Chereads / Tersesat di bumi lapisan ketiga. / Chapter 10 - Bab. 10 Bumi Agartha

Chapter 10 - Bab. 10 Bumi Agartha

Andika terbangun dari pingsannya, dan mendapati dirinya berada dalam sebuah ceruk atau rongga kecil di sisi bukit. Di sampingnya Jazulan duduk diam sambil memejamkan matanya. Rongga itu sangat kecil, karena hanya muat mereka berdua. Tetapi cukup untuk berlindung dari hujan atau panas.

Mulanya ia berpikir ini adalah bagian dari mimpi-mimpi aneh yang sering dialaminya selama ini. Dipejamkannya kembali matanya untuk melanjutkan mimpi. Tapi ia merasakan seluruh tubuhnya terasa sakit seperti habis terhempas dari atas bukit. Di bukanya matanya lagi dan langsung bertatapan dengan seraut wajah hitam dan sepasang mata yang tajam sedang menatap dirinya. Andika terkesiap dan segera duduk.

"Ja...Jazulan? Jadi ini bukan mimpi? apa yang terjadi?" Mengapa kita ada disini? Di mana ini.? Andika melihat sekelilingnya. Baru ia sadari sepertinya mereka bukan didalam goa, tapi berada di dalam lubang sebuah pohon, dan pohon ini sangat besar. Andika mencoba melongokkan kepalanya ke luar sepintas dari dalam lobang, ia hanya bisa melihat gunung batu berjejer berwarna kuning emas, berkilauan sangat indah. Ia mencoba merangkak kemulut lobang. Ketika ia melihat ke bawah, tak sadar ia berteriak kaget.

"Astaga....! Wow. ini cukup tinggi, lebih dua puluh meter, bagaimana Jazulan mengangkatnya naik keatas? Dan lagi pohon ini satu-satunya tanaman diatas bukit ini? Sejauh mata memandang hanya bukit, dan lembah. Sebagian bukit berbentuk menara dan kubah-kubah, lalu lembahnya mengalir sungai yang berkelok- kelok.

"Katakan padaku, Sebenarnya di mana kita? " Andika melihat hamparan bukit dan lembah disekelilingnya yang semua berwarna emas. Pohon ini tumbuh di tepi jurang diatas bukit emas yang sangat luas. Tetapi daun pohon berwarna hijau kristal dan batangnya juga berwarna emas tapi lebih putih. Sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Sangat indah. Andika teringat dengan mimpinya semalam. Ia seakan diajak pergi oleh Syeh Maulana menuju sebuah sumur didalam sebuah Goa. Dia dibawa oleh Syeh Maulana berjalan menembus kabut yang tebal dan angin berhembus kencang. Lalu tiba-tiba ia terbangun dalam sebuah lobang diatas pohon.

Lalu tiba-tiba Jazulan bersuara.

"Apabila pintu telah terbuka,

maka sang pembawa suka cita akan datang,

datang dengan diiring sebuah anak panah emas yang dibungkus lumpur hitam.

Hati yang penuh duka cita, merintih ratusan tahun,

mencari kekasih hati yang dinanti sepanjang masa."

Jazulan berhenti bersyair. Jarinya menunjuk ke udara kosong. Andika mengerutkan dahinya melihat kekosongan yang ditunjuk Jazulan.

"Apa?" tanyanya tak mengerti. Dikutinya arah telunjuk Jazulan, matahari yang menyilaukan pandangan mulai meredup, terus meredup hingga seperti mentari diwaktu senja, bumi berada di dalam bayang-bayang antara kegelapan dan cahaya.

Lalu Andika terpana ketika pandangan matanya menangkap bayangan benda di atas bukit tepat didepan mereka. Tampaklah disana puncak sebuah menara menjulang diatas bangunan-bangunan bersusun.

Seperti Istana raja-raja persia. Lalu menara lain muncul, lalu yang lainnya juga seiring pergeseran matahari menuju malam, puluhan bahkan ratusan menara dan kubah bermunculan.

Pemandangan didepannya adalah sebuah kota yang penuh dengan Istana yang indah dan megah. Berhiaskan lampu-lampu berpendar dari tiap-tiap istana.

Didepan mereka terbentang sebuah kota yang penuh dengan bangunan, mulai dari dasar lembah sampai kepuncak bukit. Dan terus sampai sejauh mata memandang. Pohon dimana tempat mereka dudukpun berubah, bunga dan buah bagaikan kristal keluar dari celah batang, Mereka mempunyai cahaya sendiri. Sangat indah berkilauan, kini pohon ini berada ditengah sebuah taman yang merupakan tempat paling tinggi, hingga dapat melihat luasnya kota yang entah sampai dimana ujungnya.

Jadi kota ini akan muncul ketika matahari terbenam?" Tanya Andika penasaran.

Jazulan menganggukkan kepalanya.

"Agartha. Kita berada di Agartha. " Guman Jazulan.

Kata - kata Jazulan barusan membuat Andika mendelikkan matanya.

"Agartha? Kota Legenda itu? Jadi Agartha benar-benar ada." Andika berbisik sambil menebarkan lagi pandangannya mengagumi kota yang muncul diwaktu malam itu. Dipandangnya Jazulan yang memandang Agartha dengan pandangan sendu.

"ini kota mu kan?" Andika bertanya dengan raut wajah pasti. Jazulan mengangguk lagi. Ia terus memandang kota didepannya. Kini mereka tidak terasing lagi dipohon ini, mereka berada seperti didalam sebuah taman yang sangat indah yang berada disisi sebuah istana yang sangat besar. Tampaknya Istana inilah yang terbesar.

