Chereads / Tersesat di bumi lapisan ketiga. / Chapter 22 - Bab.22. Sekutu dibalik dinding.

Chapter 22 - Bab.22. Sekutu dibalik dinding.

Matahari jingga mulai merambat tenggelam digantikan rembulan kuning keemasan yang bangkit dari peraduannya.

Andika duduk berdampingan dengan Malikah bersama 12 orang lainnya yang menghuni ruang sempit didalam salah satu bangunan persegi yg terbuat dari susunan batu.

Mereka berada disebuah desa dipinggir kerajaan Dar el Mar. Tempat itu hampir seperti kamp militer dengan bangunan batu dan banyak tenda. Moullagar menempatkan mereka dalam suatu bangunan kecil bersama dua belas prajurit pasukan khulandar yang ikut terbawa melewati gerbang. Kedua kaki dan tangan mereka dirantai dengan rantai besi.

Saat ini mereka telah dijadikan sebagai tawanan oleh Moullagar. Entah apa yang akan diperbuatnya pada mereka nantinya. Sedangkan kedua belas prajurit yang ikut tertawan bersama mereka adalah merupakan pasukan terbaik dari Khulandar.

Andika duduk disamping seorang prajurit bertubuh tinggi besar bernama Khulab, ia termasuk salah satu jendral Khulandar yang setia. Khulab menjaga dan mengawasi wilayah perairan di seluruh Agartha. Khulab telah menerangkan padanya, agar mereka untuk sementara tidak melawan Moullagar. Ia telah mengenal Moullagar sebagai pribadi yang pemarah dan haus kekuasaan. Untuk saat ini mengalah pada Moullagar lebih baik dari pada menghadapi para penghuni bumi Tsaqil yang hampir semua terdiri dari bangsa-bangsa yang ganas. Bagaimanapun juga ,Moullagar tidak menaruh dendam kematian pada Khulandar, mereka masih berada dalam satu ikatan keluarga. Ia hanya ingin kekuasaan yang besar dan di akui.

Andika melirik Malikah yang menyandarkan kepalanya pada kedua lututnya. Ia kelihatan sangat lelah setelah berjalan seharian. Dengan perlahan disentuhnya kening Malikah dan merasakan kehangatan yang berlebih.

"Kamu demam?" bisiknya ditelinga Malikah. Malikah hanya mengangguk lemah. Kepalanya sakit dan pandangannya kabur. bagaimanapun juga, ia hanya seorang manusia biasa yang berada di bumi yang bukan dihuni manusia. Tubuhnya terasa panas, Ia merasa dunia disekelilingnya seperti berputar. Dengan lemah ia berbisik," air, aku sangat haus."

Andika menoleh kepada salah satu penjaga dipintu. "Hei! Bawakan kami air. Kami bangsa manusia harus minum dan makan. Apa kalian tidak tahu?" Andika berteriak pada penjaga di luar.

Sebagai jawaban, mereka hanya mendengar dengusan dan suara tawa terkekeh, dari tiga penjaga yang sedang duduk diluar.

"Hei...!" Andika berteriak lagi. Namun ia berhenti ketika melihat Khulab berdiri dan berbicara dalam bahasa Tsaqil.

Suaranya berat dan bergaung. Para penjaga terdiam dan saling pandang. Sejenak keadaan diluar sepi. Mereka tidak mendengar suara apapun. Tak lama pintu kamar kecil itu terbuka dari luar. Seorang wanita dengan postur sangat tinggi dan wajah cantik yang tidak biasa melangkah masuk. Dagunya lancip dengan mata besar agak sipit. Ia berjalan perlahan mendekati para tahanan dan berhenti sejenak didepan Andika. Serentak dua pengawal yang menjaga pintu berlutut sambil berseru," Tusaila ...!" Wanita yang dipanggil Tusaila hanya mendengus melihat para pengawal berlutut hormat, dan dengan angkuh berjalan melangkah masuk.

