Chereads / Kesempatan Kedua di Kehidupan SMA-ku / Chapter 61 - Menepati Janji (4)

Chapter 61 - Menepati Janji (4)

Di saat aku dan Chef Taniguchi sedang memasak makanan kari terenak yang mungkin belum pernah kumakan, sesekali aku melihat ke arah Nazuka-san dan Shimizu-san yang berada di ruang tengah dekat tempat tidurku. Mereka berdua terlihat sedang membicarakan sesuatu.

Aku terus mengikuti instruksi dari Chef Taniguchi dan mendengar semua penjelasan yang dikatakannya dengan fokus yang tinggi.

Tiba-tiba…

"Sepertinya kalian sedang bersenang-senang."

Shimizu-san berdiri di dekat dapur sambil melihat ke arah kami berdua. Nazuka-san juga.

"Sumire, ada apa?"

"Nggak ada apa-apa. Cuma mau lihat kalian bedua saja."

"Lihat apa? Nggak ada yang menarik di sini."

"Um, nggak ada yang menarik di sini," kataku menguatkan perkataan Chef Taniguchi.

"Ada, kok. Kalian berdua kayak pasanganan, lho. Ya, kan, Izumi?"

"Iya. Aku juga berpikir seperti itu."

"Mana mungkin. Ya, kan, Taniguchi-san?"

"…"

Taniguchi-san terdiam.

Dia berhenti melakukan perkerjaan memasaknya dan menundukkan pandangannya sehingga membuatku tidak bisa melihat ekspresi di wajahnya.

"Taniguchi-san?"

"Ah, um. Te-tentu saja nggak mungkin. Ada-ada saja kalian berdua. Haha…"

"Hm…" Shimizu-san melihat ke arah Taniguchi-san seperti curiga dengan jawabannya yang lambat.

"Ngomong-ngomong, ada yang bisa kubantu?" tanya Nazuka-san.

"Nggak apa-apa. Biar aku sama Amamiya-kun saja yang memasak. Kalian tunggu saja."

"Begitu ya. Baiklah."

"Lagian, Izumi nggak pintar memasak?"

"Tapi, Aku kan mau bantu kalian juga."

"Sudah, sudah. Kita duduk dan tunggu saja, Izumi. Kalau kita bantu mereka berdua masak kari, bisa-bisa karinya jadi nggak enak."

"Um, um. Seperti yang dikatakan Sumire. Kalian tunggu saja, ya."

"Baik…"

Kegiatan memasak terus berlanjut.

Kari yang kami berdua buat ini tidak lama lagi akan segera matang.

Sekarang, aku akan menanak nasi dalam periuk tanah liat. Dengan menggunakan periuk ini, nasi yang sudah matang akan terasa lebih enak. Rasanya sangat berbeda jika dibandingkan dengan menanak nasi menggunakan rice cooker.Apalagi, aku memakai beras yang dikirimkan dari Nagano. Pasti Taniguchi-san, Nazuka-san, dan Shimizu-san akan menyukainya.

"Amamiya-kun, kamu masak nasi pakai periuk tanah liat itu?"

"Iya."

"Nggak ada rice cooker?"

"Nggak. Masak nasi pakai periuk ini bikin nasinya jadi enak, lho."

"Iya, benar. Aku suka nasi yang dimasak di periuk tanah liat. Rasa nasinya benar-benar keluar."

Akhirnya kami selesai memasak setelah waktu berlalu kurang lebih selama dua jam.

"Karinya sudah siap," kata Taniguchi-san dengan ekspresi senang di wajahnya.

"Nasinya juga sudah siap."

"Hore…!!!" teriak Nazuka-san dan Shimizu-san.

Aku mempersiapkan piring, sendok, dan gelas.

Aku bertugas untuk memasukkan nasi ke semua piring, sedangkan Taniguchi-san yang memasukkan kari. Setelah itu, kami membawanya ke meja bundar yang ada di ruangan tengah.

Tidak lupa aku mengambil minuman yang dibawakan Nazuka-san dan meletakkannya di atas meja. Dia membawa jus jeruk dan sepertinya ini jus kualias terbaik.

Kami duduk di meja bundar ini dengan posisiku di dekat tempat tidur, di sebelah kanan di dekat beranda ada Nazuka-san, di sebelah kiriku di depan dapur ada Taniguchi-san, dan di depanku ada Shimizu-san.

"Wah… aromanya sangat harum."

"Aroma nasinya juga. Pasti enak, nih."

"Tentu saja. Chef Taniguchi yang membuatnya untuk kita semua."

"Baiklah. Ayo kita makan. Amamiya-kun!"

Taniguchi-san melihat ke arahku. Sepertinya dia ingin aku mengatakan "itadakimasu."

Aku mengangkat kedua tanganku ke depan dadaku dan merapatkan keduanya seperti sedang berdoa.

