Tatapan mata elang itu sungguh membuat Alivia bergidik ngeri. Entah apa yang dipikirkan laki-laki dengan dagu belah tengah itu. Membuat Alivia tidak mampu mengendalikan detak jantungnya yang semakin menggila. Haruskah hari ini dia serahkan semuanya. Tidak Alivia akan siap bertaruh nyawa demi kehormatan dirinya. Tak akan dia serahkan pada siapapun selain pada yang halal nanti.
Astha tiba-tiba duduk di atas pembaringannya mendahului Alivia.
"Tuan, kopinya mau saya bawakan ke sini?" tanya Alivia takut-takut. Haruskah dia menendang selangkangan Astha lagi jika laki-laki ini berbuat macam-macam padanya?
"Aku suka kopi dingin. Kenapa? ada masalah? kesalahan apa yang sudah kamu lakukan tadi? kamu harus dihukum atas kesalahan yang kamu perbuat."
"Saya salah Tuan. Tapi itu saya lakukan untuk membela diri saya. Tolong Tuan mengerti prinsip saya."
"Persetan dengan prinsipmu yang tidak penting. Perempuan manapun akan bertekuk lutut di depanku. Tapi aku saja yang tidak sudi."
'Tidak sudi apa memang ga doyan cewek?' batin Alivia.
"Iya saya percaya laki-laki seperti Tuan tentu banyak penggemarnya. Saya percaya itu." Entah keberanian dari mana Alivia berbicara seperti itu. Tapi yang dia tahu dia harus pintar mengambil hati Tuannya. Setelah itu dia akan memikirkan cara melarikan diri dari sarang penyamun itu.
"Bagus. Tapi aku tahu kamu sedang ingin mengambil hatiku. Untuk bisa keluar dari sini. Iya kan?" ucap Astha. Alivia membekap mulutnya. Bagaimana orang ini bisa tahu apa yang ada dalam pikirannya?
"Tuan punya indera keenam kah? kenapa bisa baca pikiran orang lain?" tanya Alivia. Ingin rasanya dia menendang orang ini. Tapi selagi Astha tidak macam-macam dia akan diam. Tapi sekali saja Astha berani menyentuhnya. Maka tendangan maut akan mendarat di selangkangannya lagi.
"Jangan harap kamu bisa keluar dari rumahku. Sampai kapanpun. Ayo cepat duduk. Pijitin aku. Badanku sakit semua. Gara-gara kamu membangunkan aku pagi-pagi. Aku tidak bisa tidur lagi." titah Astha sambil menyelonjorkan kakinya.
"Tapi kenapa kamarnya harus dikunci Tuan? saya takut ada setan."
"Kamu ngatain aku setan."
"Bukan Tuan, kalau ada perempuan dan laki-laki berduaan yang ketiga kan setan. Apalagi kamarnya pake dikunci segala." Alivia masih berdiri tidak berani menyentuh Astha sedikitpun. Ditatap oleh Astha saja dia sudah ngeri, apalagi sampai memijit orangnya.
"Pikiran kamu ngeres juga ya ternyata. Cepat duduk. Pijitin aku. Ga ada setan. Yang ada setannya takut sama aku. " Astha memejamkan matanya.
'Iya soalnya kamu rajanya setan.' batin Alivia.
Alivia pun duduk sambil membaca doa. Berharap kali ini dia bisa lolos dari singa jantan yang menakutkan. Alivia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan.
Dengan ragu akhirnya Alivia mau memijit Astha yang masih menggunakan celana panjang. Pijatan demi pijatan dia berikan di tangan dan kaki Astha.
"Kenapa dilapisi selimut?" Astha membuka matanya. Heran melihat Alivia melapisi tangannya dengan selimut.
"Maaf Tuan, kita bukan mahrom. Jadi saya tidak bisa bersentuhan dengan Tuan."
"Apa katamulah. Cepat pijit lagi." titah Astha yang kemudian menutup matanya lagi.
"Tuan katanya mau dibikinin semur daging lagi? bagaimana saya bisa masak kalau saya di sini. Memangnya Tuan tidak lapar?" Alivia mencoba membuat alasan agar bisa keluar dari kamar Astha.