Tusaila mendekati Andika sambil mengamati wajahnya dengan penuh minat dan rasa ingin tahu, lalu ia mendekati Malikah dan berjongkok didepan Malikah. Khulab kembali berbicara dalam bahasa Tsaqil kepada Tusaila. Sejenak Tusaila mengerutkan keningnya dengan ragu dan menatap ragu pada Malikah.

Perlahan diangkatnya dagu Malikah yang terkulai lemah.

"Dia adikmu? tanyanya pada Andika.

Andika menggelengkan kepalanya.

" Tolong beri dia air. Dia sangat lemah. Kami semua kelelahan." kata Andika pelan.

"Dia wanitamu?" Ia bertanya lagi sambil mengangkat kepala Malikah yang hampir pingsan. Tidak menghiraukan apa perkataan Andika.

Akhirnya Andika mengangguk mengiyakan, agar wanita itu tidak banyak bertanya lagi dan mau memberi mereka sedikit air.

Melihat Andika mengangguk, ia melepaskan kepala Malikah yang terkulai lemah. Lalu berdiri dan menunjuk Andika, "Kau! ikut aku.!" katanya sambil beranjak berdiri. Lalu melangkah pergi sambil mengangguk dan berbicara singkat pada salah satu pengawalnya. Sebuah kantong air dilemparkan kepangkuan Malikah. Serta beberapa keping roti juga diberikan pada Khulab. Melihat itu, Andika merasa sedikit lega. Iapun bangkit dan berjalan mengikuti Tusaila.

Malikah menahan tangannya dengan resah, tapi Andika tersenyum.

"Tenanglah....Ku rasa mereka ingin berunding denganku, aku pasti kembali secepatnya." Andika tersenyum kecil pada Malikah untuk menenangkannya.

"Tolong jaga dia," serunya pada Khulab. Khulab mengangguk dengan geraman. Ia tahu siapa Andika. Manusia yang sangat dihormati oleh rajanya Khulandar.

*****

Andika berjalan keluar mengikuti wanita yang di panggil Tusaila itu. Ia merasa bersyukur ternyata dikalangan Moullagar masih ada juga yang berhati sedikit lembut, maka ia dengan tenang memenuhi seruan Tusaila untuk ikut dengannya sebagai imbalan sikapnya yang tadi memberikan air pada Malikah.

Mereka berjalan diarena barak dan tenda, lalu masuk ke sebuah Tenda yang agak besar yang berisikan beberapa seromon dan manusia burung yang tampaknya merupakan para petinggi Moullagar.

Tampak Moullagar duduk diatas sebuah kursi ditengah kerumunan para pengawalnya. Melihat Andika masuk bersama Tusaila, segera saja ruangan menjadi sunyi. Moullagar mendongak dan memandang tajam pada Andika.

"Manusia bumi, akhirnya kita bisa bicara,!" Moullagar menyeringai dengan tampang seramnya lalu mengisyaratkan para pengawalnya menepi dan memberi ruang untuk Andika. Sedangkan Tusaila segera melangkah ringan dan berdiri anggun disamping Moullagar.

Andika berdiri dihadapan Moullagar dengan tegak dan wajah tenang. Melihat itu, Moullagar tersenyum sambil menggeram.

" Apa kau tau kenapa kau kupanggil ke tempat ini.? "

Moullagar mengangkat tangannya yang kekar dan mengembangkan jari-jarinya yang berkuku runcing. Persis seperti setan yang sering ditontonnya di tv.

Andika menatapnya tajam lalu berkata dengan ketus, " Aku bisa menebaknya. Kau ingin aku bekerja untukmu. Tapi maaf. Aku tidak tertarik."

"Ha...ha ...ha...Moullagar tertawa dengan keras.

" Sudah kuduga kau akan menolak. Tapi sebenarnya aku tidak menawarkan kerjasama. Aku memerintahkan padamu. Kau harus bekerja untuk menuruti keinginanku. Aku tidak menerima penolakan. Dan aku orang yang kejam pada wanita, terutama ....manusia..." katanya setengah menyeringai.

