Akhir pekan berakhir dengan begitu cepat dan sekarang telah memasuki hari Senin lagi. Saatnya kembali menjadi seorang pelajar setelah beristirahat kemarin. Biasanya Taka mengerimiku pesan saat akhir pekan yang isinya ajakan pergi entah ke mana, tapi belakangan ini aku sudah jarang bertemu dengannya.
Saat memasuki kelas setelah mengatakan "Selamat pagi," aku disambut dengan Mizuno-san yang ternyata sudah datang duluan.
"Amamiya, makasih ya… Berkat kamu dan Shiraishi-san, aku berhasil lulus remedialnya. Dan juga, nilanya jauh lebih bagus. Sekali lagi, makasih ya… Ini catatanmu." Mizuno-san mengatakannya tepat di depan mukaku.
Mizuno-san, kamu terlalu dekat. Aku ambil catatan itu, lalu sedikit mundur.
"Baguslah kalau begitu. Nanti jangan lupa berterima kasih ke Shiraishi-san juga."
"Baiklah. Sekali lagi, makasih, ya…"
"Iya, sama-sama."
Setelah itu, aku menuju tempat dudukku.
Karena suara Mizuno-san sangat besar sampai terjangkau ke seluruh sudut kelas 2-D, murid-murid lain mulai penasaran dengan apa yang terjadi.
"Eh, ada apa Atsuko?" Fuyukawa-san langsung bertanya padanya.
"Mizuno-san, kamu kenapa?"
"Jumat lalu, aku dipaksa Misa minta tolong ke Klub Bantuan untuk bisa lulus remedial. Ternyata di klub itu ada Amamiya dan Shiraishi-san. Aku sangat tertolong dengan bantuan mereka."
"Eh, dua orang peringkat pertama dan kedua anggota Klub Bantuan?"
"Iya. Kalau ada masalah atau perlu konsultasi, datang saja ke sana."
"Boleh tuh…"
"Lagian kita juga ngga bisa bicara semua hal dengan guru konseling."
"Ya, benar…"
"Ya, ya…"
Dari pagi, suasana kelas sudah ramai. Aku tidak membencinya. Seperti inilah seharusnya masa sekolah. Lagi pula, seperti kata Sakamoto-sensei waktu itu, aku akan membantu teman-temanku. Semoga mereka bisa menjalani masa SMA dengan nyaman juga, seperti yang kuharapkan.
Rasa terima kasih yang diutarakan Mizuno-san kepadaku tadi rasanya sangat tulus, membuatku senang karena bisa membantu orang lain.
Hari ini aku sungguh menikmati waktu-waktuku di sekolah yang tanpa sadar jam pelajaran ketujuh sudah berakhir. Bel pulang telah berbunyi. Saatnya ke ruang klub.
Saat aku hendak berdiri dari kursiku untuk meninggalkan kelas, Taka yang terengah-engah seperti habis berlari masuk ke kelasku. Dia terburu-buru sekali. Kenapa, ya… Seperti biasa, murid-murid perempuan kelasku terpesona melihat dirinya.
"Itu Hiroaki-kun…"
"Kyaaa, Hiroaki-kun. Kenapa dia ke kelas kita?"
"Pasti dia ada perlu dengan Amamiya."
"Ah, iya…"
Mm… memang Taka seorang laki-laki yang tampan, alias ikemen. Menjadi pusat perhatian pasti sudah menjadi kesehariannya.
Taka menuju ke tempatku sambil tersenyum.
"Yo, Taka… Lama ngga ketemu. Ada apa ke sini?"
"Yo, Ryuki… Sebenarnya ada yang ingin kutunjukkan."
"Apa itu?"
"Sebentar."
Taka mulai mengambil sesuatu dari dalam tas pundaknya. Dia mengeluarkan beberapa kertas. Sepertinya itu cetakan foto.
"Itu kan foto yang kamu potret saat kita ke Meiji Jingu?"
"Ya, tepat sekali. Aku ingin kamu lihat hasil fotonya."
"Oh begitu…" Aku ambil dan melihat-melihat foto itu.
