Chereads / Tersesat di bumi lapisan ketiga. / Chapter 14 - Bab. 14. Gerbang Tsaqil.

Chapter 14 - Bab. 14. Gerbang Tsaqil.

Seusai sarapan, para tamu memutuskan berjalan-jalan di Agartha. Namun Khulandar menegaskan mereka harus tetap berada dalam pengawalan. Karena penduduk Agarta terdiri dari beberapa jenis makhluk yang memiliki kekhususan dan tabiat yang berbeda pula. Selain jenis seperti manusia bumi, juga termasuk jenis yang berbentuk hewan, seperti domba bersayap seperti kupu-kupu, tubuhnya buntal dan berbulu biru, juga ada kelinci bertanduk tiga dan mempunyai ekor berduri seperti kadal, kucing berkaki dan tangan dua seperti manusia, ayam berleher panjang, dan banyak lagi hewan yang mana mereka adalah jenis yang juga penduduk Agartha dan berkedudukan sama.

Namun ada juga beberapa jenis hewan yang diternakkan untuk keperluan transportasi seperti kalajengking dan laba-laba untuk kendaraan para pengawal didalam istana dan kota, mereka digunakan sebagai kendaraan patroli karena dapat memanjat tebing dan memasuki goa serta gorong-gorong.

Lalu ada pula hewan sejenis sapi berbulu domba yang diternakkan sebagai santapan, serta ikan bersayap dan belalang bercapit ungu berukuran sebesar kucing, serta beberapa hewan lucu lainnya.

Para penduduk daratan adalah yang paling tenang, mereka disebut kaum Thurban, memiliki fisik seperti manusia berkulit bermacam-macam warna. Ada merah, putih, kuning pucat, hitam dan coklat kemerahan. Sebagian kaum bangsawannya memiliki tanduk dan taring seperti Khulandar. Berperawakan besar dan berbulu tebal. Jazulan termasuk kaum Thurban. Ia dari golongan berkulit hitam, yang kebanyakan adalah kaum pertapa.

Sedangkan penduduk laut dan angin termasuk jenis yang agresif disebut Kaum Fighar, mereka suka menyerang makhluk jenis lain yang terasa asing bagi mereka. Bentuk mereka ada yang seperti burung berkepala manusia, berukuran besar dan mempunyai paruh dan cakar yang kuat. Sebagian ada yang seperti ular bersayap dan berkaki, tapi tidak bersisik, melainkan berbulu seperti burung dan bulunya sangat keras. Lalu yang paling indah sekaligus paling kuat adalah singa putih bersayap emas, berbicara dan berkemampuan hidup berkoloni, mempunyai bahasa sendiri, mereka Fighar murni, kaum ini tinggal di dalam goa di puncak-puncak gunung yang dipahat dengan ekor besi mereka yang berbentuk seperti mata anak panah. Perut gunung adalah wilayah tempat tinggal mereka. Mereka tetap berada dalam otoritas kepemimpinan Khulandar. Meskipun demikian, ada sebagian kelompok yang membangkang otoritas Khulandar. Mereka menghendaki gerbang Shangrila dibuka untuk menginvansi bumi. Obsesi mereka pada bumi, sama dengan obsesi penduduk bumi pada Shangrila.

Kaum atau bangsa penghuni air atau bangsa Fighar air lebih banyak menyerupai ikan dan buaya. Jenis duyung bersirip pedang adalah penguasa lautan karena memiliki kemampuan ilmu teknologi yang tinggi. Mereka mendiami istana dalam laut yang terbuat dari karang dan batu permata. Juga menguasai teknologi senjata dan hidup berkoloni. Menguasai lautan dan mengelola isinya. Mereka juga tunduk pada otoritas Khulandar.

Disamping itu ada juga penghuni rawa, seperti katak berbelalai, beraneka hewan kecil dan serangga berbentuk lucu dan unik. Mereka adalah yang terlemah dari semua makhluk Agartha. Namun mereka memiliki kemampuan yang bersifat sterilisasi atau penawar, menguasai racun, serta ahli pengobatan.

