Andika dan kedua temannya terus berjalan memasuki goa yang semakin dalam semakin menurun dan curam. Mereka menapaki jalan batu berwarna ungu kehijauan yang berkilat bagaikan marmar. Dinding goa yang gelap diterangi oleh sejenis laba-laba bersinar yang menggantung di langit-langit goa. Desisan binatang-binatang tersebut membuat bulu kuduk mereka berdiri. Profesor Sugara sejenak lupa dirinya adalah sandera. Ia berdecak kagum dan hendak mengambil kamera dari dalam tasnya. Tapi sodokan senjata pengawal Kibra membuat ia terpaksa melanjutkan melangkahnya dengan sedikit terhuyung.
"Tenanglah, aku hanya ingin memotret binatang bersinar itu, kenapa kalian begitu curiga. Dasar kalian!" gerutunya.
Akhirnya mereka tiba diujung goa, ternyata mereka telah keluar dari goa dan kini berada dialam terbuka lagi tapi... dihadapan mereka terbentang lembah dan jurang yang sangat indah. Kini mereka berada diatas lereng gunung yang sangat tinggi. Didepan mereka lembah dan jurang dangan aneka ragam tumbuhan bunga berwarna warni, burung aneka warna dan kupu-kupu kristal beterbangan dengan indah. Menyaksikan alam luas yang luar biasa itu serentak Malikah dan Profesor Sugara berdecak kagum memuji Tuhan.
"Masya Allah....Tuhan yang agung...apakah ini taman surga?" profesor Sugara melangkah dan memandang berputar ke segala penjuru lembah. Bahkan ada sungai dan air terjun dengan pelangi disisinya. Malikah terduduk diatas kakinya dan memandang keindahan alam itu dengan mulut tercengang.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Andika. Matanya terpicing melihat pemandangan sekitarnya. Ia menatap tebing tempat mereka berdiri serta menatap ketengah lembah dengan jurangnya yang dalam. Andika merasa sepertinya ia mengenal tempat ini. Ia merasa pernah datang kesini. Ingatannya kembali ketuka ia bertemu kakek buyutnya Abid dialam ruh. Ya benar. sepertinya inilah tempat gerbang Tsaqil berada didalam mimpinya itu. Tetapi anehnya ia tidak melihat pintu gerbangnya. Gerbang Tsaqil adalah yang ingin dibuka oleh Khulandar untuk membawa pulang rakyatnya yang telah lama terperangkap di Agartha. Mereka akan segera bertemu dengan keluarga yang telah ribuan tahun ditinggalkan. Namun Andika sang juru kunci sekarang ini justru telah berada dibawah tawanan Kibra. Andika masih belum mengerti apa maksud Kibra menculiknya dan membawanya ke tempat ini.
Dalam keheranannya serta ketakjuban Malikah dan profesor Sugara, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara tertawa yang dalam dan berat.
"Akhirnya aku menemukan sang juru kunci. Seorang anak manusia keturunan Abid. Hmm... Akhirnya kau kutemukan juga. ha ha ha." suara itu bergema lebih dulu daripada pemiliknya.
Andika dan yang lain segera membalikkan badan menatap sisi tebing yang memiliki sepasang tiang tinggi berukir layaknya sebuah gapura. Dari tiang tersebut mengepul gumpalan kabut tebal, serta dari balik kabut muncul sesosok makhluk setinggi tiga meter, seluruh tubuhnya berbulu seperti burung dan bersayap. wajahnya sangat putih dengan ketampanan yang menakutkan hidungnya sangat mancung hampir menyerupai paruh. Lengannya yang tersembul diantara bulunya yang hitam kekuningan memiliki kuku yang panjang dan tajam. Auranya sangat menakutkan. Segera udara dingin memenuhi udara disekeliling mereka. Sosok itu melangkah pelan dan berdiri dihadapan mereka semua dengan senyum dingin dan angkuhnya. Dibelakangnya bermunculan para fighar ular dan serenom (manusia burung). Serentak Kibra dan pengawalnya berlutut dan menundukkan kepala mereka.
