"Halo!"
"Apa yang kau kerjakan sebenarnya!" Jonatan menjauhkan ponsel dari telinganya, sungguhkah teriakan itu diperlukan.
"Aku rasa aku telah mematuhi hal-hal dalam agenda yang kau buat, tidak ada masalah dengan mereka."
"Kau yakin melakukannya dengan benar, lalu dimana Jessica saat ini?"
"Tanpa mengingat agendamu, tentu saja dia sedang makan siang sekarang. Ini jam lapar semua orang, dan jika kau tidak keberatan aku juga sedang makan siang sekarang. Kita semua perlu makan, jika tidak ada hal penting yang ingin kau katakan mari akhiri panggilan ini."
"Sial, apa kau menjadi gila karena kutinggal beberapa hari saja?" Hans mengamuk diujung telepon. Jonatan benar-benar tidak tahu kalau ia sedang menyentuh batas kesabaran Hans.
"Maaf aku sungguh tidak mengerti keluhanmu."
"Katakan padaku dimana Jessica sekarang?"
"Sudah kubilang dia sedang makan siang sekarang."
"Aku tau itu, dan menurut jadwalnya seharusnya dia makan siang dikantor saat ini tapi kau malah membiarkan dia pergi keluar dengan Thomas."
"Jika kau sudah tahu, lalu untuk apa kau menghubungiku saat ini?"
"Apa kau tidak mendengarkan aku, saat kubilang untuk menjaga Jessica agar menjauh dari para pria sialan itu?!"
Jonatan menghela napasnya, mencoba mengajukan alasan, "itu kehidupannya, dia punya hak untuk menentukan dengan siapa dia ingin makan, lagi pula aku hanya sekretarisnya. Kita berdua hanya asistennya, mengapa perlu mengatur hal lebih jauh seperti itu?"
Hans terdiam untuk beberapa saat setelah mendengar perlawanan Jonatan.
"Mari lihat apa kau akan berkata seperti ini lagi dimasa depan." Akhirnya Hans menutup teleponya.
Panggilan panjang itu sia-sia dan buang-buang waktu. Jonatan tahu hal ini akan terjadi saat Jessica pamit pergi untuk keluar makan siang dengan Thomas.
Mengeluhkan hal seperti itu pada Jonatan, pada dasarnya tidak membantu. Hans seharusnya menghubungi Jessica secara langsung dan mengajukan keluhannya.
Wanita itu harus menepati janjinya bahwa dia akan mengurus Hans saat pria itu kembali atau Jonatan benar-benar akan berakhir.
***
Thomas benar-benar menggunakan kesempatan yang dia miliki dengan baik. Mengajak Jessica makan siang berkualitas dengan pemandangan indah pinggiran kota benar-benar mengatasi stress Jessica akhir-akhir ini.
Jessica begitu menikmati makan siang dengan suasana tentram itu. Melihat Jessica begitu senang, Thomas tidak banyak mengajukan obrolan. Thomas menikmati setiap ekspresi kepuasan yang nampak diwajah Jessica saat mengunyah makanannya.
"Kau selalu tahu bagaimana membuang seluruh emosi dan stressku ke dasar laut."
Sebuah pujian dari Jessica sepertinya mampu mengisi seluruh perut Thomas saat itu juga.
"Pemandangan dan udara disini cukup bagus." Dari tempatnya sekarang Jessica bisa memandang gedung-gedung tinggi perkotaan yang tampak mencuat disana-sini.
"Kalau begitu aku akan mengajakmu kemari di lain waktu."
Jessica tersenyum dan mengangguk ringan, tentu hal ini dapat terjadi karena tidak ada Hans disana. Jessica sedikit meragukan bahwa mereka bisa kembali ketempat itu dilain waktu.
"Kukira ponselmu telah berbunyi."
"Benarkah?" Jessica benar-benar tidak menyadarinya. Setelah menimati makan siang itu, Jessica bahkan lupa bahwa dia menantikan posel itu berdering.
