Alivia tersentak manakala tubuh kekar seorang pria menakutkan itu tiba-tiba ada di belakangnya. Alivia yang sedang membersihkan dapur, enggan untuk menoleh. Dia benar-benar takut kalau Tuannya ini akan berbuat sesuatu padanya.
"Ini bahannya. Segeralah masak. Aku tunggu di depan. Lima belas menit harus sudah selesai. Aku lapar." titah Astha.
"Mana Bisa, Tuan. Maaf merebus daging saja sudah membutuhkan waktu yang lama."
"Terserah kamu mau gimana caranya. Pokoknya dalam waktu lima belas menit harus sudah jadi." Astha membalikkan badannya.
"Baiklah kalau sakit perut saya tidak tanggung Tuan," ucap Alivia lirih.
"Apa kamu bilang? sekali kamu coba untuk meracuniku, habis kamu." bentak Astha. tangan Alivia bergetar karenanya.
'Ah baiklah yang penting aku masak. Terserah lama. Yang penting aku ga bikin perut orang gila itu sakit.'
Sudah lebih dari lima belas menit, Alivia berada di dapur. Dia hanya tinggal menunggu dagingnya empuk. Perasaannya jadi tak karuan sekarang. Jangan-jangan sekarang keadaannya akan sama seperti saat tadi dia telat dua belas detik mengantarkan kopi pahit sang Tuan besar.
"Buruan.. Sudah telat 5 menit nih. Teriak Astha dari kamarnya.
"Ya.Tuan biar dagingnya empuk dulu. Tolong tunggu sebentar lagi ya. Dari pada Tuan sakit perut karena dagingnya tidak matang."
Astha sudah mirip seperti suami yang menunggu masakan istrinya matang. Pikirannya sudah gila kalau dia sampai berfikiran seperti itu. Akhirnya empat puluh lima menit Alivia selesai mengerjakan tugasnya. Memasak semur daging pesanan Tuannya. Bahkan dimasakin setiap hari Astha tidak pernah bosan. Alivia kadang penasaran. Apa yang menyebabkan Tuannya ini begitu menyukai masakannya. Semur daging resep dari almarhum ayahnya.
"Tuan, masakannya sudah matang." ucap Alivia setengah berteriak dari dapur. Tapi tak ada tanggapan dari Astha.
Alivia menata masakannya di mangkuk kristal yang tersedia di dapur Astha.
Setelah semua terhidang, Alivia bermaksud menghampiri Tuannya lagi. Ternyata Astha tertidur. Dia ingin membangunkan tapi ragu. Tapi kalau tidak segera dibangunkan, masakannya keburu dingin.
"Tuan, bangun Tuan.." Alivia sedikit menggoyangkan tubuh Astha. Tapi pria itu tak juga terbangun.
Alivia tiba-tiba terpikir untuk melarikan diri dari rumah Astha. Dia menggoyangkan lagi tubuh Astha tapi tak ada respon.
'Semoga kali ini aku bisa pergi. Aku bilang saja sama reza mau beli pembalut. Emangnya dia mau beliin barang begituan?' Senyum Alivia mengembang. Ada untungnya juga dia berada di rumah ini sehingga dia bisa memastikan Astha sedang apa.
Alivia menggerutu karena saat menarik handle pintu, terkunci. Dan parahnya lagi kuncinya tidak tertinggam di situ. Entah ditaruh dimana oleh Tuannya.
'Dimana ya kira-kira?' Alivia memutar otaknya. Berfikir kemungkinan Astha menaruh kuncinya. Karena dia tidak punya keahlian membongkar kunci seperti maling.
Indra penglihatan Alivia tertuju pada jaket Astha yang tergantung di stand hanger di sudut kamar pria itu. Alivia berjalan perlahan mendekati gantungan itu. Dengan hati-hati dia merogoh saku jaket Astha. Sambil tangannya meraba-raba apa ada kunci di dalam saku jaket itu.
"Alhamdulillah.. " bisik Alivia. Dia menemukan benda kecil yang ia yakini itu kunci pintu. Perlahan Alivia menarik benda itu. Saat sudah berada di tangannya. Alivia bahagia sekali. Dia akan segera keluar dari rumah Astha.