Foto yang dihasilkan Taka sangat bagus, menurutku. Dia memang menggunakan kamera ponselnya saat itu, tapi tidak kusangka kalau hasilnya bisa sebagus ini. Kemampuannya dalam menggunakan kamera sangat luar biasa.
"Kamu mengeditnya lagi?"
"Tentu saja agar hasilnya lebih bagus."
Dengan kemampuannya memotret sudah bagus ditambah dengan kemampuannya dalam mengedit fotonya, Taka luar biasa. Dia hebat.
"Eh, apa ini?"
"Bolehkah kami lihat, Hiroaki-kun?"
Mizuno-san dan Fuyukawa-san yang sudah di dekat kami menanyakan itu. Mereka seperti penasaran. Ah, Seto-san juga ada. Mereka selalu bertiga kalau kuingat-ingat.
"Ini foto yang kuambil saat aku dan Ryuki ke Meiji Jingu beberapa waktu yang lalu."
"Heee… Kalian sepertinya dekat, ya… sudah panggil dengan nama masing-masing." Mizuno-san tajam sekali.
"Ya bisa dibilang begitu. Ya ngga, Ryuki?"
"…Ah, iya."
"Dan kau,Ryuki… sepertinya hubungan dengan teman sekelas sudah semakin baik."
"Ya, seperti itu. Aku sudah jelaskan semuanya kepada mereka. Kan sudah kukatakan sebelumnya, setiap orang itu memiliki gilirannya masing-masing. Giliranku sudah tiba dan sudah kulakukan."
"Baguslah kalau begitu."
"Ini fotonya... hasilnya bagus-bagus, ya… Kalau bisa, jangan kebanyakan memotretku." Aku mengembalikan foto-foto itu kepada Taka.
"Ngga apa-apa, kan? Kamu kan keren, Ryuki."
"Eh, coba lihat foto-foto itu." Seto-san meminta untuk melihat foto-foto itu.
Seto-san, Mizuno-san, dan Fuyukawa-san, mereka bertiga bergantian melihatnya.
Sedangkan aku hanya bisa diam mendengar tanggapan Taka mengenai diriku yang katanya keren. Dilihat dari mana pun, aku tidak pernah berpikir diriku ini keren atau tampan. Aku hanya seorang laki-laki biasa dari suatu desa di Prefektur Nagano yang sedang bersekolah di Tokyo.
"Bagus ini, Hiroaki-kun. Amamiya-kun juga terlihat keren."
"Iya, seperti Misa katakan, foto-fotonya bagus, Hiroaki-kun."
"Um, aku juga setuju dengan Misa dan Atsuko."
"Lihat, Ryuki! Mereka saja bilang kalau kau keren."
"Iya, iya…" Aku menyetujui saja, lagi pula aku tidak suka berdebat karena hal seperti ini.
"Ah, ini… foto Amamiya yang di Sumur Kiyomasa terlihat lucu, ya…" Seto-san mengambil selembar foto itu.
"Iya, benar."
"Iya…"
Mizuno-san dan Fuyukawa-san tersenyum-senyum saat melihat foto itu.
Mau bagaimana lagi, itu saat aku disuruh menutup mata dan merilekskan tubuh. Wajar terlihat lucu.
"Kalau begitu, aku pergi ke ruang klub dulu." Aku berdiri dari kursiku.
"Eh, kamu masuk klub, Ryuki? Taka sedikit terkejut. Oh iya, dia belum tahu.
"Iya. Amamiya anggota Klub Bantuan yang waktu itu ada infonya di mading. Jumat kemarin, aku dan Atsuko pergi ke sana untuk minta bantuan."
"Heee… kalau aku ke sana, berarti bisa bantu aku dalam pemotretanku, kan?
"Kalau itu, mungkin saja bisa kulakukan."
"Anggotanya siapa saja?"
"Aku dan Shiraishi-san."
"Oh… Shiraishi-san, ya? Kebetulan sekali kan, Ryuki?"
"Apanya?"