Itu bahkan deringan khusus yang diatur untuk panggilan dari seseorang. Jadi Jessica akan langsung tahu siapa yang meneleponya. Karena hanya ada satu orang dalam kontaknya yang akan berbunyi seperti itu.
Jessica tidak ingin terlalu banyak berharap, jadi untuk memastikannya dia meraih tasnya dan melihat pada ponselnya. Deringan itu benar-benar miliknya. Itu sebuah panggilan dari Hans. Sebuah panggilan yang ditunggunya sejak kemarin.
Jika panggilan itu masuk lebih awal mungkin Jessica akan segera menggkatnya tanpa perlu berpikir atau menungggu nada deringnya habis. Jessica ingin tertawa tapi merasa miris disaat bersamaan. Apakah dia benar-benar menunggu orang ini?
Mengapa rasanya Jessica tidak membutuhkan panggilan itu lagi.
Ponselnya berdering untuk kedua kalinya. Sedang Jessica masih menatap pada layar tanpa ekspresi yang bisa dibaca oleh Thomas yang duduk diseberangnya.
"Kukira nada deringmu berbeda, apakah itu panggilan penting?"
"Ah, tidak, ini bukan apa-apa." Nada dering kedua habis dimainkan dan panggilan itu masuk kedalam kotak panggilan tak terjawab.
Jessica sudah menaruh ponselnya dan siap melanjutkan makan saat ponselnya berdering untuk yang ketiga kalinya dan Thomas segera menangkap nama pada layar. Jessica menekan tombol power mematikan ponselnya.
Itu Hans. Mengapa Jessica tidak segera mengangkatnya dan malah mematikannya. Apakah wanita itu merasa tidak ingin diganggu oleh Hans atau dapatkan Thomas mengartikan hal lain.
"Mari kita selesaikan ini, kupikir orang-orang dikantor membutuhkanku." Jessica mempercepat makannya sementara Thomas hanya menyetujuinya, seolah dia tidak tahu siapa yang baru saja menelepon.
***
Jessica kembali kekantornya pada pukul dua. Satu jam lebih banyak untuk makan siang kali ini. Selain Hans, tentu tidak ada yang berani menegurnya.
Jonatan melaporkan kondisi kantor selama Jessica pergi. Tak banyak hal yang harus dilaporkan, jadi dia tidak berkata banyak pada Jessica.
"Apa kau yang mengadukanku pada Hans?"
Mengadu? Jonatan tidak ingat dia menjadi seorang pengadu. Namun dia segera paham yang Jessica maksudkan. Masalah makan siang wanita itu dengan Thomas.
"Untuk apa aku mengadu pada Hans, apa dia akan memberiku ekstra untuk laporan seperti itu? Dia akan memarahiku karena membiarkanmu pergi keluar seenaknya. Terlebih itu dengan seorang pria."
"Jadi kau tidak melakukannya?" Biar pun begitu Jessica menduga Hans telah mengetahui permasalahan makan siangnya maka dari itu dia meleponnya secara tiba-tiba.
"Aku tidak melapor apa pun padanya. Tapi dia memang melakukannya, dia menghubungiku dan memarahiku karena kau."
"Dia menghubungimu?" Jessica tidak tekejut jika Jonatan terkena getahnya. "Pukul berapa dia menghubungimu?"
"Kukira itu tidak lama setelah kau pergi. Antara pukul dua belas lewat sepuluh atau seperempat."
Cih, jadi Hans langsung mengetahuinya setelah Jessica berangkat keluar dan langsung menghubungi Jonatan untuk memarahi pria itu. Lalu mengapa perlu waktu lama untuk menghubunginya?
Jessica meraih ponselnya, mengaktifkannya kembali dan melirik catatan panggilan masuk pertama dari Hans hari itu. 01:12.
Mengapa Hans baru menelpon padanya setelah hampir satu jam berlalu??
Deringan lain masuk ke ponsel Jessica saat itu juga. Suatu kebetulan yang diharapkan, panggilan masuk itu dari Hans.
