Jonatan telah membunyikan bel apartemen Jessica dua kali, di kali yang ketiga dia mulai tidak sabar.
"Maaf tuan, anda ingin masuk?" Itu pelayan Jessica, berdiri disampingnya. Mengapa dia ada diluar?
Pelayan itu menempelkan kartu pas pada panel pintu, "silahkan masuk, Tuan."
"Kau tidak masuk kedalam?"
Sang pelayan itu menggeleng, "tugas saya telah selesai dan tuan meminta saya untuk keluar."
"Oh," Jonatan masih tidak mengerti dengan tingkah pelayan itu. Jonatan tidak sempat bertanya lagi pelayan itu sudah menghilang dari pandangannya.
Jonatan mendorong pintu dan masuk. Tak ingin pusing memikirkan pelayan aneh itu. Melewati ruang tamu yang kosong, dia berbelok ke arah dapur dan mendapati Jessica tidak sendirian disana.
Wanita itu duduk diatas konter dapur, Jonatan yakin itu Jessica tapi dia tidak punya ide dengan seorang pria yang sedang mencumbu wanita itu dengan tenang. Suara napas tersengal samar-samar terdengar. Mereka sebenarnya tidak berisik. Gerakan keduanya begitu harmoni dengan irma yang lembut dan hati-hati.
Jonatan tertegun melihat adegan panas dihadapannya, dia bisa membayangkan bahwa dirinyalah yang ada disana.
Mereka masih belum menyadari kehadiran Jonatan. Jessica bahkan mulai mengalungkan lengannya pada pundak pria itu. Mengelilinginya, menahan agar pria itu tetap pada posisinya dan memperdalam ciuman mereka.
Beberap detik berikutnya Jonatan terhanyut dalam suasana. Itu hanya sebuah ciuman namun tampak sangat menggairahkan seperti menonton pornografi.
"Ekhm…" Jonatan ingin segera mengahancurkan pemandangan didepannya. Dia akan segera kehilangan kendali jika menonton lebih lama.
Jessica menarik lengannya dan melepaskan pria itu. Pria itu berbalik agak terkejut karena ada orang lain disana. Tetapi saat melihat bahwa itu hanya Jonatan, dia bahkan tidak takut untuk menunjukan senyuman puasnya.
"Hans!?" Bukankah Hans seharusnya pulang minggu depan? "Kau sudah kembali?" Jonatan tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Tapi jauh dari itu dia mungkin lebih terkejut dengan adegan panas yang terakhir.
"Aku akan naik keatas dan mandi." Jessica turun dari konter dapur, melirik acuh tak acuh pada Jonatan dan melewati pria itu begitu saja.
Hans duduk dan mulai makan seolah tidak terjadi apa-apa. Sementara Jonatan masih menatapnya, seolah berharap mendapat penjelasan.
"Makanlah sarapanmu." Sayangnya Hans tidak berhutang penjelasan apa pun pada Jonatan.
Ini bukan seperti Jonatan telah memergoki kekasihnya selingkuh atau apa. Jonatan bahkan tidak memiliki hak untuk merasa terganggu. Apa yang disaksikannya hanyalah sepotong adegan panas yang pantas disebut sebagai skandal.
Skandal ini akan jadi masalah yang cukup serius jika orang lain yang menontonnya. Tetapi karena itu Jonatan, maka mau tidak mau dia harus menutup mulutnya rapat-rapat.
Pada akhirnya Jessica berangkat ke kantor dengan Hans. Sementara Jonatan harus mengemudi sendirian dan terus terbayang adegan Jessica dengan Hans pagi tadi.
***
Pagi itu Thomas pergi ke kantor Jessica. Sekretaris kecil seperti Jonatan tidak akan cukup untuk menghentikannya. Thomas telah bertekat hari itu, dia harus bertemu Jessica.
Thomas melirik meja sekretaris yang kosong, tidak ada Hans dan tidak juga Jonatan. Dewi fortuna sepertinya sedang berpihak padanya. Benteng itu tidak dijagai saat ini. Thomas melangkah ke ruangan Jessica. Saat dia hendak nenarik handle, pintu ruangan Jessica terbuka dan seseorang keluar dari sana.
"Kau sudah kembali?" Thomas terkejut karena yang dilihatnya adalah Hans. Bukankah seharusnya Hans masih di kota S?
"Apa kau merindunganku Tom," Hans menutup pintu dibelakangnya.
"Aku ingin bertemu dengan Jessica."
Hans tertawa mengejek. "Bukankah kami telah memberi tahu kalau kau tidak dapat bertemu dengan Jessica sampai minggu depan. Dia sangat sibuk sekarang."
"Dia tidak sesibuk itu, aku tahu." Thomas mencoba menerobos masuk ke ruangan Jessica.
"Jessica tidak ada di dalam," Hans memperingatkan Thomas lagi. Hans akhirnya membiarkan Thomas melewatinya. Membiarkan dirinya puas dengan ekspresi kecewa Thomas karena Jessica memang tidak ada diruangannya saat itu.
"Bagaimana, bukankah sudah kubilang dia sangat sibuk." Hans bersandar pada daun pintu, menyeringai puas karena berhasil membuat Thomas tampak bodoh.
Thomas maju mendekati Hans, "Kau seharusnya tidak perlu kembali lagi. Enyahlah segera Hans!"
"Kapan pun aku pergi, aku pasti akan kembali. Kau tidak akan pernah dapat kesempatan untuk meraihnya Tom," kata Hans penuh percaya diri.
