Aku tiba di Gedung Olahraga yang besar ini. Suasana di tempat ini sungguh ramai. Anggota klub olahraga sedang latihan di sini. Aku melihat Fuyukawa-san, Mizuno-san, dan Seto-san yang sedang melakukan lay-up bersama anggota klub bola basket putri dan juga putra.
Rasanya aku menjadi tidak enak karena memakai seragam sekolah di sini yang mana semua orang di tempat ini memakai pakaian olahraganya.
Aku melihat ke kiri dan ke kanan, sepertinya Shiraishi-san belum sampai. Kulangkahkan kakiku menuju lapangan bola voli tempat anggota klub bola voli putri. Seperti yang dikatakan tadi, klub bola voli putra latihannya sangat intens. Itu menu latihan yang diperlukan untuk bersaing di level nasional.
"Amamiya-kun, di sini."
Shimizu-san memanggilku dengan suara yang keras sehingga mudah untukku mengetahui letak dirinya.
"Kamu ngga ganti pakaian, Amamiya-kun?"
"Aku ngga bawa pakaian olahraga."
"Apa boleh buat. Ayo kita mulai. Izumi udah tunggu, tuh."
"Ngga tunggu Shiraishi-san dulu?"
"Oh iya. Shiraishi-san mana?"
"Kayaknya sedang ganti pakaian."
"Um, baiklah…"
"Selagi nungguin Shiraishi-san, lakukan pemanasan terus."
"Oke…"
Shimizu-san berlari ke arah Nazuka-san dan seluruh anggota klub bola voli putri mulai melakukan pemanasan.
Suara teriakan yang menggema ke seluruh gedung ini membuatku bernostalgia. Aku juga pernah melakukan latihan saat SMP dulu. Waktu itu sangat menyenangkan.
Saat melihat-lihat ke sekelilingku, mataku bertemu dengan mata Fuyukawa-san. Fuyukawa-san sedikit kaget melihatku berada di tempat seperti ini.
Dari pintu masuk, kulihat Shiraishi-san masuk dengan pakaian olahraga. Berarti benar kalau tadi dia sedang mengganti pakaiannya. Dia melihat-lihat ke arah sekitar. Saat matanya bertemu dengan mataku, dia langsung menuju ke tempatku.
"Maaf aku telat."
"Ah, ngga apa-apa. Lagian mereka baru aja mulai."
"Jadi, latihan seperti apa yang akan kamu berikan kepada mereka?"
Oh iya, aku belum sempat memikirkan latihan apa yang akan kuberikan kepada mereka. Kalau kuandalkan pengalamanku untuk melatih mereka, sepertinya cukup untuk mengisi kekosongan ini.
"Mungkin, latihan receive, spike, dan block."
"Begitu ya…"
"Shiraishi-san bisa olahraga voli?"
"Aku mengerti tentang olahraga voli, tapi aku tidak mahir dalam olahraga."
"Oh begitu…"
"Amamiya-kun… kami udah selesai pemanasan." Nazuka-san memanggilku.
"Kalau begitu, aku ke sana dulu."
"Ya."
Seperti biasa, Shiraishi-san menjawabnya dengan nada suara yang agak dingin kepadaku. Sebenarnya tidak hanya kepadaku, tapi juga kepada Mizuno-san, Seto-san, Shimizu-san, dan Nazuka-san, bahkan ke Hiratsuka-sensei juga.
Aku masuk ke dalam lapangan bola voli. Rasanya berat. Tantangannya berat karena mereka semua murid perempuan. Aku menjadi gugup dan canggung.
"Amamiya-kun?"
"Ah, i-iya. Etto, berapa jumlah anggota klub voli putri?"
"Semuanya ada 14 orang
Gawat. Aku harusnya sudah mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini. Ah, mungkin karena mereka bukan berasal dari yang sama denganku. Aku bisa dengan santai berbicara dengan Shimizu-san dan Nazuka-san, tapi karena ada orang yang tidak kukenal, itulah yang membuatku menjadi gugup.
Tenanglah… Ini juga bisa menjadi kesempatan bagus untuk membiasakan diri dengan situasi seperti ini.
"Pastinya latihannya ngga jauh beda. Hari ini kita latihan receive, spike, dan block. Pertama kita mulai dengan latihan receive. Manajer klub volinya ada?"
"Ada. Itu yang berada di luar lapangan. Namanya Taniguchi Hitoka."
Sepertinya ahli bicara klub bola voli putri ini berada di Shimizu-san.
"Baiklah. Ayo kita mulai."
"Hitoka… latihan akan dimulai." Nazuka-san memanggil Taniguchi-san.
"Ah, iya." Taniguchi-san berlari menuju lapangan.
Para pemain mulai berbaris.
Manajer, Taniguchi-san, berdiri di dekatku untuk memberikan bola kepadaku. Tanpa kusadari, Shiraishi-san juga berdiri di samping Taniguchi-san.
"Kamu Amamiya Ryuki-kun, kan?"
"Ah, iya." Aku kaget kalau Taniguchi-san tahu namaku.
"Permainan volimu kemarin sangat bagus."
"Eh? Kemarin?"