"Kau kan tertarik dengan Shiraishi-san, jadi rasanya pas sekali bisa seklub dengannya."
"Eh?"
Fuyukawa-san, Mizuno-san, dan Seto-san terkejut.
Aku dan Taka melihat ke arah mereka.
"Kenapa dengan kalian bertiga? Ah, apa kalian tertarik dengan Ryuki?" Taka mengatakannya sambil menyeringai.
"Hey Taka, jangan katakan sesuatu yang bisa bikin salah paham. Aku cuma ingin tahu Shiraishi-san itu orangnya seperti apa. Itu saja."
"Iya, iya…"
"Sampai jumpa…"
Setelah mengatakan selamat tinggal, aku meninggalkan kelas dan menuju ruang Klub Bantuan.
Saat membuka pintu ruang klub, Shiraishi-san sudah tiba duluan di sana. Dia sedang membaca buku, sama seperti kemarin. Buku yang dibacanya kali ini masih buku yang sama seperti kemarin. Apa dia membacanya dua kali?
Setiap kali masuk ke ruangan ini, aku selalu menyapanya.Setelah menyapanya, aku duduk di kursiku. Kulemaskan tubuhku, lalu menghela nafas sambil melihat ke langit-langit ruangan ini. Pelajaran Pendidikan Olahraga hari ini sedikit menguras staminaku. Tadi pagi, kami melakukan pertandigan bola voli dengan kelas 2-B. Sudah lama sekali tidak bermain enam versus enam, jadi aku bermain dengan serius. Hasilnya, kelas 2-A menang dan aku kelelahan, tapi juga menyenangkan. Kelas gabungan memang menyenangkan.
"Uhuk, uhuk…" Shiraishi-san terbatuk kecil.
Aku yang menyadari itu langsung melihat ke arahnya.
"Kenapa, Shiraishi-san? Apa kamu terkena Flu?"
"Tidak apa-apa. Bagaimana dengan hasil remedial temanmu itu?"
"Ah, Mizuno-san, ya… Dia lulus remedialnya dan nilainya juga lebih bagus. Dia mengatakan terima kasih untukmu, Shiraishi-san. Ah, mungkin sebentar lagi dia ke sini untuk mengatakan terima kasih langsung kepadamu."
"Begitu ya…"
"Ya, begitu. Sudah kuduga, Shiraishi-san memang hebat."
"Ah, tidak. Kamu yang hebat karena bisa menemukan cara termudah."
Itu dia… Shiraishi-san tidak menggunakan namaku. Dia masih hanya menggunakan "anata-kamu" saat berbicara denganku. Saat berbicara, dia juga tidak melihat ke arahku. Dia tetap fokus dengan buku yang dibacanya. Sungguh gadis yang berbeda.
"Ngomong-ngomong," Shiraishi-san menambahkan, "Hiratsuka-sensei sudah memberikan anggaran klub."
"…Ah, baguslah… Setidaknya dengan anggaran itu kita bisa pakai untuk menjamu klien kita yang datang ke sini."
"Maksudmu?"
"Kita gunakan uang itu untuk memberi klien kita minum dan camilan saat mereka sedang membicarakan masalahnya kepada kita. Bagaiaman kalau kita beli peralatan teh dan sedikit camilan?"
"Mm… ide bagus. Kalau begitu, akan kubeli."
"Perlu kutemani? Ini kan untuk klub."
"Tidak perlu, aku pergi sendiri saja."
"Ah, begitu ya…"
Setelah itu, percakapan kami terhenti.
Suasana ruang klub kembali menjadi sunyi. Sesekali terdengar suara dari ruang klub sebelah. Aku pergi ke arah jendela dan melihat anggota klub olahraga yang sedang mengelilingi sekolah. Mereka sangat bersemangat.
Kembali ke tempat dudukku. Aku, yang tidak membawa buku bacaan hari ini dan juga masih terasa lelah, mengatur posisi badan untuk tiduran di atas meja ini sambil menunggu klien yang datang. Kalau tertidur dan ada klien yang datang ke sini, pasti aku terbangun. Lain halnya kalau tidak ada yang datang. Untuk jaga-jaga, kuatur juga alarm di ponselku.
