"Mencampakanku? Pria mana yang mampu melakukannya? Hans hanya satu dari sekian pria sepertimu, yang langsung menyerah karena tidak berhasil mendapatkan aku. Bukankah begitu, Ad?"
Pria bernama Adrian itu terdiam, tidak mendapati kata-kata yang mampu membalas Jessica. Wanita itu benar, dia memang seorang pengecut. Kala itu dia bahkan belum mencoba apa pun.
Dia langsung menyerah hanya karena beberapa pria menyatakan diri mereka menyukai Jessica. Terlalu banyak pria yang harus Adrian lawan dan dia telah kehilangan kepercayaan dirinya sejak awal.
"Kuharap kau segera jatuh cinta lagi dan menderita."
"Apa kau baru saja mengutuki aku?" Jessica mendengarnya samar tetapi yakin kata-kata yang keluar dari mulut Adrian adalah sesuatu yang buruk.
"Tidak, aku tidak akan berani. Aku hanya berdoa semoga kau segera jatuh cinta lagi. Entah itu pada Hans atau pada siapapun, aku tidak peduli."
"Jangan berharap sesuatu yang akan membuatmu kecewa." Jessica tidak ingin mengambil percakapan itu lebih jauh dan segera menghabiskan makan siangnya.
"Bagiamana jika bertanding melawanku akhir pekan ini?"
"Aku tidak dapat memberimu janji, Hans mungkin kembali pada akhir pekan ini. Kau bisa datang padaku jika kau memang bukan seorang pengecut."
"Baiklah, kita lihat saja nanti."
***
Jonatan sedikit terkejut saat seorang tiba-tiba keluar dari ruangan Jessica. Jonatan tidak tahu bila wanita itu mempunyai tamu.
"Siapa kau?"
"Aku? Ah, maaf aku hanya seorang pengantar makanan."
Pria yang menyebut dirinya pengantar makanan itu menurunkan topi dan segera melenggang pergi sebelum Jonatan menanyainya lagi.
Jonatan tenggelam dalam kebingunganya. Ia melirik jam tanganya, waktu istirahat makan siang akan segera berakhir. Benarkah makan siang Jessica baru saja diantar? tidak mungkin pengaturan Hans terlambat seperti itu.
Lalu mengapa pengantar makanan itu baru keluar dari ruangan Jessica pada jam itu?
***
Sisa hari itu berlangsung cukup cepat.
"Apa tidak ada ada cukup akrtis di industry ini! Mereka benar-benar tidak mempunyai nilai," Jessica lagi-lagi membanting map yang berisi daftar aktris pilihan untuk menjadi juru bicara produk baru mereka.
Hans tidak terbiasa dengan temperamen Jessica. Wanita itu selalu tampak dingin atau tampak sangat hangat dibeberapa waktu, baru kali ini ia melihat wanita itu meledak-ledak untuk sesuatu.
"Katakan pada mereka untuk berhenti mencari. Aku akan mendapatkannya sendiri sebelum akhir pekan ini."
"Baiklah, aku akan memberitahu mereka." Jonatan mengangguk patuh.
Dia sudah hendak keluar saat Jessica memanggilnya, "Jonatan!" itu panggilan yang benar. Panggilan pertama yang benar-benar dari namanya. Maka Jonatan berbalik dengan hati bersukaria.
"Ada hal yang dapat aku lakukan untuk anda, Nona." Jonatan menjawab dengan manis.
"Apakah kau membawa lisensi pengemudi-mu hari ini?"
Lisensi mengemudi? Ah, rupanya Jessica hanya bertanya apakah dia membawa SIM hari itu. "Ya, aku selalu membawanya."
"Kemari dan pilih kendaran yang bisa kau bawa," Jessica mengeluarkan sebuah kotak dari lacinya.
Jonatan mendekat dan mendapati kotak itu berisi beberapa kunci mobil. Ada dua buah kunci Audi, tiga BMW dan sebuah Jaguar disana. Apa artinya Jessica akan memberikan Jonatan salah satu dari mobil itu?
"Aku punya kendaraanku sendiri, motorku." Jonatan menolaknya, dia tidak melihat kebutuhan untuk mengendari salah satu dari mobil-mobil mewah itu meski hatinya sedikit tertarik.
Dasar bodoh! Jessica ingin memaki. "Kau harus pilih salah satu dari mereka karena tidak mungkin kau mengantarkan aku pulang dengan motormu." Jessica mendorong kotak itu lebih dekat pada Jonatan.
Mengantar Jessica pulang! Jonatan tidak tahu kesempatan ini juga akan datang. "Aku akan ambil ini," Jonatan segera memilih salah satu kunci Audi dari sana.
"Pilihan yang bagus," itu pujian yang sebenarnya. Mobil yang Jonatan pilih adalah Audi TT kesayanganya, hadiah dari sang ayah saat ia mulai bekerja diperusahaan.
Itu pilihan yang benar-benar bagus karena Audi itu hanya untuk dua penumpang. Jadi Jonatan tidak akan terlihat seperti supir pribadi Jessica.
Sore itu Jessica dan Jonatan pergi ke tempat pakir VIP untuk mengambil mobil. Audi berwarna abu-abu tua itu tampak berkilau seperti biasanya. Jonatan nampak kebingungan saat hendak menjalankan.
