Tanganku.." gadis itu melirik tangannya yang masih di genggam oleh Yata.
Pria itu tidak segera melepaskan tangan Aeera, dia menarik gadis itu ke pelukannya. Aeera yang tiba-tiba ditarik oleh Yata, hanya bisa terkejut dalam diam, tubuhnya membeku untuk sesaat. Dia bahkan tidak menyadari saat Yata memberikan ciuman di kepalanya.
"Selamat malam.." setelah membisikkan kalimat itu. Yata baru melepaskan gadis itu. "Sudah malam, cepatlah masuk. Udara dingin ini tidak baik untuk kesehatanmu."
"..."
Aeera tidak mengatakan apa-apa, dia hanya berjalan pergi tanpa berniat menoleh ke belakang.
******
"Aeera~ beri aku nomor telepon mu!" Naresh melompat turun dari mejanya, berlari menghampiri gadis yang baru saja datang.
"Ini benar-benar menyedihkan, kita sudah berteman sejak lama. Tapi bagaimana mungkin aku tidak memiliki nomor telepon mu?"
Pemuda itu memberikan ekspresi depresi. Dia mengaitkan lengannya di lengan gadis itu, menuntunnya menuju meja mereka. "Keluarkan ponselmu, dan beri aku nomor teleponmu."
"Tidak bisakah aku duduk dulu?" gadis itu menghela napas lelah.
Dia memiliki kantung mata yang berwarna hitam, setelah kesulitan tidur di malam itu. Aeera mengalami mimpi buruk, dan sebagian mimpi itu adalah kenangan buruk dari masa lalunya.
"Apa kau baik-baik saja? Kau terlihat sedikit pucat."
"Tidak apa-apa. Aku hanya kurang tidur, itu saja" setelah mendudukkan dirinya, Aeera melihat Naresh yang juga duduk di tempat duduknya. Pemuda itu memandangi Aeera dengan tatapan menilai.
"Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak. Tapi kenapa kau tiba-tiba ingin meminta nomor telepon ku?"
Pemuda itu menghela napas, dan berkata. "Karena kemarin aku tidak bisa menemukan mu, dan juga tidak tahu bagaimana mencari mu. Itu benar, setelah sepulang sekolah. Izinkan aku berkunjung ke rumah mu!"
"Untuk apa?"
"Aku hanya ingin tahu dimana kau tinggal, atau mungkin kau lebih suka untuk pergi ke rumah ku?" Naresh menunjukkan senyuman menggoda, dengan sebelah alis yang terangkat, sikapnya jelas untuk menggoda gadis itu.
"Tidak." setelah menulis deretan angka diselembar kertas, Aeera memberikannya pada Naresh. "Kau bisa berkunjung ke rumah ku, tapi kita akan pergi dengan mobil jemputanmu."
"Itu bukan masalah, bahkan jika kau mau, kita bisa pergi dan pulang sekolah bersama setiap hari!"
Gadis itu tidak sempat menjawab karena guru telah masuk ke dalam kelas, dia hanya dengan santai mengeluarkan bukunya dan bersiap untuk belajar, mengabaikan teman pirangnya yang tengah dalam suasana hati yang baik.
Setelah dua jam berlalu, akhirnya guru yang mengajar memberikan tugas, dan tugas itu harus dikerjakan berkelompok. Saat mendengar kata-kata 'berkelompok' Aeera sedikit bingung, dia tidak tahu harus membentuk kelompok dengan siapa saja.
Tapi, bahkan sebelum Aeera semakin dibuat bingung, Naresh sudah merangkul pundaknya dan berkata dengan penuh percaya diri. "Tenang saja, bahkan meski kita hanya memiliki dua anggota, kita akan mendapat nilai yang tinggi! Percayakan saja hal itu padaku!"
Gadis itu menyikut perut Naresh dengan kejam. "Memangnya siapa yang ingin membentuk kelompok dengan mu?!"
"Kau tidak mau?"
"....."
Setelah berpikir ulang, Aeera hanya memiliki Naresh, tidak ada satu pun orang yang dekat dengannya selain pemuda itu. Jadi saat pemuda itu bertanya seperti itu, dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Jika kau tidak mau, apa boleh buat? Aku akan bergabung dengan yang lain.."
"Eeh?!"
Naresh benar-benar pergi dan bertanya dengan orang lain. Setelah beberapa menit dia kembali dengan senyuman diwajahnya. "Baiklah, aku sudah mendapatkan kelompok ku. Bagaimana dengan mu?"
Aeera sama sekali tidak menyangka jika Naresh akan pergi meninggalkannya seperti ini. Dia bahkan tidak punya kata-kata untuk dikatakan lagi.
"Aku.."
Gadis itu diselamatkan oleh bunyi bel istirahat, setelah mendengarnya, dia bergegas pergi setelah membuat alasan.
"Aku harus pergi ke toilet, kita lanjutkan pembicaraan ini nanti."
Setelah melarikan diri dari Naresh, Aeera berjalan menuju perpustakaan. Dia berpikir jika dirinya mungkin tidak akan mendapat kelompok, jadi Aeera akan membuat tugasnya sendiri disana. Gadis itu memilih tempat kosong di sudut ruangan, duduk di tempat yang telah disediakan sambil membaca tumpukan buku.
Hanya butuh lima menit, sebelum Aeera kehilangan fokusnya untuk belajar. Gadis itu masih dalam suasana hati yang buruk setelah ditinggalkan oleh Naresh.
"Bahkan dikehidupan ini pun, aku masih merasa kesepian.." gadis itu bergumam, menompang dagunya dengan tangan kiri, lalu menutup matanya untuk merenung.
Dia mencoba mengingat kembali kenangan masa lalunya, semua masa-masa sulit yang dialaminya, ingatan itu terekam ulang dibenaknya.
Gadis itu kembali bergumam, kali ini dia tengah mencoba untuk menyanyikan sebuah lagu yang dulu pernah dinyanyikan seseorang padanya. Awalnya Aeera menyanyikan lagu itu seperti seseorang yang sedang membaca cerita, tidak ada banyak nada, hanya nada sama yang monoton. Lalu, dilirik kedua dia mulai bisa memasukkan beberapa nada, meski masih terdengar aneh.
Ketika dia sampai di puncak lagu, Aeera benar-benar bisa masuk ke dalam lagu, dia menyanyikan setiap nada dengan benar. Di tambah dengan suara uniknya, lagu itu terdengar jauh lebih menyenangkan untuk di dengar.
Di sudut ruangan, gadis itu bernyanyi seorang diri. Dia tidak memperhatikan jika seseorang sedang berjalan mendekatinya.
Setelah lagu berakhir, sosok itu bertepuk tangan. Membangunkan Aeera dari lamunannya.
"K-kau.."
"Itu benar-benar lagu yang indah. Tapi bagaimana bisa? Bukankah sebelumnya kau buta nada?" Elang menarik kursi di depan Aeera dan duduk disana.
"Jika kau bisa bernyanyi seperti ini di perlombaan, aku yakin kau bisa bersaing untuk merebutkan posisi pertama."
Pemuda itu menjulurkan tangannya. "Apa kau masih berniat untuk mengikuti perlombaan? Jika ya, maka mari bekerja sama, aku akan membantu mu untuk tampil lebih baik. Bagaimana?"
"....."
.
.
.
Tbc