Sekembalinya dari kamar Syeh Maulana, waktu untuk melaksanakan sholat subuh pun tiba. Seisi kota berbaris rapi bershaf-shaf. Shalat Shubuh berjamaah dilakukan bersama untuk pertama kalinya di Agartha. Rakyat Agartha keluar dengan pakaian kebesaran mereka. Mereka berbaris memenuhi aula, lapangan dan jalan-jalan.
Selesai melaksanakan sholat Subuh Andika kembali kekamarnya. Didepan kamar Syeh Maulana ia berpapasan dengan Malikah. Malikah mengenakan pakaian seperti jubah bertopi dari bahan renda bak putri dalam dongeng. Tapi tetap ringkas dan cantik ditubuhnya. Bahan renda keemasan dengan penutup kepala senada. Namun ia sedang kebingungan kepalanya tidak tertutup sempurna. Ia menjepit kedua tangannya agar topi mantelnya menutupi seluruh kepalanya dengan benar. udara disini sangat dingin sehingga pipi Malikah menjadi kemerah-merahan, sangat menggemaskan. Melihat Malikah kerepotan dengan topinya, Andika melepaskan kain sorban putih di bahunya yang dipakainya shalat tadi. Di selubungkannya ke kepala Malikah hingga tertutup semuanya. Lalu ia langsung beranjak pergi tanpa ucapan apapun.
Malikah menarik selendang yang menyelubungi kepalanya dengan kesal. Ketika ia ingin protes, Andika sudah jauh. "Kenapa sih nih anak. Sebentar baek sebentar cuek..." gerutunya kesal. Handoko dan Saidul yang juga mau kekamar mereka melihat Malikah yang memberengut kesal.
"Kenapa Mel" Tanya Handoko. Mereka terbiasa memanggil Malikah dengan sebutan Mel saja.
"Ah...nggak...nggak pa pa kok." sahut Malikah sambil berlalu. Saidul tersenyum melihat Handoko. "Dia cantiak bana dooo (cantik sekali) iyo Da? (Da = abang)" katanya menggoda. " Tapi sayang...hatinya ada di pangeran....! katanya lagi.
"Pangeran..?" tanya Handoko heran. Saidul mengangguk.
"Tuuuuh..." Saidul menunjuk Andika yang sudah tiba dipintu kamarnya.
"Ahhhkh...lu..dia pangeran gua rajanya, gundul!" balas Handoko kesal.
"Huuuu....begitu saja panaas..." Saidul nyengir.
Paginya, Agartha kembali sunyi.
Para anggota tim keluar dari kamar masing-masing dengan tubuh segar dan berseri. Mereka mendapat pelayanan terbaik disini, setelah sebelumnya mengalami kejadian mengejutkan yang membuat nyawa mereka hampir melayang. Prof. Sugara menyapa Syeh dan lainnya dengan ucapan resmi.
"Pagi Syeh."
"Wa alaikum salaaam" jawab Sang Guru.
Prof. Sugara mengangkat tangannya seperti menyerah. Malikah tersenyum melihatnya. Ia memilih duduk disamping syeh dan prof. Sugara.
"Kita ini prof, di pondok kalau bertemu dengan Syeh selalu mengucapkan asalamualaikum, karena sapaan ini berpahala dan mengandung doa keselamatan." terang Malikah.
Prof. Sugara manggut-manggut." maaf saya tidak terbiasa." ucapnya tulus. Malikah hanya tersenyum manis.
Sementara itu yang lain juga telah tiba. Andika duduk dihadapan Malika berdampingan dengan Rudi. Dan Saidul berdampingan dengan Handoko. Sambil menarik kursinya, Andika dan Malikah bertatapan sebentar dan hanya mengangguk dengan canggung. Ada tegangan listrik dalam tatapan keduanya. Tidak ada ucapan formal. Andika melihat Malikah mengenakan sorban putihnya menjadi jilbabnya dengan tatapan dingin, cantik dan membuat dia tidak berani menatap lama. Segera dialihkannya pandangan pada Syeh Maulana. Tersenyum kaku dan menunduk menghilangkan gugupnya, tidak mampu mengucapkan kata-kata.
Khulandar menjamu tamunya walaupun ia tidak hadir. Jazulan dan Saqqara yang diutus untuk mendampingi para tamu agung itu.