"Aaaaaaa..." Alivia berteriak. Karena tiba-tiba ada lengan kekar melingkar di pinggangnya. Pemilik tangan itu memegang tangan Alivia lalu membuka telapak tangannya yang tergenggam. Mengambil benda kecil yang ada di genggaman Alivia saat ini. Keringat dingin mengucur dari kening Alivia. Panas dingin rasanya. Di dekap oleh lelaki yang wajahnya tampan tapi auranya gelap seperti setan.
"Belajar jadi maling ya?" tanya Astha dengan tenang.
"Tuan, maafkan saya. Tolong lepaskan saya Tuan. Saya ingin keluar dari sini. Saya ingin menemui seseorang agar saya bisa sekolah lagi." Alivia akhirnya menangis. Masih berada di depan Astha. Pria itu masih mendekap Alivia dari belakang.
Bugg!! Astha membalikkan badan Alivia ke arahnya lalu mendorongnya sampai terpelanting di atas kasur. Sorot mata Astha sangat tajam. Menghunus sampai ke hati Alivia. Alivia semakin tak kuasa menahan tangisnya. Kali ini dia benar-benar tidak bisa menahan laju airmatanya. Dia sudah tidak kuat lagi tinggal di dalam penjara rumah mewah milik Astha. Apalagi Astha yang selalu bersikap kasar padanya.
"Kamu pikir mudah bagimu keluar dari sini, ha? Kamu tidak akan pergi dari sini. Kupastikan itu. Jika kamu berani mecoba kabur dari sini, lihat saja hukuman apa yang akan kamu terima saat aku bisa menemukanmu kembali. Jadi jangan pernah kamu mencoba untuk pergi dari rumahku. Mengerti kamu!!" Astha menatap tajam perempuan yang sekarang terbaring di kasur Astha. Alivia ingin sekali melawan. Tapi bersikap di depan Astha bukan perkara mudah. Karena lelaki itu jika semakin di tentang, akan semakin di luar batas.
Astha duduk di kursi dekat pembaringannya sambil menatap Alivia yang masih menangis di atas tempat tidurnya. Astha menyalakan rokok eletriknya. Lalu membuka jendela kamarnya. Berdiri di sisi jendela sambil menikmati kebun kecil melatinya. Aroma rokok bercampur melati membuatnya merasa tenang.
Tok Tok Tok.
Astha mematikan rokoknya saat ada seseorang mengetuk pintu. Dia melirik ke arah Alivia sesaat lalu berjalan keluar untuk membukakan pintu.
"Ini tasnya Alivia bos." ucap Reza sambil menyerahkan tas milik Alivia. Mata Reza menelisik ke dalam ruangan. Sayang tidak ada Alivia. Reza semakin gelisah karena Bosnya bertelanjang dada. Dan hanya mengenakan celana jeansnya.
"Terimakasih. Kamu lihat apa, Za? sudah sana kembali ke depan." ucap Astha sambil menutup pintunya dengan keras.
Astha kembali menghampiri Alivia. Melemparkan tas di dekat Alivia. Gadis itupun tersentak saat melihat tasnya dilemparkan oleh Astha.
"Tuan, anda menyuruh saya pergi?" Alivia duduk lalu mengusap airmatanya.
"Itu bajumu. Mulai sekarang kamu tidur di sini bersamaku."
"Tapi Tuan, kita bukan Mahrom. Tidak seharusnya tidur dalam satu kamar." ucap Alivia sambil memilin ujung jilbabnya.
"Siapa yang bilang kamu dan aku akan tidur dalam satu kamar? Kamu bisa tidur di sofa depan. Taruh bajumu di lemari itu. Aku hanya memakai satu sisi saja. Sebelahnya bisa kau pakai. Kalau kamu ingin selamat dan sehat di sini, turuti perintahku. Mana semur dagingnya? dari tadi aku suruh kamu memasak kan?"
"Sudah tersedia di meja makan Tuan. Dari tadi saya bangunin Tuan tapi tidak bangun juga." Alivia menunduk.
Astha berjalan menuju meja makan dan duduk di sana. Alivia sudah menyiapkan piring di sana. Astha mengambil sendiri makannya. Dia makan dalam diam. Sesekali matanya terpejam dengan mulut mengunyah semur daging buatan Alivia. Terlihat sekali dia sangat menikmatinya.