Chereads / Kesempatan Kedua di Kehidupan SMA-ku / Chapter 59 - Menepati Janji (2)

Chapter 59 - Menepati Janji (2)

Sungguh film yang menarik.

Sesekali pergi ke bioskop merupakan pilihan yang bagus untuk mencari kesenangan.

Kami berdua meninggalkan biokop ini sambil bercerita tentang film yang baru saja kami tonton. Sungguh menyenangkan bisa membicarakannya dengan orang lain.

"Gimana, Amamiya-kun? Sungguh film yang bagus, kan?"

"Iya. Ceritanya sangat menyentuh."

"Bagian mana yang kamu suka?"

"Hm… Aku suka saat si laki-laki mulai mengubah gaya hidupnya yang awalnya menutup diri dengan dunia karena arahan si gadis."

"Um, Aku juga suka bagian itu. Tapi…"

"Tapi?"

"Bagian yang paling kusuka yaitu saat si laki-laki menerima dan menghadapi kenyataan kalau si gadis hanya memiliki waktu hidup yang sebentar. Tanpa sadar, aku meneteskan air mata."

"Sebenarnya, Aku juga meneteskan air mata, lho."

"Beneran?"

"Iya. Cerita dari film tadi itu sedikit mengingatkanku dengan suatu novel yang kubaca."

"Oh, begitu ya."

"Makasih sudah ngajakin aku nonton, Taniguchi-san."

"Iya, sama-sama."

"Kita ke mana sekarang?"

"Ke Shibuya 109."

"Ah, tepat di depan TOHO Cinema."

"Iya, ayo kita ke sana."

"Ayo," jawabku singkat.

"Oh iya, Amamiya-kun, katanya kamu tinggal sendirian di Tokyo?"

"Iya. Kok kamu bisa tau? Ah! Pasti dari Shimizu-san dan Nazuka-san, kan?"

"Iya. Hehe…" Dia pun tertawa dan melanjutkan, "Mengenai belajar memasak yang waktu itu kamu katakan…"

"Oh iya, kapan kamu bisa ajarin aku masak?"

"Gimana kalau besok?"

"Besok, ya? Bagus tuh."

"Kalau begitu, besok, ya? Bahan-bahan makananannya nanti biar aku siapkan."

"Eh? Nggak apa-apa gitu?"

"Iya. Nggak apa-apa, kok."

"Makasih, ya. Oh iya, kemarin, Aku dapat kiriman bahan makanan juga dari Nagano, seperti beras, sayur, dan telur."

"Iya, sama-sama. Berarti, bahan makanan selain itu nanti akan kubawa."

Setelah berjalan sebentar, kami tiba di Shibuya 109.

Taniguchi-san berjalan terus seperti sudah terbiasa berbelanja di sini dan aku hanya mengikutinya.

Kami tiba di lantai tiga.

Saat sedang berjalan, aku melihat ke arah kiri dan kanan. Terdapat banyak toko yang berjualan. Namun, perasaanku sedikit menjadi kacau karena di lantai ini terdapat toko yang menjual pakaian dalam wanita. Secara refleks, aku membuang pandanganku dari arah toko itu dan langsung melihat ke arah Taniguchi-san yang berjalan di depanku. Tak lama kemudian, kami tiba di toko pakaian.

Taniguchi-san terlihat sangat antusias dalam memilih baju. Satu per satu baju diletakkan di depan tubuhnya untuk mengecek apakah cocok dengan tubuhnya itu.

Dia memiliki tubuh yang tidak pendek, juga tidak tinggi, namun sangat proporsional. Kulitnya putih. Rambutnya tidak panjang dan juga tidak pendek, berwarna coklat dan lurus. Dia memiliki wajah yang cantik, menurutku.

Aku yang berada di sampingnya hanya bisa melihatnya memilih-milih baju, hingga akhirnya dia menanyakan baju mana yang lebih bagus.

"Amamiya-kun."

"Ya?"

"Menurutmu, baju mana yang bagus?"

Dia memegang dua baju di tangan kiri dan kanannya yang berwarna biru dan merah.

Jujur saja, aku sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentang fashion wanita. Jadi, yang bisa kupilih adalah baju yang menurutku cocok untuk dirinya.

"Menurutku yang berwarna biru itu cocok dengan kulitmu. Ah, sebentar… mungkin, warna merah muda ini juga cocok," kataku saat melihat baju lain di dekatnya.

"Kalau begitu, aku coba dua-duanya dulu, deh."

"Ah, iya."

Dia mengambil baju berwarna merah mudah itu satu lagi, mencoba memakainya di kamar ganti.