-----+++

Sekarang mari kembali ke rombongan tamu Agartha kita. Syeh Maulana, Andika, prof Sugara dan Malikah bergerak menuju makam Syaikuna Abid al Karoni yaitu kakek buyut atau leluhurnya Andika. Yang ternyata dulu juga telah terdampar di Agartha dalam perjalanan rohaninya. Makamnya berada diluar lingkungan istana, tepatnya dideretan salah satu pegunungan tertinggi di Agartha yang sebut dengan Pegunungan Ardash. Pegunungan ini membentang di tengan Agartha seakan dinding pemisah antara dua bagian, daratan dan lautan.

Para rombongan yang dikawal oleh empat orang pengawal pilihan di pandu oleh Jazulan bergerak dengan menggunakan kendaraan semacam mini bus mewah namun bisa terbang dengan kesepatan tinggi. Jazulan menyebutnya Jakhwar. Ada dua unit jakhwar yang disiapkan untuk mereka. Satu untuk Andika dan kelompoknya, satu lagi untuk para pengawal. Semua tercengang melihat kendaraan Agartha ini, karena dinding kendaraan terbuat dari bahan yang bisa menjadi berubah transparan seperti kaca ketika mereka telah berada diketinggian beberapa ratus kaki, sehingga pemandangan dibawah terlihat sangat menakjubkan. Kota yang megah, daratan, padang, hutan, gunung, sungai dan laut, semuanya tampak luar biasa. Sesekali mereka berselisih dengan kendaraan yang sama, atau ular terbang atau bertemu para Seranom yaitu jenis burung berkepala manusia.

"Ternyata peradaban teknologi di sini jauh lebih maju meninggalkan bumi. " ujar prof. Sugara diikuti anggukan dari Malikah dan Andika yang terus menerus merasa takjub dengan pemandangan yang disuguhkan. Mereka terus melaju diatas barisan pegunungan. Melihat koloni kaum Fighar yang memahat dinding gunung dengan bentuk-bentuk simetris lingkaran dan lainnya. Bagaikan susunan kaligrafi yang menghiasi alam.

Ditempat lain, Rudi, Handoko, dan Saidul di temani Saqqara dan tujuh orang pengawalnya, mereka lebih memilih safari tour mengelilingi Agartha. Namun sebenarnya tujuan mereka adalah penelitian dan eksplorasi serta menggali lebih dalam tentang keberadaan Agartha, negeri legenda yang hanya ada dalam cerita dan film.

Agartha menurut penuturan Jazulan adalah negeri yang sangat luas. Luas Agartha sekitar seluas lima ratus kali luas Indonesia dibumi.Terdiri dari berbagai macam negeri, daratan dan lautan yang luas. Penghuninya juga bermacam ragamnya, dari jenis yang berbeda-beda.

Mereka mulai bergerak mengawali tour mereka dengan masing masing diberi satu unit kendaraan airboat atau sebutannya disana adalah , sejenis jet ski tapi bisa terbang sekaligus menyelam. Sontak Rudi dan kedua sahabatnya bersorak, mereka melaju setengah ugal-ugalan dengan dipandu oleh Saqqara dan para pengawalnya. Tapi Saidul tidak berani mengendarai sendiri, takut katanya. Sehingga akhirnya ia dibonceng oleh Saqqara.

Mereka terbang diatas Kota Shangtharila yaitu ibu kota Agartha. Rudi terpana mendengar nama kota ini. "Apakah ini kota yang dikatakan kota rahasia oleh para pendeta Tibet? Kota ajaib sumber kehidupan abadi? Apa mereka juga pernah sampai disini?" tanya Rudi penasaran.