"Hormat kepada yang mulia penguasa Angin pangeran Moullagar." Kibra dan semua fighar berlutut dan memukul dada kiri mereka tiga kali sebagai tanda penghormatan dan loyalitas.
Moullagar mengangkat tangannya acuh, dan berjalan perlahan mendekati sambil menatap dan mengamati dengan seksama seluruh tubuh Andika.
"Hmmm....jadi...kaulah sang juru kunci itu?" tanyanya dengan suara yang berat dan dalam sambil terus mengitari Andika. Seperti elang yang berputar mengincar anak ayam.
Andika berdiri tegak dengan waspada. Sekilas diliriknya Malikah dan profesor Sugara yang berada sepuluh langkah darinya. Dilihatnya Malikah berlutut dan sangat pucat, ia sangat cemas melihat keadaan Malikah. Pandangan mereka beradu ketika Malikah pun menatap Andika. Seakan mereka bisa berbicara hanya dengan pandangan mata, Malikah menatap pandangan cemas Andika dengan gelengan pelan. Seakan mengatakan aku baik-baik saja. Andika menarik nafasnya sedikit lega dan menatap Moullagar dengan tajam sambil mencari akal.
Melihat situasi saat ini mereka masih berada dibawah ancaman cengkeraman Kibra. Andika berpikir tidak ada jalan baginya selain mengulur waktu. Ia berdoa semoga Syeh Maulana dan Jazulan dapat lolos dari kejaran pasukan fighar pimpinan Bikhasa. Sehingga mereka bisa melaporkan kejadian yang mereka alami di makam Abid kepada Khulandar.
Melihat Moullagar yang mengitarinya dengan sikap mengancam, Andika menegakkan tubuhnya menantang.
"Siapa kau sebenarnya! Mengapa kau menangkap kami?" tanya Andika tajam.
Moullagar terdiam sejenak. Senyum sinisnya masih tercetak diwajahnya yang beku.
"Hemmm...cukup bernyali. Aku Moullagar Apakah kakak tiriku Khulandar tidak bercerita padamu tentang aku?" tanyanya dengan senyuman dingin dan sinis.
"Aku tidak mengenalmu. Saudara Khulandar yang ku kenal hanya Jazulan. Jika kau saudara tirinya mengapa kau menangkap kami? Mengapa kau tidak berada disisi yang sama dengan Khulandar?" tanya Andika penasaran.
Mendengar pertanyaan Andika Moullagar menyeringai sinis.
"Berada di sisi Khulandar? Anak kedua yang menjadi putra mahkota? Apa kau pikir dia cukup layak untuk menjadi rajaku! Agartha hanya tempat persinggahan sementara. Aku menyusun kekuatan disini untuk menguasai Tsaqil dan Bumi lapisan pertama. Aku sudah menunggumu sekian lama. Tidak ada yang boleh merusak rencanaku merebut Tsaqil dari Khulandar. Kau yang akan membantuku kembali ke Tsaqil dengan membuka gerbang Tsaqil. Kita akan akan merebut tahta milikku kembali!" teriaknya menakutkan diiringi teriakan pengawalnya yang berjumlah ratusan.
Lalu ia menoleh pada Kibra dan memberi perintah untuk menyiapkan pasukan penyerangan ke Tsaqil. Mereka harus bergerak secepatnya sebelum Khulandar sadar apa yang sedang terjadi didalam kekuasaannya. Mendengar itu, Kibra segera memberi perintah kepada prajurit bawahannya dengan bahasa yang tidak dipahami Andika. Segera saja mereka sibuk, beterbangan dan menghilang.