"Banyak hal mungkin terjadi saat kau pergi Hans. Bahkan jika itu bukan aku, akan ada seseorang yang mencoba meraihnya dan mungkin lebih beruntung dariku." Thomas menepuk pundak Hans, berharap bisa meruntuhkan kepercayaan diri Hans dalam satu hentakan.
Dan Thomas hampir berhasil melakukannya. Hampir karena apa yang dikatakannya barusan adalah salah satu ketakutan Hans. Tak dapat disebut berhasil karena sejauh ini belum ada yang mampu menaklukan Jessica. Tapi itu karena Hans ada disana, lalu bagaimana jika Hans pergi nanti. Mungkinkah Jessica akan benar-benar jauh ke pelukan seseorang?
"Ah, jangan lupa undang aku ke acara pernikahanmu. Aku menantikannya." Dengan seringai kecil Thomas pun pergi meninggalkan kantor itu.
***
Hans dengan cepat mempelajari hal-hal yang terlewatkan saat dia berada dikota S. Terutama masalah pemilihan aktris untuk Florence. Dia ada dikantor Jessica sepanjang hari.
Setelah apa yang dilihatnya tadi pagi. Jonatan mau tak mau terus mencuri pandang ke kantor Jessica dan bertanya-tanya dalam benaknya. Apa yang mungkin Hans lakukan didalam?
Jika Jonatan tidak menghentikan adegan itu, seberapa jauh mereka mungkin akan pergi?
Jonatan akhirnya mendapat sebuah alasan untuk masuk. Jonatan mengetuk pelan dan membuka pintu. Dia tidak berharapan akan menyaksikan adegan panas lagi. Tapi itu terjadi lagi, terjadi lagi saat Jonatan masuk ke ruangan Jessica.
Hans duduk dikursi besar Jessica sementara wanita itu berdiri di depan Jonatan mengunci pria itu pada kursi dengan memegang kedua lengan kursi. Jessica sudah menurunkan wajahnya tepat didepan wajah Hans dan tampak seperti Jessica diposisi siap untuk mencium Hans.
Oh Tuhan, yang benar saja!
Wanita agresive itu! Belum cukupkah interaksi mereka tadi pagi.
"Jangan mencoba berpikir apa pun tentang kami." Hans memperingatkan, takut jika Jonatan menilai rendah pada Jessica.
Hans menatap Jonatan. Itu bukan perasaan rendah, tapi lebih seperti perasaan terganggu.
Ini mengingatkan Jonatan pada saat Jessica menciumnya malam itu. Rupanya bukan hanya dia saja yang dicium wanita itu, apa Jessica mencium setiap pria didekatnya?
"Biarkan dia berpikir apa pun yang dia inginkan Hans," kata Jessica. Dia menegakan dirinya dan menjauh dari Hans.
"Ah, berpikr apa pun yang kuinginkan?" Jonatan tampak berpikir keras sembari tidak yakin.
Jessica tidak tahu konsekuensi memprovokasi Jonatan seperti itu. Wanita sombong itu melipat kedua tangannya di depan dada menantang Jonatan.
"Kalau begitu dapatkan aku berpikir kau mungkin menyukaiku saat kau menciumku malam itu?"
Apa! Hans dan Jessica terkejut dengan pemikiran gila itu. Apa-apaan itu?!
"Siapa yang mencium siapa?" Hans berseru ramai. Ada apa dengan Jessica mencium Jonatan?
"Kau bisa menanyakannya langsung pada Nona besar kita, permisi."
"Jonatan!!" Dasar sial! "Apakah kau begitu bangga bisa mendapat ciuman dariku?" Jessica berseru marah pada Jonatan yang secara tidak langsung membenarkan pria itu.
Benar bahw Jessica mencium Jonatan. Tapi beraninya pria itu mengungkapkan ciumannya seperti itu didepan Hans!
"Tidak, tapi seseorang mungkin sangat bangga dengan hal itu dan berpikir dia sangat beruntung." Jonatan berbalik dan segera keluar dari ruangan Jessica.
Wanita itu rupanya mengejar Jonatan sampai ke mejanya. Atau mungkin dapat di simpulkan bahwa dia berusaha menghindar juga dari Hans. Jessica membalikan kursi Jonatan agar menghadap padanya dan mengunci pria itu seperti dia mengunci Hans.
Lagi-lagi Jonatan tertegun ditempatnnya. Mendapati Jessica pada posisi yang begitu dekat dengannya. Jatungnya mulai berdegup tak beraturan. Darahanya bergejolak panas.
"Bukankan sudah kubilang untuk melupakannya!" Jessica menatap tajam pada Jonatan.
Tatapan itu begitu intens dan mengerikan, tapi disisi lain tampak mengundang gairah. Pada situasi seperti itu, Jonatan masih mampu melirik bibir wanita itu. Pikiran liarnya bahkan berfantasi Jessica mungkin akan menciumanya lagi. Sial.
"Kau dan Hans bukan satu-satunya pria yang mungkin kucium dan aku tidak akan mungkin pernah menyukaimu!"
Jessica mendorong kursi Jonatan dengan sekuat tenaga hingga kursi itu menabrak lemari dibelakang. Wah, tenaga wanita itu cukup kuat. Benturan antara kursi dan lemari itu mengakibatkan kacanya pecah.
Jessica pergi meninggalkan kantornya. Menjauh dari Jonatan mau pun Hans. Jessica harus berpikir bagaimana dia harus menjelaskan hal ini pada Hans.