"Ah, maaf. Aku Taniguchi Hitoka dari kelas 2-C."
Pantas saja Taniguchi-san berani mengatakan kalau permainan voliku bagus, ternyata dia di kelas 2-C yang saat itu bermain dengan kelas kami, 2-D.
"Ayo mulai latihannya. Jangan buang waktu lagi."
Suara dengan nada dingin terdengar dari arah samping Taniguchi-san. Walaupun ini di Gedung Olahraga yang penuh dengan suara teriakan, suara Shiraishi-san terdengar sangat jelas.
"Ah, baiklah. Ayo mulai, Amamiya-kun."
"Baiklah."
Aku naik ke tangga yang dibutuhkan untuk bisa membuatku berdiri melewati net, sehingga aku bisa dengan mudah memukul bola ke arah pemain voli ini untuk melakukan receive.
Satu per satu pemain masuk ke lapangan. Aku memukul bola ke arah pemain itu, lalu pemain itu melakukan receive terhadap bola pukulanku. Beberapa kali kuberi penjelasan untuk melakukan receive yang baik dan benar kepada pemain yang buruk dalam receive.Beberapa pemain yang buruk dalam receive berasal dari kelas 1. Mungkin masih pemula. Mereka masih bisa berkembang.
Kehadiranku di lapangan voli putri ini membuat orang-orang lain yang berada di sini melihat ke arahku. Memang sangat aneh melihat seorang murid laki-laki berada di lapangan voli perempuan sambil melatih para anggota klub bola voli putri ini. Bahkan pelatih bola voli putra melihat ke arahku.
Setelah melakukan latihan receive, kupindahkan tangga ini ke luar lapangan, dan saatnya lanjut ke latihan selanjutnya.
"Selanjutnya kita lakukan latihan spike. Setter siap di posisinya, dan pemain lainnya mulailah berbaris."
Tinggi net bola voli putri lebih pendek daripada net bola voli putra. Dengan tinggi anggota klub bola voli putri yang terbilang berada di angkat 160 cm, pasti akan ada beberapa orang yang kesulitan dalam melakukan spike. Tapi, tidak masalah. Mereka masih bisa berkembang. Mungkin ada baiknya aku menjelaskan sedikit kepada anggotanya.
"Mungkin ada beberapa di antara kalian yang masih kesulitan meng-spike bola. Jadi, ada baiknya kalau aku coba beri contoh, terutama kepada yang masih baru. Setter, tolong berikan toss kepadaku."
Untuk melakukan spike, ada beberapa step harus diketahui. Bagi orang yang sudah berpengalaman, tubuh mereka yang mengingat step-step itu.
Sedikit sulit melakukan spike tanpa pakaian olahraga. Tapi, itu bukanlah masalah. Taniguchi-san melemparkan bola ke arahku, dan aku pun siap untuk melakukan spike.
Step pertama yaitu membangun momentum dengan lengan maju ke depan. Step kedua, berakselerasi dengan mengayunkan lengan ke belakang dan telapak tangan terbuka ke atas. Selanjutnya, injak dan tutup untuk mengubah energi dari akselerasi ke depan menjadi energi vertikal. Ayunkan lengan ke atas dengan lompatan untuk meningkatkan energi vertikal. Lengan untuk memukul bola dalam posisi siap dan lengan yang berlawanan mencapai titik tertinggi. Gunakan otot inti dan rotasi bahu untuk mentrasnfer daya ke pukulan, lalu ayunkan melewati bola.
Bola yang dilambungkan oleh settersangat tinggi dan sangat bagus arahnya bolanya. Aku berlari, melompat, dan kupukul bola itu. Uwaaa, rasanya sangat nikmat. Suara bola yang kupukul tadi lumayan keras sehingga membuat orang-orang penasaran.
"Baiklah, kira-kira begitu. Ayo semangat."
"Ya, Pelatih."
"Eh? Jangan sebut Pelatih, dong."
"Kamu kan pelatih kami sekarang."
"Iya, tapi kan ngga enak juga. Panggil nama aja, Nazuka-san."
"Baiklah, Pelatih Amamiya."
Mereka sekarang menambahkan namaku. Padahal sudah kubilang nama saja. Mereka membuatku gugup karena mamanggilku seperti itu. Beberapa pemain voli putri mulai tersenyum. Mungkin karena melihat tingkahku yang mulai gugup.
Latihan dilanjutkan. Mereka mulai melakukan spike, satu per satu pemain. Seperti yang kuduga, memang ada yang masih kesulitan. Setidaknya mereka sudah dapat dasarnya. Hanya perlu latihan lagi.
Setelah spike, sekarang lanjut ke latihan block. Untuk latihan ini, aku meminta dua pemain yang berposisi sebagai middle blocker untuk melakukan block terhadap spike dariku. Mereka tidak keberatan, malahan mereka semakin bersemangat.
Di latihan block ini, dua orang terus bergantian untuk menahan spike dariku. Rasanya aku semakin menikmati dalam membantu mereka latihan. Aku terus-terusan melakukan spike dan mereka terus-terusan untuk mencoba mem-block bola pukulanku. Pemain yang bertubuh pendek juga mencoba untuk melakukan block. Aku salut melihat kegigihan mereka dalam latihan.