***
Akh…
Aku terbangun karena leherku sakit akibat tiduran di meja di ruang klub ini. Entah berapa lama aku tertidur di sini. Aku masih dalam posisi tiduran di meja dengan wajah mengahadap ke pintu.
Di sebelah kiriku ada Shiraishi-san yang sedang berbicara dengan seseorang. Suara ini, sepertinya aku mengetahuinya. Suara ini dari mulutnya Mizuno-san.
"Halo, Shiraishi-san."
"Halo."
"Aku datang mau ucapkan terima kasih karena kemarin kamu dan Amamiya sudah bantu aku belajar. Aku lulus ujian remedialnya."
"Begitu ya. Perlu kubangunkan dia?"
"Ah, ngga usah. Di jam Pelajaran Olahraga tadi pagi, kami main voli dengan kelas 2-C. Dia bagitu semangat. Pasti dia capek."
"Hm, begitu ya…"
"Lagian dia juga hidup sendiri di sini. Udah pasti dia capek. Biarkan dia istirahat sebentar."
"Hidup sendiri?"
"Eh? Kamu ngga tau dia pindah ke sini dari Nagano?"
"Tidak."
"Ah, begitu ya… Lebih baik kamu tanya langsung. Dia kan teman klubmu sekarang."
"Ah, um."
"Kalau begitu, aku pamit dulu. Sekali lagi makasih ya…"
"Iya, sama-sama."
Suara langkah kaki Mizuno-san mendekat ke arahku karena dia akan keluar dari ruangan ini. Aku yang dari tadi sudah terbangun mencoba menutup kembali mataku agar dia tidak tahu kalau aku sudah bangun. Dia menggeser pintu ruangan ini, lalu pergi setelah menutup kembali kursinya. Langkah kakinya lama kelamaan semakin menghilang.
Aku terkejut saat Mizuno-san tidak menceritakan tentangku langsung kepada Shiraishi-san. Kupikir, dia akan langsung menceritakan semuanya. Ternyata dia memang orang yang memiliki hati yang baik. Walaupun awalnya dia sangat tidak menyukai diriku.
Tidak lama kemudian, alarm ponselku berbunyi di waktu yang sudah kuatur sebelumnya yaitu pukul 17:45. 15 menit sebelum sekolah tutup.
Aku langsung mematikan alarm itu dan bangun dari posisi tidurku sambil merentangkan tangan. Ah, rasanya sudah tidak terlalu lelah lagi, tapi leherku sedikit sakit yang membuatku memutar-mutarkan kepalaku.
Baiklah, mungkin sekarang saatnya untuk pulang. Sudah pasti tidak ada lagi orang yang datang ke sini.
Kulihat ke arah Shiraishi-san. Dia tidak duduk di kursinya sambil membaca buku, melainkan sedang berdiri di dekat jendela, memandangi halaman sekolah yang gelap karena terhalang dengan gedung khusus ini. Entah kenapa pandanganku tidak bisa kualihkan dari dirinya.
Setelah beberapa saat, dia memalingkan pandangannya ke arahku yang memang dari tadi memandangi dirinya, sehingga mata kami bertemu. Mataku terbuka lebih lebar, membuatku tidak merasakan kantuk lagi.
"Ah, kamu sudah bangun, ya…"
"Iya…"
"Kalau begitu, kita cukupkan aktivitas klub kita hari ini sampai di sini."
"Ah, iya. Sudah tidak ada yang datang lagi juga…"
"Iya…"
Kami bersiap-siap untuk pulang. Menutup semua jendela dan memastikan tidak ada barang kami yang tertinggal. Lalu, kami keluar dari ruangan ini dan mengunci pintunya.
Aku berjalan di belakang Shiraishi-san menuju loker sepatu dan mengatakan selamat tinggal saat tiba di sana.
Hari yang melelahkan di sekolah telah berakhir. Saatnya pulang ke apartemen, makan, mandi, lalu tidur. Hari esok sedang menunggu gilirannya untuk datang.