Jika itu bukan perasaan rindu, lalu perasaan berat apakah itu yang muncul didalam hati Jessica. Bukankan orang-orang mengatakan jika rindu itu berat terasa.
"Kau pasti merasa rindu."
"Aku tidak mungkin merindukan dia."
"Dia siapa, kau merindukan Hans?"
"Sudah kubilang aku tidak mungkin merindukannya."
"Yang kumaksud adalah kau pasti merasa rindu padaku. Apa sekarang kau mulai merasa rindu saat Hans tidak disisimu?"
Jessica mendapati dia telah berada dijalur yang salah, percakapannya melantur karena memikirkan Hans.
"Apa akhirnya Hans membuatmu benar-benar luluh, atau ini karena rencana pengunduran dirinya? Aku tahu kau pasti terbiasa bekerja bersamanya. Kau perlu mengambil waktu untuk merenungkan dirimu sendiri, apa kau benar-benar mampu memberi Hans kesempatan atau membiarkannya pergi karena dia mungkin akan pergi selamanya." Dalam arti tidak secara harfiah.
Jessica mendengarkan nasihat wanita diujung teleponnya. Ini bukan tujuan percakapan mereka siang itu. Tapi wanita ujung telepon itu pasti sangat mengerti kondisi Jessica.
"Apa kau masih mendengarkan aku?"
"Ya, aku disini."
"Baiklah, jangan merenung sekarang kau masih harus bekerja oke. Jadi apa yang sebenarnya kau inginkan? Kau tidak akan menghubungiku jika tidak perlu sesuatu."
"Apa aku selalu menghubungimu saat aku perlu sesuatu?"
"Ya, kebanyakan begitu. Apa yang bisa kulakukan untukmu?"
"Aku punya pekerjaan untukmu, kupastikan bayarannya sesuai atau kau bisa berikan nilai yang kau inginkan. Jadi kuharap kau bisa segera pulang."
"Jangan bicarakan tentang bayaran dulu. Kebetulan sekali aku memang berencana untuk pulang. Aku sudah membeli tiket, jadi kau bisa menjemputku senin sore."
"Baguslah kalau begitu, karena kau sudah setuju aku akan mengirmkan proposalnya melalui email. Sampai jumpa senin sore."
Wanita diujung telepon Jessica memberinya nasihat singkat sebelum akhirnya menutup telepon.
Sore itu, Jessica duduk di mejanya yang bersih. Dia telah menyelesaikan pekerjaanya lebih awal. Jam kerja telah berakhir, Jessica masih duduk dikursi besarnya sementara Jonatan mengintip dari balik pintu.
"Kau tidak berniat pulang? Apa kau menunggu sesuatu?"
Jessica melirik ponselnya diatas meja. "Apakah Hans menghubungimu lagi sore ini?"
"Apa kau menunggu telepon dari Hans?"
"Tidak, mari kita pulang sekarang." Jessica tidak ingin mengakuinya, ia memang menunggu panggilan yang Hans janjikan padanya tadi siang. Menunggu seperti gadis bodoh seperti itu sungguh bukan gaya Jessica. Hans benar-benar mengacaukannya kali ini.
"Kupikir kau berniat lembur atau terhambat sesuatu." Suara itu muncul dibelakang Jessica saat Jonatan hendak membukakan pintu mobil untuknya.
Jessica berbalik dan mendapati Thomas disana. "Oh, maaf aku lupa kita punya janji hari ini."
Tatapan cerah Thomas meredup dengan kata-kata Jessica. Semudah itukah wanita itu melupakan janji mereka. "Tidak masalah, kita masih punya banyak waktu."
Thomas mengundang Jessica beralih ke mobilnya. Wanita itu melangkah menuju Thomas tanpa melirik Jonatan lagi.
Ding!
Dipertengahan jalan sebuah pesan masuk ke ponsel yang ada ditangan Jessica. Wanita itu melirik pesan masuk, itu pesan dari Hans.
'Pulang dan beristirahatlah. Jangan mencoba pergi dengan Thomas.'
Mengerikan, bagaimana mungkin Hans tahu ada Thomas disana? Tempat parkir itu khusus untuk jajaran direksi dan saat ini hanya mereka bertiga yang ada disana.
Jessica langsung melirik curiga pada Jonatan. Satu pesan masuk lagi. Deringnya berbeda karena pesan itu masuk ke ponsel Jonatan. Apakah itu dari Hans juga, pandangan Jessica bertanya-tanya.