Saqqara menggeleng, "mereka hanya sampai diluar dinding kamuflase bernama Shangrila atau daerah pegunungan dan lembah buatan yang kami ciptakan untuk eksperimen terhadap penduduk bumi. Sebagian manusia, mereka begitu yakin akan kehidupan abadi dan mencarinya untuk kepentingan pribadi. Pada dasarnya hanya penghuni Agarthalah yang bisa berumur panjang hingga ribuan tahun. Sedangkan manusia, batas umurnya dulu memang panjang, akan tetapi semakin lama semakin pendek batasannya, dari nabi ke nabi yan lain umur manusia semain singkat, hingga sekarang hanya tinggal sebatas seratus lebih atau kurang sedikit. Panjangnya umur kami karena kami berasal dari kaum jin, bukan bangsa manusia. Namun mereka banyak yang tidak mengerti sehingga bertaruh nyawa untuk mendapatkan umur panjang. Namun sesungguhnya belum pernah ada yang memasuki Agartha yang sesungguhnya. Shangrila yang mereka capai adalah salah satu pintu gerbang Agartha yang tidak bisa dibuka dari luar. Siapapun yang masuk ke Agartha harus dengan keizinan Khulandar. Salah satunya adalah Abid." Saqqara menjelaskan dengan panjang lebar.

Rudi dan yang lain menyimak dengan takjub. Hatinya kisut mendengar penjelasan Saqqara tentang jati diri mereka sebenarnya.

"Jadi mereka telah masuk ke alam Jin. Apakah mereka bisa kembali pulang?" batin Rudi gelisah. Namun kegelisahan itu terabaikan dengan pemandangan yang terbentang didepan mata.

Kini mereka sedang berada diatas sebuah gedung tertinggi ditengah kota. Uniknya gedung ini dikelilingi air terjun empat warna, dengan warna berbeda dimasing-masing sisinya, biru muda, orange, magenta dan hijau muda, belantaranya adalah gedung-gedung tinggi lainnya yang berdiri disepanjang aliran sungai yang berkelok-kelok. Sehingga sungai berwarna warni itu tampak mengalir indah disela - sela bangunan gedung.

"Kota ini sangat unik dan cantik" bisik Saidul. Gedung-gedungnya memiliki bentuk yang unik dan aneh. Ada yang menjulang keatas lalu melengkung seperti rumput ilalang, ada yang melingkar bertumpuk tumpuk, tapi yang paling banyak bentuk lentera hias dan kandil berwarna warni, sangat indah apalagi jika dilihat dari atas dengan diselingi tanaman bunga dan pohon berdaun emas. Hal ini sungguh suatu pemandangan yang membuat para manusia kesasar tiga orang itu lupa kalau mereka tadi baru kesenangan dapat mengendarai nuf, airboat yang canggih itu.

---+++

Sementara itu rombongan Syekh Maulana yang terdiri dari Andika, Prof. Sugara, Jazulan dan Malikah telah mendarat di gunung emas tempat makam Syaikuna Abid. Mereka turun dan berhenti disebuah bangunan marmer putih menjulang tinggi. Makam Abid ternyata berada dalam sebuah Istana yang berwarna putih berbentuk seperti sebuah mesjid yang sangat indah. Terbuat dari batu marmer putih yang digosok berkilap. Warnanya berganti-ganti memantulkan cahaya daun emas dari pohon dan tanaman hias yang disusun disekitar istana. Bangunan ini adalah sebuah istana yang sangat besar dan megah.

Mereka memasuki istana makam dengan takjub. Ternyata Syaikuna Abid sangat dimuliakan disini. Pada dinding istana terukir syair dan manaqib dari para wali tasauf yang terkenal dibumi. Puisi-puisi para kaum sufi dan syair puji pujian pada Allah dan Rasulnya yang paling mulia ditulis dengan ukiran emas dan hiasan batu permata. Prof. Sugara mendesah dan berdecak kagum melihat karya luar biasa itu.

"Ini luar biasa. ini bukan ciptaan manusia. Belum ada manusia bumi yang mampu membuat design bangunan yang indah dan kokoh seperti ini. Bahan bangunannya juga tidak ada yang seperti ini dibumi. " bisik sang profesor sambil sibuk mengambil photo dengan kameranya.

Dan memang benar, istana putih ini, terus berubah warnanya secara bergilir dari dinding kedinding, dengan warna sapuan biru muda, hijau samar dan lembayung. Warna- warna itu seperti asap yang merayap didinding putih berkilat seperti cahaya lampu warna-warni yang berjalan melapisi samar-samar keseluruh dinding istana, atap bahkan lantai istana berwarna putih bening seperti air yang mengalir. Sangat sulit melukiskannya dengan kata-kata. Istana putih ini dihiasi puluhan tiang berukir dengan lampu hias hijau keemasan. juga langit-langit dipenuhi lukisan awan dan bintang.