Mereka sarapan dengan sejenis bubur jagung yang rasanya sangat enak.
Mereka makan dengan senang sambil membahas menu yang tidak biasa itu. Jagung didalam buburnya berwarna hijau kristal seperti kaca, tapi empuk dan enak sekali. Juga sajian roti serta cake yang berwarna warni berbentuk berbagai macam bunga dan buah. Bahkan ada pisang dengan warna berbeda-beda dalam satu sisirnya. Rudi dan Saidul berlomba mencicipi semua jenis makanan. Sedang yang lain hanya melihat tingkah mereka berdua dengan geleng-geleng kepala, walaupun sebenarnya sangat penasaran.
Selesai makan Syeh Maulana membuka percakapan dengan bertanya apakah mereka ingin ikut bersamanya ke makam kakek buyut Andika sebentar lagi? Sontak saja semua memandang kaget pada Syeh dan Andika secara bergantian.
Profesor Sugara meletakkan cangkir tehnya dan berkata.
"Kakek buyut? Apa yang Syeh maksudkan? Bukankah Andika manusia seperti kita?" tanyanya heran. Kenapa moyangnya ada di dunia jin?Segera yang lain melirik Jazulan dan Saqqara dengan pandangan menyelidik. Jazulan menggelengkan kepalanya tidak sabar melihat pandangan semua orang. Ditatapnya Andika dengan pandangan menuntut. Namun Andika justru menatap Syeh Maulana mohon bantuan.
Tidak sabar, prof. Sugara berkata lagi, "Sepertinya kami berhak mendapatkan penjelasan tentang semua kejadian ini. Benarkah mereka bilang kita sekarang ini berada di negeri Agartha? Negeri legenda.... Its impossible..! tidak ada seorang ilmuwanpun yang telah benar-benar mengungkap adanya negeri mitos itu. Dan sekarang kita di dalamnya? Terus terang ini tidak mungkin. Tapi semua kejadian ini memang sangat aneh dan luar biasa. Apakah ini semacam halusinasi atau suatu permainan simulasi pikiran? But...it can't be. Kami sangat bingung.?" Profesor Sugara berkata berapi - api.
"Saya yakin kita memang di Agartha." kata Handoko nyeletuk. Ia sedari tadi sibuk memotret sana-sini, namun sebenarnya ia memotret Malikah dengan samsung S7 nya.
"Yakin dari mana?" timpal Rudi.
"Lihat saja Jazulan, tidak mungkin kita semua sedang mimpi ada Jazulan didalanya. Mimpi yang sama untuk tiap-tiap orang? Impossible.? balasnya ringan.
Professor memandang Rudi dan Handoko dengan menarik nafas panjang.. Sedang Malikah diam saja. Sedari tadi dia mencuri curi pandang mengamati Andika yang duduk didepannya. Sedangkan Andika menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan panjang. Sekilas diliriknya Syeh Maulana. Melihat Syeh Maulana tersenyum dan mengangguk kecil, Andika mulai menceritakan apa yang telah dijelaskan Syeh Maulana dan Khulandar tadi malam dengan panjang lebar. Sesekali ditimpali oleh Jazulan.
"Jadi, untuk saat ini, hanya ini yang bisa saya jelaskan, Saya sendiri juga sangat bingung dengan kenyataan ini. Tetapi karena saya sudah terlibat dalam kejadian ini, maka saya memilih untuk mengetahui lebih banyak lagi mengenai kakek buyut saya yang menurut pengakuan Khulandar telah dikuburkan dinegeri ini. Saya tidak memaksa kalian untuk tinggal di Agartha, yang ingin kembali ke bumi dipersilahkan ikut kembali dengan Syeh Maulana nanti malam, karena ternyata malam hari disini adalah siangnya ditempat kita" Andika menutup penjelasannya.
"Kembali? Keempatnya menjawab serentak."
"Sudah 2 bulan saya menggali di Goa Naga, dan setelah sampai disini kamu meminta saya kembali? Are you crazy?" prof. Sugara mendelik kesal.
"Yang ingin tinggal angkat tangan! kata Prof.Sugara lantang. ". Serentak saja keempat orang lainnya mengangkat tangan tangan dengan wajah serius.
Andika dan Syeh Maulana berpandangan sambil menggeleng gelengkan kepala.
---*****