"Apa yang kau lakukan, tidakah kau tahu cara mengemudikan mobil seperti ini?" Jessica tidak bisa tidak bertanya kalau-kalau Jonatan tidak bisa mengemudikan mobil sport semacam itu.
"Tidak, aku bisa melakukannya." Joantan masih terlihat tidak yakin. "Aku hanya berusaha mengingat perasaan ini."
Apa Jonatan terlalu senang karena bisa mengendari mobil sport mewah itu? Jessica tidak mengerti, kedengarnya seperti Jonatan mengenang bagaimana dia mengemudikan mobil seperti itu dimasa lalu.
"Katakan saja jika kau memang punya masalah untuk menjalankan mobil ini. Kita bisa pilih mobil lain yang lebih mudah."
"Aku bisa melakukannya." Jonatan akhirnya melajukan audi itu dengan sempurna.
"Cukup bagus, kukira kau telalu melebihkan dirimu." Jessica tidak tahu kalau Jonatan dapat mengemudi dengan baik. Kecepatannya stabil, tidak terburu-buru atau lelet, sempurna.
"Jadi kemana aku harus mengantarmu?"
***
Jonatan mengemudikan audinya menuju salah satu kompleks apartemen di sisi barat kota. Grand Royal West, kompleks apartement dan hotel mewah terbesar kedua di kota B.
"Datang dan jemput aku kembali pukul 7 besok pagi. Kau bisa langsung datang ke unitku." Jessica melangkah keluar mobil dan membanting pintu dibelakangnya.
Wanita itu bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Jonatan harus berpuas diri hanya dengan mengantar wanita itu dan pulang dengan kebanggaan.
Setelah menekan nomor lantai Jessica bersadar pada dinding lift dingin disebelahnya. Jika itu Hans, maka ia akan mengantar Jessica naik sampai ke unit apartementnya dan baru akan pulang setelah melihat Jessica masuk ke dalam apartemennya dengan aman.
Tapi hari itu Hans tidak menjejak sedikit pun seolah ditelan bumi. Jessica kembali meraih ponselnya dan membuka bilah status. Yang ada hanya beberapa email masuk dan sebuah notifikasi traning mingguannya.
Dimana Hans sebenarnya? Apa yang dilakukannya di kota S hingga tak punya kesempatan menghubungi Jessica sekali pun. Wanita itu menghabiskan sisa malam dengan menjalankan traning mingguannya.
Berharap traning dapat membuatnya letih sehingga ia bisa lebih cepat terlelap. Namun Jessica terus terjaga hingga tengah malam. Wanita itu menunggu pesan dari Hans.
"Nona, anda bangun lebih awal hari ini." Jessica hampir terjatuh dari kursinya saat seorang maid menyapanya pagi itu.
Itu pukul enam tepat, pelayan akan datang ke apartemen Jessica untuk menyiapkan sarapan dan merapikan apartemen. Biasanya Jessica akan bangun pukul setengah tujuh dan sarapan pada pukul 7 bersama dengan Hans. Tapi itu akan jadi hari yang berbeda.
"Ya, aku bangun terlalu pagi hari ini." Kenyataanya adalah Jessica kesulitan tidur malam itu.
Jessica hanya dapat terlelap beberapa jam, bangun hanya untuk mengecek ponselnya dan tertidur lagi, begitu hingga pagi.
"Tolong buatkan aku omelet telur dan roti panggang."
"Tapi bukannya menu anda har ini,"
"Lupakan menu dietku hari ini. Aku perlu lebih banyak energi hari ini, jadi buat seperti yang aku minta." Jessica bangkit dari kursi malasnya.
"Tapi bagaimana bila Tuan Hans marah?" pelayan itu kembali bersuara takut-takut.
"Hans tidak akan datang hari ini jadi tidak akan ada yang memarahimu. Jika dia berani memarahimu di masa depan, segera beritahu aku."
"Baik, Nona. Saya akan menyiapkan sarapan Anda."
"Oh, tetap buatkan dua porsi sarapan. Sekretarisku akan datang untuk makan."
"Bukankah Tuan Hans adalah sekretaris anda, Nona?" maid polos itu nampak bingung karena Jessica telah mengatakan Hans tidak akan datang tapi sekretarisnya datang.
Jessica ingin tertawa untuk pertanyaan pelayan kecil itu. Jesica hampir tidak pernah beinteraksi dengan gadis muda yang menjadi pelayannya itu dan ia baru tau kalau ia punya pelayan selugu itu.
"Hans memang sekretarisku, tapi aku punya sekretaris lain karena Hans akan segera mengundurkan diri. Berkenalanlah dengan sekretaris baruku nanti. Ok!"
Jessica naik ke kamarnya, sekali lagi mengintip layar ponselnya untuk sebuah notikasi pesan masuk. Tapi sampai pagi itu tak ada satu pun yang mucul, akhirnya Jessica bergegas untuk mandi.
Pukul tujuh kurang sepuluh saat bel berbunyi, Jonatan sudah ada dibalik pintu. Sementara Jessica telah menghabiskan sepotong roti dan setengah dari omeletnya.