Chereads / Kesempatan Kedua di Kehidupan SMA-ku / Chapter 43 - Mungkin, Amamiya Ryuki Harus Belajar Menahan Diri (1)

Chapter 43 - Mungkin, Amamiya Ryuki Harus Belajar Menahan Diri (1)

Entah kenapa hari ini aku bangun dengan keadaan badan yang kurang segar. Otot-ototku terasa sedikit sakit. Saat melakukan push-up, otot lenganku terasa sakit. Saat menggerakkan kepalaku untuk melihat ke kiri dan ke kanan, leherku menjadi sakit. Ini pasti akibat dari permainan voli kemarin yang membuat otot-otoku menjadi tegang dan akibat salah posisi tidur yang membuat leherku sedikit susah digerakkan dan terasa sakit. Sungguh permulaan pagi yang tidak bagus. Walaupun sebelumnya aku pernah mengalami hal yang serupa saat membaca novel yang sedih itu. Aku sendiri tidak ingin mengingat judulnya lagi.

Seperti biasa, sesudah membuat dan makan sarapan pagi ini, aku langsung berangkat ke sekolah, SMA Akademi Keiyou. Tentu saja dengan berjalan kaki. Berjalan di trotoar sambil melihat keadaan sekelilingku merupakan hiburan tersendiri saat berangkat ke sekolah.

Sekarang sudah pertengahan Mei yang mana sebentar lagi musim panas akan tiba. Seragam pun berganti menjadi seragam musim panas. Suhu udara sudah naik secara perlahan-lahan. Aku menghadap ke arah datangya cahaya matahari. Hari ini pun terlihat menyilaukan. Cuaca cerah memang indah.

Sekolah sudah terlihat di depan mata. Aku menyeberangi jalan di perempatan, tempat di mana kecelakaan itu terjadi, lalu berjalan ke arah pintu gerbang sekolah bersamaan dengan murid-murid Keiyou lainnya.

Seperti biasa juga, mereka masih memandang rendah diriku sambil berbisik dengan teman mereka. Lakukan sesuka hati kalian saja.

Masuk ke sekolah melalui gerbang besar sambil mengatakan "Selamat pagi" kepada Agitsu-sensei yang berdiri di dekat gerbang. Hari ini pun Agitsu-sensei berada di situ. Sepertinya memang sudah menjadi kebiasaanya berada di dekat gerbang di pagi hari. Pasti Agitsu-sensei mempunyai alasan kenapa selalu berada di situ. Apa karena kecelakaan tahun lalu membuatnya selalu berada di dekat gerbang sebagai pengawas?

"Pagi, Amamiya-kun…"

Suara lembut menggema di telingaku yang sepertinya suara itu berasal dari arah belakangku. Suara yang sudah kukenal.

"Ah, pagi, Namikawa-san…"

Aku berhenti sejenak untuk melaraskan posisiku berjalan dengan Namikawa-san. Ah gawat, aku belum bisa menggerakkan leherku secara leluasa.

Sejak masuk ke sekolah ini, aku cenderung berbicara sedikit formal, berbeda dari murid lainnya. Tapi hari ini kucoba untuk mengubah itu. Aku sudah tidak berbicara terlalu formal dengan Taka sejak ke Meiji Jingu bersamanya. Ini seharusnya bisa menjadi langkah yang baru untukku agar bisa menjadi pribadi yang mudah diajak berbicara. Dengan demikian, aku bisa dengan mudah berteman dengan mereka. Pastilah aneh saat ada murid yang berada di tahun dan kelas yang sama, tapi malah berbicara secara formal. Ah, tunggu sebentar. Aku mengenal seseorang seperti itu walaupun tidak sekelas dengannya.

Karena saat ini aku bertemu dengan Namikawa-san, mungkin ada baiknya langsung kupraktikkan.

"Amamiya-kun, sepertinya kamu agak beda hari ini."

"Beda di mananya?"

"Kamu terlihat kaku. Seperti robot saat lihat ke arahku."

"Ah… ini, leherku sakit. Ngga bisa bebas digerakin."

"Pasti karena salah posisi tidur."

"Sepertinya sih. Kemarin aku kelelahan, jadi asal tidur."

"Begitu ya…"

"Lagian nanti juga bisa bebas digerakin lagi."

"Iya…"

Kami bersamaan masuk ke Gedung Utama dan berpisah saat menuju loker sepatu masing-masing. Setelah memakai uwabaki-ku, kulihat Namikawa-san seperti sedang menunggu seseorang. Mungkinkah Kayano-san? Saat aku berjalan di depannya untuk menuju arah tangga, dia langsung mengikutiku. Jadi, ternyata dia menungguku.

"Kukira kamu menunggu orang lain, Namikawa-san."