"Aku tidak sudi membantu pengkhianat sepertimu. Khulandar adalah sahabatku, aku tidak akan mengkhianatinya." Andika berkata dengan sinis. Profesor Sugara yang sedari tadi diam, ikut bersuara,
"Tunggu dulu ! Bukankah Khulandar memang bermaksud membuka gerbang Tsaqil?
Mengapa kau tidak menunggu dan bersama-sama dengan dia kembali ke bumi Tsaqil juga bersama penduduk Agartha?"
Mendengar ucapan profesor Sugara, Moullagar menghentakkan kakinya dan menggeram marah, lalu berjalan mendekati Andika dan dengan sedikit membungkuk ia mendekatkan wajahnya kehadapan Andika seperti harimau mendekati santapannya. Ditatapnya wajah Andika yang balas menatapnya dengan tajam. Lalu ia tersenyum lagi.
"Menarik...." katanya sambil beranjak.
"Kembali bersama Khulandar? Ia bahkan tidak berhak kembali ke Tsaqil. Tsaqil adalah milikku. Akulah raja Tsaqil yang sebenarnya! Kau! " katanya sambil menunjuk tepat diwajah Andika.
"Kau akan membuka gerbang Tsaqil hanya untuk ku."
Andika membuang mukanya.
"Aku tidak sudi." jawabnya tegas.
Moullagar mendongak dan menaikkan alinya yang tebal.
"Hmmm...Sangat menarik, kau tidak terlihat takut padaku. Kau memang keturunan Abid yang bijaksana. Hatimu sekuat gunung Ardash. Tapi kau tetaplah manusia, dan aku...sangat membenci manusia, termasuk mereka." katanya sambil menunjuk Malikah dan profesor.
"Namun aku masih membutuhkanmu, makanya mereka berdua masih hidup sampai saat ini." ujarnya lagi sambil menatap Andika licik. Seketika tatapan Andika mengeras, jantungnya bergemuruh.
"Lepaskan mereka. Jangan jadi pengecut. Aku tau apa maumu, namun selama keselamatan mereka terancam, jangan harap kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan dariku. Kau harus melihat mayatku dulu." Andika menyahut dengan marah.
Moullagar bertepuk tangan dan tertawa. "Aaahh...luar biasa!. Kebodohan manusia, rela berkorban demi orang lain. Atau.... kebodohan karena cintamu pada gadis itu?..haha" Moullagar tertawa mengejek sambil melangkah mendekati Malikah.
Dengan marah Andika mencoba melangkah mendekati Moullagar, tapi dua ekor fighar ular melilit kaki dan tubuhnya dengan kuat.
Segera saja bibirnya bergerak mengucapkan sebaris kalimat dari ayat suci yang diwariskan Abid.
Tiba-tiba kedua ekor ular yang melilitnya berkelojotan dan berteriak kesakitan. Tubuh keduanya memerah dan mengeluarkan asap seperti sedang dibakar. Segera saja lilitan mereka lepas dan Andika berlari menuju Malikah. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat Kibra mencengkeram leher Malikah dan profesor serta mengangkat mereka ke udara. Keduanya merintih kesakitan karena tercekik dan sulit bernafas.
Andika segera berhenti dan mengangkat kedua tangannya.
"Baiklah...! baik! ..aku menyerah, tapi tolong lepaskan mereka" katanya dengan nafas memburu.
Kibra menatap Moullagar menanti perintah. Dilihatnya Moullagar mengangguk kecil, maka dilepaslah cengkeramannya pada Malikah dan prof. Mereka berdua jatuh bergedebukan ditanah dengan terbatuk batuk dan menahan kesakitan dileher. Melihat itu Andika menatap Malikah dengan sangat cemas. Dadanya semakin bergemuruh, melihat Moullagar berjalan mendekati Malikah yang ketakutan. Rasanya ingin ia menerjang Moullagar dan melemparkannya ke jurang. Namun mereka kalah jumlah. Bisa saja ia melepaskan diri dari Moullagar, tapi dia tidak bisa melindungi profesor dan Malikah. Terutama Malikah, baru saja ia merasa keindahan dan perasan bahagia bila berdekatan dengan gadis itu. Tetapi cobaan dan kesulitan justru datang disaat ini.