"Tuan, maafkan aku sepertinya Nona J tidak dapat pergi denganmu." Jonatan maju dan menarik Jessica dalam rangkulannya. "Kami perlu menghadiri pertemuan penting malam ini."
"Pertemuan apa?" Jessica mendelik pada Jonatan. Dia tidak suka sesuatu yang tiba-tiba atau tidak terencana.
"Kita perlu bertemu dengan klient dari Negara F," Jonatan mengangkat ponselnya, memberi tanda bahwa pesan yang baru dia terima itu dari klient mereka.
"Oh, benarkah?"
"Mereka tidak berencana datang, tapi suatu kebetulan pesawat mereka transit di Kota B. Jadi mereka mengundang Anda untuk makan malam. Mereka mungkin ingin membahas perpanjangan kontrak proyek kita."
Jessica mencoba mengingat klient mereka dari Negara F dan kemungkinan hal itu terjadi. Rasanya masih ganjil, terlebih lagi setelah peringatan dari Hans.
Thomas memandang Jessica penuh pengertian, "jangan melewatkan kesempatan yang baik ini. Kita masih bisa keluar besok sore jika kau mau."
Jessica bersyukur karena Thomas begitu pengertian. Jessica sudah menggangguk setuju untuk pengalihan rencana mereka, tapi Jonatan segera menyela, "Uhm, tentang besok kau bisa menghubungiku. Aku tidak dapat memberikan jaminan, tapi akan kulihat jika kau punya kesempatan."
Jonatan memberikan kartu namanya dan bertindak seolah dialah pemegang kuasa saat ini.
Tanpa menunggu tanggapan Thomas dia menarik Jessica untuk segera masuk kedalam mobil audinya dan melesat keluar dari parkiran.
Jessica begitu terkejut dengan aksi Jonatan, jadi dia bahkan tidak bereaksi tepat waktu. "Apa yang baru saja kau lakuakan," Bahkan Hans tidak akan senekat itu untuk sampai menyeret Jessica menjauh dari Thomas.
"Aku hanya melakukan tugasku." Jonatan menjawab Jessica seadanya. Dia tidak ingin menjelaskan.
Jessica sudah siap memaki Jonatan saat ponselnya berdering dengan satu pesan lagi.
'Gadis penurut, aku akan memberikanmu hadiah karena kau menolak Thomas.'
"Cih! Apa kau bekerja sama dengan Hans untuk mencegahku pergi dengan Thomas."
"Anggap saja begitu."
Jessica mengangkat teleponnya, segera menghubungi Hans. "Dimana hadiahku? Apa kau akan pulang lebih awal?"
Hans tersenyum dijung telepon tanpa ketahui siapapun. Reaksi wanita itu menggelitiknya. "Tidak. Aku tidak dapat kembali lebih awal. Wanda melimpahkan banyak hal padaku."
"Sebanyak itukah, jangan mau diperdaya olehnya. Kau masih sekretarisku, kau milikku, jika dia menyulitkanmu disana segera beritahu padaku."
Hans tidak mampu berkata-kata untuk Jessica. Kau milikku. Apa baru saja wanita itu mengatakan bahwa Hans adalah miliknya? Hans mungkin akan menerkam Jessica saat itu juga jika saja wanita itu ada dihadapannya, sayangnya dia puluhan kilometer jauh darinya. Hans berharap dia bisa segera kembali.
"Jonatan akan mengantarkanmu pada hadiahnya."
"Mengantarku pada hadiah?"
"Ya, aku pastikan kau akan menyukainya. Kau akan bersyukur karena aku mencegahmu pergi dengan Thomas hari ini dan berterima kasih karena kau tidak bisa memilikinya dihari kau ingin."
Hadian macam apa yang Hans maksudkan. "Apa pun itu, jika hadiah yang kau maksud mengecewakan maka aku akan menggoreng Jonatan hidup-hidup."
Jonatan mencuri pandang pada Jessica. Hans yang menyusun semua agenda mendadak itu lalu mengapa harus dia yang digoreng.
Jessica menutup teleponnya dan mentap lekat pada Jonatan, "Sejak kapan kau bisa bekerja sama begitu baik dengan Hans. Siapa bosmu sebenarnya?"
"Kau bosnya."
"Jadi kemana kita akan pergi sebenarnya, apa hadiahku,"
"Kau akan tahu saat kita sampai."
"Kalau begitu mengemudilah lebih cepat," Jessica menjadi sedikit tidak sabaran. Dia begitu bersemangat dengan hadiah yang Hans janjikan sampai lupa tentang amarahnya pada Jonatan.