"Kamu ini cerewet sekali. Nanti masaknya setelah mijitin aku. Kamu bisa masak di sini. Di belakang kamar ada dapur. Mulai sekarang kamu jadi asisten pribadiku. Kerjakan semua yang aku perintahkan."
"Tidak bisa Tuan. Peralatan dan bahan ada di dapur rumah utama."
"Nanti biar Reza yang bawa ke sini. Sekali lagi kamu ngomong, aku cekik kamu." Astha terlihat sangat kesal. Alivia pun hanya diam setelahnya. Dia yakin Astha tidak akan tertarik dengannya. Apalagi bodynya sama sekali tidak menarik. Dia hany bisa berdoa. Semoga kali ini dia bisa selamat. Allah pasti mendengar doanya. Doa seorang hamba yang ingin menjaga kehormatannya.
Dua jam Alivia memijit tanpa henti. Sedangkan Astha tidak juga tertidur meski pijatan Alivia begitu enak. Banyak sekali masalah berkecamuk dalam otaknya. Yang membuat dia tidak pernah bisa tenang beristirahat. Baru tadi malam dia bisa tidur. Tapi pembantunya ini yang membangunkannya.
Sejenak dia memikirkan masalahnya. Entah kapan dia akan hidup sebagaimana manusia normal. Tujuannya belum kesampaian sampai sekarang. Semakin Astha mencari dan memancing, tak juga bisa mengeluarkan orang itu dari persembunyiannya. Kalau gadis-gadis cantik dan sexy tidak bisa membuat orang itu keluar? bagaimana dengan gadis alim dan lugu seperti di depannya ini. Astha tersenyum smirk.
"Sudah cukup." ucap Astha.
"Baik Tuan." Alivia mengibaskan tangannya. Terasa pegal karena dua jam dia memijit Tuannya ini.
Astha mengambil ponselnya seperti menelpon seseorang. Lalu duduk diam memainkan ponselnya.
"Ngapain kamu masih di situ?" tanya Astha saat melihat Alivia masih duduk diam di kursinya.
"Jadi saya boleh pergi, Tuan?"
"Enak saja. Aku kan sudah bilang. Kamu sekarang adalah asisten pribadiku. Kamu harus di sini melakukan apa yang aku suruh. Sebentar lagi Reza datang. Dia akan membawa bahan untuk memasak. Kamu bisa masak di dapur. Di belakang situ." Astha menunjuk lorong dekat kamarnya.
'Paviliun ini serba ada ternyata.' Alivia mengedarkan pandangannya. Diapun pergi ke belakang sesuai perintah Astha.
Tok tok tok.
lima belas menit kemudian ada seseorang yang datang. Astha sendiri yang membukakan pintu untuknya.
"Tuan, ini bahan-bahannya." Reza memberikan sekantong plastik berukuran lumayan besar. Yang isinya adalah semua bahan yang dibutuhkan untuk memasak semur daging.
"Oke. Kamu boleh kembali."
"Apa Alivia ada di sini, Tuan?" Reza penasaran karena sudah lama Alivia tadi ke sini.
"Iya, mulai sekarang dia akan tinggal bersamaku di sini. Dia tidak boleh keluar kalau tidak bersamaku. Tolong nanti bawakan semua pakaiannya ke sini. Dia akan tidur di sini."
"Apa kalian sudah.." Reza tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Bukan urusanmu. Alivia wanitaku sekarang. Kamu beresin semua pakaiannya. Dan bawa ke sini." Astha menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Dia tersenyum miring lalu membawa bahan-bahan di kantong plastik untuk Alivia.
Reza berdiri mematung saat bosnya mengatakan kalau Alivia sudah menjadi wanitanya. Patah sudah harapannya. Mencari wanita baik-baik memang tidak mudah. Bahkan gadis lugu yang teguh dengan prinsipnya saja bisa luluh dengan pesona Astha. Reza berjalan meninggalkan pavilun dengan mengepalkan tangannya.