Aku menunggu sambil melihat ke arah sekitarku. Beberapa pelayan wanita dari toko ini melihat ke arahku yang membuatku merasakan adanya keanehan dan ketidaknyamanan.

Selagi Taniguchi-san mencoba pakaian tadi, datanglah seorang pelayan wanita menghampiriku. Sepertinya dia sudah mengamati kami dari tadi.

"Baju ini cocok untuk pacar anda," katanya sambil menunjukkan baju berwarna hitam.

Baju musim panas kamisol berwarna hitam dengan leher berbentuk V memang terlihat manis. Tidak ada salahnya untuk dicoba. Baju seperti ini sangat pas digunakan saat memasuki akhir Juli hingga Agustus.

"Terima kasih," kataku secara spontan.

Pelayan itu pergi sambil tersenyum.

Ah, aku lupa mengatakan kalau aku bukan pacarnya.

Taniguchi keluar dari kamar ganti pakaian dengan pakaian yang berwarna merah muda yang kupilih tadi.

"Gimana, Amamiya-kun?"

"Terlihat cocok."

"Kalau begitu, aku coba satu lagi."

"Ah, sebentar."

"Ada apa?"

"Tadi ada pelayan yang saranin baju ini," kataku sambil mengambil baju tadi. "Menurutku cocok dengan Taniguchi-san."

"Kalau begitu, aku coba juga."

Dia mengambil baju itu dari tanganku dan kembali ke kamar ganti.

Dia keluar setelah mengganti bajunya satu per satu untuk meminta pendapatku. Sekarang, dia sudah selesai mencoba semua baju itu

"Jadi, baju mana yang menurutmu bagus, Amamiya-kun?"

"Hm… menurutku yang berwarna merah muda dan hitam ini sangat cocok. Warna biru tadi juga bagus."

"Kalau begitu, aku beli ketiganya."

"Apa nggak apa-apa kamu nanya ke aku? Aku sebenarnya nggak terlalu tau tentang hal seperti ini."

"Nggak apa-apa, kok. Aku kan cuma minta pendapatmu, Amamiya-kun. Jadi, kalau kamu jawab dengan jujur, Aku jadi sedang."

"Begitu ya. Baiklah. Yang tadi Aku jujur, ya."

"Haha, Aku tau, kok."

Dia tertawa.

Wajahnya yang terpasang ekspresi tawa itu sangatlah manis, hingga membuatku ingin melindunginya.

"Selanjutnya, Aku mau cari celana dan rok. Amamiya-kun, tolong, ya," katanya sambil memberikan baju yang dia pilih tadi kepadaku.

"Ah, um," jawabku sambil mengambil baju-baju itu.

Perasaanku saat ini sedikit bercampuraduk.

Pertama, Aku senang karena bisa membantu Taniguchi-san dalam memilih pakaian yang ingin dia beli dan dia juga terlihat senang.

Kedua, pandangan para pelayan kepadaku yang berada di samping Taniguchi-san sedikit aneh. Apa karena Aku terlihat seperti anak desa? Entahlah. Lebih baik Aku mengikuti Taniguchi-san saja dan menghiraukan keadaan sekitarku.

Taniguchi-san berjalan menuju bagian celana dan rok. Dia mulai mencari rok yang sesuai dengan baju yang sudah dipilihnya. Seperti tadi, dia mencobanya dan memintaku untuk memberikan pendapat. Anehnya, dia setuju dengan semua pendapatku untuk celana dan rok.

Akhirnya, dia memilih celana jeans panjang dan juga rok yang setinggi lututnya.

Kami menuju kasir sambil membawa baju, celana, dan rok.

Taniguchi-san terlihat senang.

"Terbeli juga, deh."

"Masih ada yang ingin kamu beli?"

"Hm… Aku ingin beli sepatu dan juga tas."

Sudah kutebak, pasti masih ada benda yang ingin dia beli.

"Begitu ya."

"Kamu nggak keberatan nemanin aku, kan?"

"Tentu saja nggak. Malahan, aku senang bisa nemanin kamu."

"Ah, begitu ya."

Taniguchi-san tersenyum. Sepertinya, aku baru saja mengatakan hal yang ingin didengarnya.

Waktu itu, memang dia mengajakku untuk berbelanja secara tiba-tiba. Mungkin dia berpikir kalau aku akan enggan karena memang kami hanya sebatas kenalan yang saat itu aku membantu latihan klub bola voli putri. Tidak mungkin aku menerima ajakannya dengan perasaan enggan. Jika aku merasa enggan, maka sudah kukatakan sejak saat dia mengajakku dan menolak ajakannya.

"Kalau begitu, ayo ke toko selanjutnya."

"Ayo. Ikut aku, Amamiya-kun."