"Tentu saja tidak. Aku kan dari tadi bersamamu, Amamiya-kun."

"Ah, benar juga."

"Ngomong-ngomong, gaya bicaramu udah berubah, ya, Amamiya-kun."

"Ah, ini… Iya. Apa aneh?"

"Ah, tentu aja ngga. Kenapa tiba-tiba berubah?"

"Kupikir kalau kuubah gaya bicaraku yang sebelumnya agak formal, aku bisa jadi orang yang mudah diajak bicara, dan bisa dapat teman lagi."

"Begitu ya… Malah rasanya lebih nyaman bicara denganmu seperti itu. Rasanya ngga seperti bicara dengan orang asing. Ya mungkin, pada awalnya sedikit sulit. Tapi, aku suka gaya bicaramu yang sekarang, Amamiya-kun."

"Ah, um, makasih, Namikawa-san."

"Iya…" Namikawa-san tiba-tiba tersenyum. Senyumannya sangat manis.

"Kalau gitu, sampai jumpa lagi."

"Sampai jumpa."

Setiba di lantai dua, kami berpisah menuju arah kelas masing-masing.

Ada sesuatu yang membuatku penasaran. Murid-murid yang berada di halaman depan sekolah dan di lantai satu tadi, semuanya melihat ke arah Namikawa-san. Ada juga yang berbisik. Pandangan mereka ke Namikawa-san berbeda. Bukan pandangan untuk merendahkan seperti yang mereka lakukan kepadaku, tapi ini lebih seperi pandangan yang mengagumi dirinya. Bisa kubilang hampir mirip dengan padangan mereka ke Fuyukawa-san.

Taka pernah bilang kepadaku kalau aku hebat bisa berteman dengan Namikawa-san. Siapa sebenarnya Namikawa-san ini?

Memasuki kelas dari pintu yang biasa sambil mengatakan "Selamat pagi" yang kemudian dibalas dari teman sekelasku yang sudah berada duluan di kelas. Setelah memberikan senyuman, aku menuju tempat dudukku, meletakkan tas pada gantungan tas di meja, dan mulai memegang leherku.

Leher kaku seperti ini rasanya sangat tidak mengenakkan sekali. Kalau kupaksakan menggerakkannya ke arah kiri dan kanan, bisa saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, aku menggerakkannya sedikit-sedikit sambil kupijat.

Suasana kelas ini di pagi hari tidak terlalu ramai seperti di waktu istirahat makan siang. Kalau ditanya lebih suka yang mana antara suasana kelas yang ramai atau yang tidak terlalu ramai, maka akan kujawab dengan suasana kelas yang tidak terlalu ramai. Bukannya aku membenci suasana kelas yang ramai, hanya saja aku belum terbiasa dengan itu.

Saat kulihat ke arah luar jendela, hari ini pun anggota klub olahraga melakukan latihan pagi dengan serius. Mau bagaimana lagi, ujian tengah semester telah usai dan sebentar lagi akan ada turnamen. Fuyukawa-san pasti berlatih dengan serius. Tidak hanya Fuyukawa-san tapi juga Mizuno-san, Seto-san, Shimizu-san, dan Nazuka-san.

"Pagi!"

Suara itu terdengar dari arah pintu. Itu suara Fuyukawa-san.

Saat kulihat ke arah pintu, Mizuno-san, Seto-san, Shimizu-san, dan Nazuka-san, mereka memasuki kelas dengan sedikit berkeringat di wajah mereka. Baru saja dibicarakan dan mereka langsung saja muncul. Mereka memang baru saja melakukan latihan pagi, tapi mereka sama sekali tidak terlihat lelah. Malahan aku yang terlihat kelelahan.

"Pagi, Amamiya-kun."

"Ah, pagi, Fuyukawa-san."

"Are, kayaknya kamu ngga enak badan, ya?"

"Ah, sedikit. Rasa capek kemarin masih terasa sampai hari ini."

"Ngga ke UKS aja?"

"Ngga apa-apa."

"Hm…"

"Kenapa, Fuyukawa-san?"

"Ah, ngga. Rasanya gaya bicaramu udah berubah aja."

"Ah, um, aku ingin jadi orang yang mudah diajak bicara."

"Gitu ya… bagus. Aku suka gaya bicaramu yang sekarang sih…"

"Makasih. Tadi Namikawa-san juga bilang sepertu itu."

"Oh… Begitu ya…"

"Um."

Tepat diakhir perkataanku tadi, bel berbunyi.

Dengan keadaan yang sedikit kelelahan seperti ini, hari-hariku di sekolah akan dimulai kembali. Ini merupakan kewajiban seorang pelajar, yaitu belajar di sekolah.

Ayo fokus untuk belajar. Jangan biarkan tubuh yang lelah ini mengganggu pikiranku.