Di sepanjang perjalanan, banyak mata yang memandang Kama dengan sinis. Secara, wanita yang kini berada di sampingnya dikenal sebagai wanita baik-baik, sedangkan ia adalah berandalan kota. Awalnya ia tidak memperdulikan. Tetapi ketika ada salah seorang lelaki yang tatapannya terlihat begitu tidak senang melihat keberadaan mereka. Tanpa kompromi, ia mendekati lelaki tersebut dan langsung memukul tepat di wajahnya. Ia menarik lehernya dan kemudian menjatuhkannya. Ia menginjak-injak lelaki tersebut.
"Sudahlah, kau bisa membunuhnya!" bentak Mala.
"Manusia seperti dirinya memang tidak pantas untuk hidup!" sembari tetap menginjak-injak si lelaki tadi.
"Aku tidak menyukai sikapmu!" jawab Mala dengan perasaan yang sangat kesal.
Kama terdiam, ia tidak meneruskan perlakuannya. Mala pun pergi meninggalkan Kama. Ia berlari sekencang mungkin. Berjumpa dengan Kama benar-benar mimpi buruk baginya.
Kama tidak mengejarnya. Ia hanya memperhatikan Mala dari kejauhan. Dan beruntungnya, terlihat Mala memasuki salah satu rumah, ia pun yakin kalau itu adalah rumahnya. Rumah Mala termasuk besar, ia ternyata anak dari keluarga yang berada. Tinggi pagar rumahnya kira-kira dua meter. Belum lagi ditambah satpam yang berjaga di gerbang. Melihat semua itu, tentunya Kama tidak menyerah begitu saja.
"Pergilah, sebelum aku berubah pikiran," ucap Kama mengusir lelaki yang dihajarnya tadi.
Lelaki tersebut pun bangun dan pergi dengan kaki yang pincang. Setelah lelaki tersebut pergi, ia mengelap keringatnya dan membersihkan pakaiannya sekaligus marapikannya. Ia pun melangkah dengan gagah menuju rumah Mala.
"Permisi Pak, aku ingin bertemu dengan Mala," ucap Kama kepada satpam yang berjaga.
"Kau siapanya Mala?" tanya satpam karena tidak pernah melihat Kama sebelumnya.
"Aku kekasihnya," jawab Kama sembari tersenyum.
Satpam sebenarnya curiga, namun ia mengizinkan Kama untuk masuk. Kalau ia tidak mengizinkan Kama masuk dan ternyata Kama memang benar kekasihnya Mala, ia takut Mala akan marah kepadanya. Setelah mengizinkan Kama untuk masuk, ia pun segera melakukan antisipasi. Jika Kama berbuat onar, ia tidak akan segan untuk mengusirnya dengan kekerasan.
Kama pun berjalan masuk ke rumah yang cukup luas itu. Ia coba menekan bel dan menunggu beberapa saat. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu, terlihat pria berwajah sangar membukakan pintu dengan tatapan yang sinis. Pria dengan brewok yang tebal serta rambut yang diikat ke belakang. Pria tersebut adalah Jaya, lebih tepatnya adalah Ayah dari Mala.
"Kau siapa? Ada apa ya?"
"Aku kekasihnya Mala Pak, aku ingin bertemu dengannya."
Melihat penampilan Kama yang berambut gondrong, bertato, dan pakaian yang acak-acakan. Ia hafal betul bagaimana tingkah orang seperti Kama. Itu benar-benar mengingatkan dirinya pada masa lalunya ketika masih muda. Di kala ia masih menjadi sampah masyarakat dan sering berbuat keonaran. Jaya benar-benar emosi melihatnya. Bagaimana mungkin Mala bisa memiliki kekasih yang seperti ini? Secara, Mala adalah wanita baik-baik. Jaya memantau dengan ketat perkembangan anaknya itu, sehingga ia terkejut dengan perkataan Kama yang mengaku kalau ia adalah kekasih dari anaknya.
"Apa kau bilang? Kekasih? Mending angkat kaki dari sini sebelum aku mengusirmu dengan cara yang tidak akan pernah kau lupakan seumur hidupmu!"
Mendengar kegaduhan tersebut, Mala keluar dari kamarnya dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Betapa terkejutnya ia melihat Kama kini sedang berada di depan rumahnya, dan terlihat juga Jaya sedang marah besar terhadap Kama.
"Mala, apakah benar berandalan ini adalah kekasihmu?" tanya Jaya.
Mala hanya terdiam, ia benar-benar tidak habis pikir melihat tingkah laku dari Kama.
"Mala, apakah kau mendengarkanku? Aku tidak sudi ia menginjakkan kaki lagi di sini!" tegas Jaya.
"Sudahlah Pak, kau tak perlu emosi kepadanya. Aku akan pergi," ucap Kama.
Mendengar kegaduhan tersebut, satpam pun datang menghampiri dan langsung menarik tangan Kama.
"Lepaskan aku, aku akan pergi!" ucap Kama sembari melepaskan tangannya dari tarikan satpam.
Kama pun pergi keluar meninggalkan rumah Mala. Tetapi, kejadian itu bukanlah halangan baginya. Bukan Kama namanya kalau tidak banyak akal dan langsung menyerah begitu saja. Ia tadi sempat melihat di mana posisi kamar Mala berada. Ia benar-benar cerdik, ia selalu berusaha mencari celah. Kebetulan hari juga sudah mulai gelap. Ia duduk di emperan yang tidak jauh dari rumah Mala sembari merokok untuk menunggu waktu yang tepat.