"Menjauh dari mereka. Kau hanya butuh aku. Mereka tidak ada hubungannya dengan urusan ini. Jika kau menyakitinya aku akan membunuhmu!." Andika berteriak dengan marah.
Tapi Moullagar tidak perduli. Diangkatnya dagu Malikah dengan ujung cakar telunjuknya yang tajam. Sejenak ia terkejut menatap wajah Malikah. Namun seringai dingin segera muncul lagi seketika.
"Nona...kau tahu. Dirimu adalah kelemahannya. Kau akan lihat betapa lemahnya pahlawanmu itu. Ternyata kau sangat berguna untukku." katanya sambil melepaskan cengkeraman cakarnya seperti harimau bosan dengan mainannya. Lalu Moullagar berpindah kearah profesor Sugara. Ia berdiri angkuh dan menunjuk ke wajah sang profesor yang menciut ngeri.
"Dan kau? apakah aku juga membutuhkanmu? Sebaiknya kau mati saja karena tidak berguna" katanya pada sang profesor yang masih terengah-engah. Secepat kilat dicengkeramnya kerah jaket sang profesor, lalu diangkatnya dan dilemparkan tinggi ke arah jurang.
"Tidaaak..!" Malikah menjerit, bersamaan dengan Andika yang melompat berusaha menangkap Profesor Sugara dari cengkeraman Moullagar. Tapi terlambat, tubuh profesor Sugara melambung tinggi disertai teriakannya yang memilukan.
Beberapa detik berlalu menegangkan, tidak ada yang memperhatikan perubahan diwajah Moullagar ketika ia melihat sebuah liontin perak keluar dari sela jaket profesor Sugara yang dikalunginya. Tanpa disadari oleh semua orang, Moullagar terbang secepat kilat menyambar tubuh profesor Sugara yang melayang jatuh ke dalam jurang dan melemparkannya kembali ke bibir tebing.
Semua orang tercengang melihat kejadian itu. Profesor Sugara mendarat ditanah dengan terguling sambil terbatuk-batuk dan tubuh gemetar. Segera saja Malikah mendekatinya dan membantu sang profesor duduk tegak agar bisa bernafas lebih baik.
Andika hanya bisa memandang kedua teman seperjalanannya itu dengan wajah merah menahan amarah, namun ia tidak bisa bergerak. Enam ekor fighar burung berdiri mengelilinginya seperti jeruji. Dilihatnya Moullagar memberi isyarat dengan jarinya agar ia tidak mencoba mendekat. Andika faham, jika ia memberontak lagi, maka nyawa Malikah dan profesor akan menjadi taruhannya. Ia merasa sangat bersalah dan menyesal, terutama pada Malikah. Hari ini ia menderita begitu banyak.
Moullagar berjalan mendekati profesor Sugara dan Malikah. Sejenak ditatapnya profesor Sugara dengan pandangan aneh. Melihat itu Profesor Sugara balas menatapnya waspada dan bertanya-tanya dalam hati apa yang akan dilakukan lagi oleh iblis ini pada mereka. Sambil masih terbatuk-batuk profesor Sugara menarik Malikah kepunggungnya melindungi.
"A...apa yang.. ingin kau lakukan sekarang?" katanya terbata-bata dengan cemas mengingat kekejaman Moullagar tadi. Moullagar hanya diam menatap kalung sang Profesor. Lalu tanpa berkata sepatahpun, dia beranjak menuju Andika.