Mereka bertiga mengikutiku.

Dan…

"Itadakimasu."

"Itadakimasu,"kata mereka serentak.

Ini merupakan pertama kalinya di kamar ini aku makan bersama orang lain. ada yang bilang kalau makan bersama teman akan membuat makanannya terasa lebih enak dan itu merupakan suatu kenyataan. Aku tidak tidak tahu pasti kenapa hal itu bisa terjadi, tapi menurutku itu semua karena keadaan kebersamaan yang membuat suasana hati menjadi nyaman dan membuat lidah menjadi lebih sensitif dalam mengecap makanan yang kita makan. Mungkin, suasana hati dapat mempengaruhi otak yang membuat indera tubuh, seperti lidah, bereaksi sepenuhnya.

Saat aku memakan kari buatan Taniguchi-san ini, rasanya seperti mengingatkanku dengan kari yang pernah aku makan dulu. Mengingatkanku dengan kari yang selalu dibuat ibuku sewaktu aku kecil yang sepertinya pernah kulupakan. Tapi kari ini lebih enak.

"Ini enak."

"Iya. Ini enak sekali, Hitoka."

"Um. Kamu memang jago masak, Hitoka."

"Hitoka memang hebat."

"Nggak kok. Aku juga masih belajar."

"Tapi ini sangat enak, lho. Mungkin ini kari terenak yang pernah kumakan," kataku sambil terus memakan kari ini.

"Nah, Hitoka. Bahkan Amamiya-kun bilang seperti itu."

"Pasti Taniguchi-san akan jadi istri idaman."

"…" Taniguchi-san, Nazuka-san, dan Shimizu-san terdiam dan berhenti memakan karinya.

Nazuka-san dan Shimizu-san melihat ke arah Taniguchi-san, sedangkan Taniguchi-san melihat ke arahku. Mereka bertiga seperti kaget dengan perkataanku tadi.

Apa aku mengatakan hal yang aneh, ya?

Aku harus melakukan sesuatu untuk membuat mereka kembali berbicara. Aneh sekali saat mereka diam secara tiba-tiba.

"Ah, um, bukannya Shimizu-san dan Nazuka-san pikir seperti itu juga?" tanyaku untuk mengembalikan pembicaraan.

"Ah, ya, tentu saja."

"I-iya. Aku juga pikir seperti itu."

"Hitoka orangnya baik, cantik, pintar, dan jago masak. Laki-laki mana yang nggak mau gadis seperti dia untuk dijadikan istri? Pokoknya, Hitoka itu seorang gadis idaman."

"Hentikan, dong."

"Hitoka jadi malu. Haha…" Shimizu-san mulai tertawa melihat tingkah Taniguchi-san yang tersipu malu akibat pujian yang dilontarkan.

"Hitoka malu-malu seperti ini makin manis. Ya, kan, Amamiya?"

"Eh?"

Sebentar, Nazuka-san. Kenapa kamu malah menanyakan hal itu kepadaku langsung?

Nazuka-san memang jarang berbicara. Tapi saat dia berbicara, dia langsung mengatakannya to-the-pointtanpa basa-basi.

Taniguchi-san melihat ke arahku karena menunggu jawaban dariku.

Sebenarnya, ini membuatku malu untuk menjawabnya.

Tapi…

Aku harus menjawabnya dengan jujur. Mereka adalah temanku.

"Um, ya. Taniguchi-san memang manis," jawabku langsung sambil melihat ke arah Taniguchi-san.

Dia menundukkan kepalanya setelah mendengar jawabanku, sehingga aku tidak bisa melihat ekspresi apa yang ada di wajahnya. Sedangkan Nazuka-san dan Shimizu-san, mereka berdua hanya menyeringai.

"A… ariga…"

Dengan pandangan yang masih menunduk, dia seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu dengan suara yang sangat pelan.

"Hm?" Aku menjadi penasaran dengan apa yang ingin dikatakannya.

"Apa yang ingin kamu katakan, Hitoka? Kami nggak bisa dengar," kata Shimizu-san seperti ingin membuat Taniguchi-san mengatakannya dengan jelas.

"Aaah, sudah-sudah. Ayo kita makan lagi. Amamiya-kun, kalau mau tambah, karinya masih ada." Taniguchi-san mengatakannya dengan suara yang lantang dan tegas.

"Ah, baiklah, Chef Taniguchi."

"Kalian juga, Izumi, Sumire."

"Iya, iya."

Pertama kalinya aku melihat sikap Taniguchi yang seperti itu. Sepertinya dia tidak tahan karena ditekan oleh Nazuka-san dan Shimizu-san dan ingin mengakhiri pembicaraan ini.

Kami pun melanjutkan memakan nasi kari ini seperti yang dikatakan Chef Taniguchi.