Mereka memasuki istana lebih dalam lagi, melewati lobby utama menuju ketengah istana yang merupakan sebuah taman terbuka yang sangat besar dan luas, dipenuhi berbagai bunga dan lampu hias berwarna hijau keemasan, hampir seperti hutan asli yang tumbuh dalam istana. Taman ini juga sangat indah. Mereka menapaki jalan setapak dari batu merah menuju ke sebuah kubah putih tanpa dinding yang ada ditengah taman. Kubah itu melingkar berdiameter lebih kurang limapuluh meter disangga tiang-tiang berhiaskan lampu kristal berwarna kuning hijau bergaris putih. Memasuki kubah putih itu, mereka melihat didalamnya sebuah makam putih marmer yang panjangnya mencapai lebih dua puluh meter.

Makam itu berada tepat dibawah kubah putih, dipagari hiasan lampu dari kristal.

"Semua terpaku dipintu masuk begitu melihat makam panjang itu, kecuali Syeikh Maulana. Ia berdiri sejenak lalu mengucap salam dan berjalan tenang menghampiri makam Syaikhuna Abid. Seperti yang tertulis dibatu nisan. Makam itu adalah makam Syaikhuna Abid al Karoni. Andika dan yang lain mengikuti Syekh Maulana berdiri disisi makam. Mereka berdiri dengan takzim sekaligus takjub dengan keindahan dan kemegahan makam. Andika berdiri disisi Syekh Maulana, didekat batu nisan. Mendadak ia merasakan tubuhnya diselimuti udara hangat sementara udara disini sedari tadi terasa sejuk dan dingin. Segera saja hatinya terasa bahagia dan terharu. Entah kenapa rasanya ia seperti ingin menangis. Lalu Syekh Maulana mulai membacakan doa-doa kepada arwah Syaikhuna Abid. Mereka berdoa beberapa lamanya dipimpin Syekh Maulana dalam keadaan tenang dan takdzim. Andika mengikuti dengan khusyu lantunan ayat-ayat suci yang mengalir dari bibir Syekh Maulana. Lantunan itu lambat laun membuat Andika seolah - olah sedang berada dalam suasana yang berbeda. Ia melihat berkeliling dan keheranan mendapati dirinya berada didepan sebuah pintu gerbang besar di pinggir sebuah jurang. Gerbang itu berwarna emas, lebarnya seakan-akan ia adalah seekor semut yang berdiri didepan pintu, sedangkan tingginya hampir tidak dapat dilihat puncaknya oleh Andika. Andika kebingungan melihat gerbang emas itu.

Lalu tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki bersorban dan berbaju putih datang menghampirinya sambil tersenyum. Ia tidak berkata apa-apa. Hanya memeluk lalu menyalami tangan Andika dengan genggaman yang sangat erat. Andika merasakan aliran panas yang membakar telapak tangan kanannya. Ia hampir bersuara kesakitan ketika laki-laki itu melepaskan jabatan tangannya yang meninggalkan bekas merah dan rasa panas ditelapak tangan Andika.

Sambil memegang tangannya yang kesakitan Andika menatap laki-laki tersebut.

"Asalamualaikum, siapakah Anda Tuan? Dan dimanakah saya ini?" tanya Andika tersendat menahan kesakitan dan keterkejutannya. Lagi-lagi laki-laki itu tersenyum. Sambil menepuk bahu Andika ia berkata,

" Aku Abid, kakekmu. aku senang kau datang. Selesaikanlah tugasku di Agartha ini, kembalikan mereka kerumahnya. Ini adalah kuncinya," Lalu ia meniup telapak tangan Andika yang terbakar tadi hingga hilang rasa sakitnya dan berganti dengan kesejukan.

Andika merasa wajahnya dingin seperti diguyur air es, dan ia mendengar seseorang memanggil-manggil namanya. Dibukanya matanya dan dilihatnya ia terbaring diatas pangkuan Jazulan, dikelilingi oleh Syekh Maulana, profesor dan Malikah.

-----*****