"Bungkus mereka" perintahnya pada Kibra. Andika melihat Kibra segera berdiri didepan profesor dan Malikah. Lalu dilihatnya Kibra mengeluarkan dua ekor laba-laba bercahaya seperti dilangit-langit goa tadi. Laba-laba yang diarahkan kepada Malikah dan profesor segera menyemprotkan benangnya dan merayap mengitari Malikah serta profesor. Malikah memekik ngeri melihat laba-laba itu mulai membungkus dirinya perlahan-lahan dari kaki naik terus ke tubuhnya. Sedangkan profesor Sugara yang telah reda dari terkejutnya berteriak marah pada Kibra.
"Dasar burung keparat! Kau pikir aku dodol harus dibungkus begini? Awas saja nanti, pasti aku awetkan mayatmu dan aku pamerkan dimuseum."
Malikah tercengang mendengar makian sang profesor. Namun ia tidak bisa bergerak lagi. Tubuh mereka telah terbungkus ketat seperti bayi di bedong, hanya bagian wajah dijarangkan oleh Kibra sehingga mereka masih bisa melihat dan bernafas.
"Apa yang kau lakukan pada mereka! "teriak Andika marah. Moullagar hanya menaikkan sedikit bahunya.
"Mereka adalah jaminan. Jika kau menolak membuka gerbang, aku akan mengumpankan mereka pada laba-laba goa.! " bisiknya tepat diwajah Andika. Lalu ia berdiri dengan angkuh.
"Sekarang mulailah membuka gerbang.!" perintahnya pada Andika. Andika terdiam sejenak. Bukan tidak mau, tapi dia belum tau caranya membuka gerbang Tsaqil. Lagipula ia harus mengulur waktu selama mungkin. Hari telah menjelang senja. Sebentar lagi malam datang dan akan semakin sulit bagi Khulandar menemukan mereka. Ia harus mencari akal dan terus mengulur waktu. Jika ia menolak bekerja sama dengan Moullagar. Andika takut Malikah dan Profesor akan menjadi korban keganasan Moullagar. Jadi ia harus mempunyai siasat. Andika ingat, Syeh Maulana pernah berkata, bangsa Jin sangat kuat memegang janji kesepakatan. Jadi, Ia harus membuat kesepakatan dengan Moullagar. Akhirnya Andika mengangkat wajahnya menatap Moullagar.
"Aku tidak bisa membuka gerbang jika belum bertemu kakekku Abid.
Aku belum mengetahui caranya.
Jadi malam ini aku harus berdoa sendirian, tanpa diganggu.
Dan aku akan membuka gerbang jika kau berjanji melepaskan kami setelah itu. Jika kau menolak, lebih baik kau bunuh saja sekarang kami disini." Andika menantang Moullagar dengan kesepakatan. Moullagar menatapnya garang.
"Baiklah. Aku akan melepaskan kalian begitu kita masuk ke Tsaqil. Tapi aku tidak menjamin keselamatanmu jika kau jauh dariku selama disana? Kalian bebas selama tidak membangkang. Kalian akan menjadi tamuku yang terhormat, bagaimana? Moullagar menyeringai. Andika menghela nafas. Ia tidak punya pilihan lain selain menyetujui. Setidaknya Malikah aman untuk sementara. Kecuali ada Jazulan, ia tidak akan khawatir seperti ini.
Melihat Andika mengangguk, Moullagar menyeringai puas.
"Kalian akan aman selama kalian dekat denganku. Bebas melakukan apa saja selama tidak membangkang. Kalian bebas tapi harus berada dibawah pengawasanku. Karena aku masih membutuhkanmu kawan kecil," bisiknya lagi menyeringai tepat ditelinga Andika.
Andika merasa sedikit lega. dilihatnya Malikah dan profesor kemudian diangkut dan dibaringkan bersisian diatas batu dalam sebuah tenda.
"Buatkan juga tenda untuknya malam ini, dan awasi dengan ketat." perintahnya pada Kibra.
"Kibra! besok pagi semua pasukan harus bersiap menuju Tsaqil." Kibra berlutut memberi hormat. Lalu Moullagar terbang menghilang dalam kegelapan malam.
---- ++++