"Iya," kataku sambil mengambil meraih tangan kanannya.

"A-Amamiya-kun?"

"Biar aku bawa belanjaannya."

"Ah, maksudnya itu, ya. Makasih."

"Um."

Kami menuju lift menuju lantai lima. Di lantai ini terdapat berbagai macam aksesoris, seperti tas, sepatu, topi, dan sebagainya.

Taniguchi-san menuju suatu toko sepatu. Sepertinya, dia memang sudah sering datang ke tempat ini. Dia sudah tahu toko yang mana yang akan dia kunjungi.

Di toko ini, dia akhirnya membeli satu sandal dan sepatu wanita. Selanjutnya, tas.

Aku terus mengikutinya sambil membawa belanjaannya.

Di toko tas, dia menanyakan tas mana yang cocok untuknya. Karena tubuhnya yang tidak tinggi dan tidak pendek, maka tas wanita berukuran sedang mungkin terlihat cocok untuknya. Sedangkan untuk warna tasnya mungkin tas berwarna cerah cocok untuknya. Akhirnya, dia membeli tas berwarna merah.

Sepertinya, dia sudah membeli semua apa yang diinginkannya. Sekarang, kedua tanganku sudah penuh dengan barang belanjaannya. Ternyata, seorang gadis kalau berbelanja memang tidak bisa sedikit.

"Ah," kata Taniguchi-san seperti terkejut.

"Ada apa, Taniguchi-san?"

"Amamiya-kun, ayo kita ke lantai empat dulu sebelum pulang. Aku lupa beli sesuatu."

"Baiklah."

Ternyata, ada satu hal lagi yang belum dia beli.

Turun ke lantai empat menggunakan lift, dia menuju toko Adidas. Sepertinya dia ingin membeli perlengkapan olahraga.

"Sebenarnya, aku mau beli pakaian dan sepatu olahraga yang baru."

"Begitu ya. Karena itulah, kamu ke sini."

"Iya. Aku ingin bantu klub voli supaya jadi lebih kuat. Karena itulah, Aku harus tau tentang voli."

"Semangat yang bagus. Pasti akan berhasil."

"Makasih. Kalau begitu, bantu aku pilih, dong, Amamiya-kun."

"Serahkan padaku."

Kami melihat-lihat seisi toko sebelum menentukan mana yang harus dibeli. Aku melihat satu set pakaian olahraga yang bisa dikenakan saat bermain bola voli. Aku langsung menyarankannya dan Taniguchi-san langsung menyetujuinya. Untuk sepatu, aku menunjuk suatu sepatu olahraga berwarna putih-merah muda yang menurutku itu akan sangat cocok untuk Taniguchi-san dan dia memilih sepatu itu.

Setelah membayarnya, kami pun selesai dalam kegiatan belanja dan siap meninggalkan tempat ini. Kami pun kembali ke Stasiun Shibuya.

"Taniguchi-san, nggak apa-apa dengan belanjaan sebanyak ini?"

"Aku akan dijemput dengan mobil. Jadi, nggak masalah. Kalau naik kereta, mungkin sedikit merepotkan dengan belanjaan sebanyak ini."

"Begitu ya. Kapan kamu dijemput?"

"Mungkin 15 menit lagi tiba. Jadi, Aku tunggu di sini dulu."

"Begitu ya. Kalau begitu, Aku temanin kamu sampai dijemput."

"Eh? Nggak apa-apa?"

"Iya. Apartemenku nggak jauh dari sini."

"Makasih."

"Iya."

"Oh iya, untuk besok, bisa kasih tau alamat apartemenmu?"

"Ah, aku kelupaan."

Aku memberikan alamat apartemenku yang di Daikanyama kepada Taniguchi-san. Ini pertama kalinya aku memberikan alamat ini kepada orang lain. Dia mencatat alamat apartemenku di ponsel miliknya.

"Kalau begitu, besok jam berapa, Amamiya-kun?"

"Karena kita akan masak, berarti sebelum jam makan siang. Jam 10 atau 11."

"Jadi, jam 11 saja."

"Baiklah."

"Aku jadi sangat menantikannya."

"Aku juga."

Sambil menunggu Taniguchi-san dijemput, aku dan dia berbincang-bincang sedikit tentang klub voli dan tentang pertandingan mereka di Inter High.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dengan pakaian formal serba hitam muncul.

"Ah, Aku sudah dijemput. Sampai jumpa besok, Amamiya-kun."

"Ya, sampai jumpa."

Ternyata, pria itu supirnya Taniguchi-san.

Baiklah, sekarang giliranku untuk pulang dan menyiapkan semuanya untuk besok.