Andika tersenyum samar. Ia tahu bangsa jin bisa dimanipulasi dan mereka sebenarnya tidak bisa menglahkan seorang manusia yang taat. Tetapi mereka sangat licik dan jahat. Ia tidak bermaksud melawan Moullagar secara terang-terangan. Tapi mencoba membuat kesepakatan yang akhirnya menguntungkan dirinya dan para pengikut Khulandar yang menjadi tawanan.

Dengan tampang seakan-akan menyerah Andika berkata setelah diam sebentar.

" Baiklah....aku setuju dengan syarat."

"Syarat!?....aku tidak mau syarat. Kau harus mutlak membantuku.!" bentak Moullagar barang. Namun Andika tidak bergeming. Dengan tenang ia berdiri menatap tajam kepada Moullagar.

"Aku tidak melihat keuntungan bagimu jika menyiksa temanku. Jika dia kau siksa, maka tidak ada kerjasama antara kita. Aku tidak akan membantumu sama sekali. Bukankah kau kembali untuk menghimpun pasukan dan kau membutuhkan aku untuk membuka gerbang menuju bumi manusia bukan? Pada dasarnya tujuan kita sama. Kami juga ingin pulang. Jadi sebaiknya kau menjadikan aku rekan kerjamu. Aku tidak bersedia menjadi tawanan. Kau harus memperlakukan kami dengan pantas. Jika tidak, lupakan saja bumi manusia itu. Aku dan orang-orangku lebih baik mati." Andika berkata dengan penekanan kuat dan garis wajah yang tidak terbantahkan. Untuk beberapa saat mereka saling menatap.

Moullagar membelalakkan matanya liar dengan nafas menderu. Ia tidak suka diperintah. Tetapi tatapan dan ucapan Andika mengandung suatu kekuatan yang membakar seluruh tubuhnya dengan hawa panas. Ia menyadari, hawa ini bisa menghancurkan bangsanya.

Tiba-tiba Tusaila beringsut sedikit, dan membisikkan sesuatu ke telinga Moullagar. Sejurus kemudian Moullagar menggeram marah dan terlihat gusar. Lalu dengan ketus akhirnya berkata," Baiklah! kita akan bekerja sama. Kau bersama para orangmu serta para pengawal Khulandar berada dibawah pengawasan Tusaila. Kalian hanya boleh berkeliaran di dalam istana. Dan harus siap jika sewaktu-waktu aku memanggilmu. Besok pagi kita akan mengatur siasat penyerangan ke Dar el mar." Lalu tanpa berkata apa- apa lagi ia segera beranjak meninggalkan ruangan.

Andika yang masih berdiri tegak, menoleh ketika Tusaila mengajaknya pergi.

"Ikut aku," katanya singkat sambil tersenyum puas. Dengan ragu Andika mengikuti Tusaila berjalan keluar tenda menuju sebuah tenda lain yang berada tidak jauh dari Tenda Moullagar.

" Tunggulah disini. Sebentar lagi wanitamu akan dibawa kesini." katanya singkat sambil beranjak pergi. Andika masih bertanya dalam hati. Apakah Tusaila memang sengaja membantunya dan apa sebabnya. Maka ia segera menghentikan langkah Tusaila.

"Tunggu. Aku ingin menanyakan sesuatu."

Tusaila menghentikan langkahnya dan tersenyum simpul.

"Tentang apa? Apakah kenapa aku membantumu?"

Andika menghela nafas, Tusaila dapat menebak pikirannya.

"Yah..itu...begitulah. Apa....sebenarnya motivmu dan untungnya bagimu?" Tapi walaupun begitu, aku mengucapkan terimakasih karena sudah membantuku menyakinkan Moullagar dan membebaskan teman-temanku." Tusaila tersenyum samar mendengar ucapan Andika.

"Hmm, baiklah, tapi kau tidak perlu curiga. Aku lebih suka tidak mengatakan mengapa aku membantumu. Nanti kau akan tau sendiri." Lalu Tusaila melangkah cepat bersama bayangannya yang semakin panjang.

*****_______