"Kau boleh keluar," Jessica menunggu Jonatan meninggalkan ruangannya saat dia akhirnya mengangkat panggilan masuk dari Hans.
"Darimana saja kau, apa kau dikantormu sekarang?" Jessica dapat mendengar suara Hans memenuhi telinganya.
"Maaf aku baru selesai makan siang." Jessica benar-benar menunggu apa yang ingin Hans sampaikan padanya.
"Kudengar kau pergi makan siang keluar dengan Thomas, mengapa baru kembali. Kemana kalian pergi sebenarnya?"
"Apa kau hanya menghubungiku untuk masalah makan siang?" Jessica tidak menjawab Hans tapi malah bertanya balik.
Jessica mencoba menahan sesuatu yang meletup dalam hatinya. Haruskah Jessica bertanya mengapa Hans tidak menghubunginya seharian kemarin.
"Maaf aku baru menghubungimu sekarang."
"Apa kau hanya akan peduli saat aku mengambil seorang pria untuk bermain-main." Dia telah menjadi wanita yang patuh seharian kemarin dan menjalankan semua sesuai dengan pengaturan Hans. Tapi Hans bahkan tidak menghubunginnya kemarin untuk memberi sedikit penghargaan.
Ah, jangan perhitungkan kunjungan Adrian, karena itu benar-benar diluar kendali Jessica. Lagi pula Adrian cukup pintar untuk bisa bergerak dibawah pengawasan Hans. Tidak ada yang tahu dia telah datang ke kantor Jessica kemarin.
"Apa kau merindukan aku..." Hans bertanya perlahan tanpa rasa malu.
"Mengapa aku perlu untuk merindukanmu? Aku punya Jonatan disini dan banyak pria mengantri diluar sana." Jesica benar-benar dibuat takjub oleh rasa percaya diri Hans.
"Kalau begitu bagaimana kalau kukatakan, aku yang merindukanmu," apakah pertanyaan itu diperlukan.
"Ini bukan perjalanan bisnis pertamamu dimana kau jauh dariku selama beberapa hari. Kita sudah sering mengahadapi ini, Hans. Semua akan berlalu dan kau akan segera kembali padaku. Tidak perlu ada rasa rindu diantara kita."
"Tapi aku tidak menghubungimu seharian kemarin dan hari ini juga – maaf karena begitu terlambat."
Jessica menatap kosong pada pemandangan dari jendela besar dikantornya. Kata rindu itu mengganggunya.
"Apa yang kau lakukan dengan Wanda? sepertinya kalian benar-benar berkerja keras disana. Kau bahkan tidak punya waktu untuk sekedar bertukar pesan denganku." Jessica menyindir Hans, mengalihkan topik rindu itu.
Dan itu mengena tepat pada Hans, pria itu merasa bersalah diujung telepon. Jika ingin mengakui, dari banyaknya pekerjaan yang dilakukannya, lebih banyak kondisi dimana Hans harus terjebak dalam godaan Wanda.
Menghadapi setiap rayuan Wanda, rasanya seperti Hans telah mengkhianati Jessica diam-diam dibelakangnya. Walau seharusnya jika ada wanita yang dia khianati maka itu adalah wanita yang akan dia nikahi, bukan Jessica.
Baik Jessica atau Hans akhirnya menghindari perbincangan-perbincangan sensitif diantara mereka.
"Berhentilah bermain-main dan bekerja dengan baik. Aku akan menghubungimu lagi nanti sore." Dengan demkian Hans yang menutup teleponnya terlebih dahulu.
Jessica kembali kekursinya, dia mulai mempertanyakan pada dirinya sendiri tentang kata rindu itu. Apakah dia benar-benar merindukan Hans atau jika tidak, adakan seseorang lain yang dirindukannya?
Jika itu bukan persaaan rindu, lalu persaan berat apakah itu yang muncul didalam hatinya. Bukankan orang-orang mengatakan jika rindu itu berat terasa.