Kini, di sekeliling mereka penuh bermunculan tanaman - tanama kecil lainnya, bunga berwarna-warni bagaikan lampu hias dengan bermacam warna dan bentuk yang indah. Dihadapan mereka kini terbentang tangga emas menuju kebawah pohon, semua tiba-tiba terasa begitu nyata. Namun kota ini sunyi. Tidak ada seorangpun nampak lalu lalang.

Andika memandang sekelilingnya dengan takjub.

"Tapi...Kemana semua orang?" tanya Andika penasaran.

"Kota seindah ini seperti tak berpenghuni!" tanyanya heran.

Tanpa menjawab pertanyaan Andika, Jazulan melangkah menuruni tangga diikuti Andika. Mereka berjalan keluar dari gerbang taman yang luas dan masuk kesebuah koridor panjang dan tinggi menuju sebuah istana yang sangat besar. Mereka terus melangkah hingga tiba disuatu ruangan seperti dome yang sangat luas, nampaknya ini jalan menuju istana induk. Semua dinding dipenuhi ukiran disetiap pilarnya dan jendela-jendela yang besar dengan hiasan lampu, langit-langit tinggi bertuliskan syair kerinduan yang juga diukir sangat indah, berhiaskan lampu bertatakan batu permata.

Andika benar-benar takjub. Ia berjalan sambil memperhatikan isi istana yang sangat megah itu. Mereka terus melangkah memasuki istana dalam. Sekarang ruangan yang mereka masuki seperti ballroom atau aula yang sangat besar, dikiri kanannya berjejer barisan lelaki berjubah hitam berpedang dipunggung. Jubah mereka hitam dengan hiasan emas didada, sepertinya mereka prajurit raja, mereka memakai tudung sampai menutupi kepalanya dan semuanya berdiri dengan tegak tak bergerak.

Andika berjalan dibelakang Jazulan. Dengan perasaan was-was, di ujung aula besar dan megah itu ada sebuah panggung dari batu hijau pualam, diatasnya terdapat sebuah kursi emas yang sangat indah ukirannya berukuran besar. Diatasnya duduk seorang laki-laki dengan sosok yang sangat menakutkan. Ia tidak bergerak atau beraksi melihat ada orang asing masuk kedalam istananya.

Beberapa orang yang tampak lebih feminim dengan pakaian indah dari sutra biru berdiri disudut singgasana dengan kepala tertutup kerudung panjang berhiaskan manik dan mutiara.

Jazulan berjalan dengan tenang. Beberapa orang menepuk dada mereka dengan tangan kanannya ketika Jazulan berjalan melewati.

Laki-laki tersebut masih diam tak acuh dan kepalanya terpekur menatap lantai. Wajahnya yang menyeramkan tidak terlihat seperti wajah manusia, bibirnya hampir seperti anjing, tangannya seperti tangan manusia, kaki dan telinganya seperti sapi, ditubuhnya ada bulu seperti bulu domba yang nampak menyembul dari jubah emasnya.

"Jazulan berhenti sekitar dua puluh langkah dibawah singgasana emas. Ia memberi hormat dengan sedikit membungkuk serta menaikkan tutup kepalanya, lalu mengucap salam.

" Semoga keselamatan bagimu dari Allah yang pemurah wahai Khulandar." katanya takzim.

Raja yang dipanggil Khulandar itu tidak mengangkat wajahnya. Hanya tarikan nafasnya yang berat mengusik ketenangan aula tersebut.

"Aku merasakan aroma 'Abid. Apakah kau sudah bertemu dengan orang yang ku maksud? " tanya Khulandar berat.

"Jazulan menggelengkan kepalanya, Dia telah berpulang ke hadirat Ilahi. Ia meninggalkan wasiat yang sekarang aku bawa padamu. Aku hanya bertemu cicitnya 'Abid, hanya dia yang bisa aku bawa kesini." jawab Jazulan sambil menatap Andika. Andika balas menatapnya dengan heran."

"Aku?" bisiknya pada Jazulan.

Khulandar menatapnya sekilas, lalu menundukkan kepalanya lagi.

"Tidak ada aura 'Abid pada dirinya." bisik khulandar dingin dan menatap sinis.

Khulandar menunduk diam, kepalanya terpekur lagi seperti tadi. Sepertinya ia sedang sekarat. Tidak ada tanda- tanda semangat hidup yang muncul dari dirinya, ruangan itupun menjadi sangat hening. Sosok yang besar dan tegap itu berkali-kali menghela nafas berat.

Lalu entah dari mana, tiba-tiba Andika merasakan bertiupnya angin yang sangat kencang dan jubah para prajurit sampai berkibar-kibar. Namun tidak ada seorangpun yang bergerak. mereka tetap tegak dengan kepala menatap lantai.

Jazulan meraih tangan Andika yang sempoyongan terkena angin kencang. Andika merasa heran kenapa cuma dia yang kewalahan terkena tiupan angin ini, sedangkan Jazulan dan yang lain diam tak bergerak. Hanya mata mereka yang menatap tajam pada putaran angin yang mulai berkumpul dan berputar pada satu titik.

Lalu ditengah pusaran Angin yang kencang itu muncul sesosok laki-laki tua bersorban dan memakai tongkat. Janggutnya putih dan halus. Anehnya pakaiannya sama sekali tidak berpengaruh oleh angin kencang itu.----+++

"Syeh Maulana?! " teriak Andika terkejut. Dengan mata terbelalak senang Andika merasa mendapatkan perisai pelindung begitu melihat gurunya ini. Entah kenapa, Syeh Maulana pastilah seorang Wali Allah. Banyak kejadian diluar nalar yang dilihat Andika selama ia berguru padanya.----*****