Pada akhirnya, latihan block selesai. Kuakhiri dengan menyuruh mereka beristirahat sebentar dan setelah itu dilanjutkan dengan satu set pertandingan enam lawan enam. Tentu saja, aku yang akan menjadi wasitnya.
Para pemain bola voli putri mulai kembali ke dalam lapangan dan membagi menjadi dua tim yang akan bertanding satu sama lain. Walaupun ini bisa dikatakan dengan mini game saat latihan, aku ingin mereka bermain dengan serius. Tapi, aku bukan siapa-siapa yang bisa menyuruh mereka seperti itu.
Saat aku hendak memulai pertandingan dengan meniup peluit yang diberikan Taniguchi-san, tiba-tiba Nazuka-san memanggilku.
"Amamiya-kun, kamu dipanggil oleh pelatih voli putra."
"Eh?" Aku sedikit terkejut.
"Pergi aja, Amamiya-kun. Biar aku yang jadi wasit. Lagian juga ada Shiraishi-san."
"Baiklah. Tolong, Taniguchi-san, Shiraishi-san."
Aku pergi ke arah lapangan bola voli tempat para pemain putranya latihan. Pelatih voli putra itu menghampiri diriku saat dia lihat aku berjalan ke arah lapangan mereka.
"Maaf, anda memanggil saya?"
"Ah, iya, maaf. Ada yang ingin kutanyakan. Kamu ingin masuk klub voli?"
"Kalau saya bilang tidak ingin masuk, mungkin itu sebuah kebohongan. Tapi…"
"Tapi?"
"Saya sudah masuk klub lain."
"Begitu ya…"
"Iya."
"Kalau begitu, mau coba bermain bersama anggota klub voli putra ini?"
"Eh, boleh?"
"Semuanya, ayo kita mulai pertandingan satu set. Ada seseorang yang ingin bermain juga."
Akhirnya aku bermain satu set dengan anggota klub bola voli putra.
Aku bermain tanpa pakaian olahraga yang melekat di tubuhku. Rasanya sedikit sulit untuk bergerak leluasa. Permainan terus berlanjut hingga akhirnya satu set berakhir. Timku menang dengan skor 25-22. Sungguh permainann yang menyenangkan. Tanpa sadar, aku juga bermain dengan seluruh kemampuanku. Hasilnya, sekarang aku menjadi lelah.
Setelah satu set pertandingan voli itu, pelatih klub bola voli putra mengatakan kalau permainanku bagus dan sangat disayangkan kalau aku tidak bergabung dengan klubnya.
Aku ingin, tapi tidak bisa. Dengan memperhitungkan semuanya, masuk ke klub olahraga saat hidup sendiri di kota besar, ditambah lagi sebagai murid penerima beasiswa yang memiliki ketentuan-ketentuan tertentu yang diberikan oleh pihak sekolah, seperti nilai hasil ujian harus di atas 80, maka masuk ke klub olahraga merupakan pilihan yang buruk.
Kembali ke lapangan bola voli putri, mereka sepertinya sudah duluan selesai. Mungkin sekarang sudah hampir pukul enam sore, aku harus pulang.
"Amamiya-kun, Shiraishi-san, makasih atas bantuannya." Seluruh anggota klub bola voli putri membungkuk ke arahku dan Shiraishi-san.
"Iya, sama-sama." Aku menjawabnya dengan senyuman. Rasanya sangat menyenangkan saat mendapatkan ucapan terima kasih.
"Sama-sama."
"Kalian udah boleh pulang, kok. Selanjutnya biar kami yang membersihkan tempat ini." Taniguchi-san mengatakannya sambil membawa keranjang bola.
"Makasih, Taniguchi-san."
Aku dan Shiraishi-san meninggalkan Gedung Olahraga ini.
Rasanya hari ini aku melakukan sesuatu yang kurang baik, yaitu bermain bola voli dengan sekuat tenaga yang akhirnya membuatku semakin kelelahan. Aku memang tidak tahu kapan harus menahan diri. Sepertinya, aku memang harus belajar untuk menahan diri.
Ada sedikit hal yang membuatku penasaran. Dari awal, aku memang sudah merasa kelelahan, tapi saat bermain bola voli tadi, rasa lelahnya tidak terlalu terasa oleh tubuhku. Ini sebuah misteri.
Saat ini aku berjalan dengan Shiraishi-san yang dari tadi hanya diam. Dari awal, dia memang seorang pendiam. Mengajaknya bicara mungkin ide yang bagus, tapi aku tidak begitu yakin. Dia sama sekali tidak menggunakan namaku saat aku berbicara dengannya. Apakah dia membenci diriku ini?
"Kamu…"
Tiba-tiba Shiraishi-san membuka mulutnya. Tentu saja bukan sebuah nama.
"Ya?"
"Hari ini gaya bicaramu berbeda dengan hari-hari kemarin."
"Iya. Teman sekelasku juga bilang seperti itu?"
"Kenapa kamu mengubah gaya bicaramu?"
"Aku ingin jadi orang yang mudah diajak bicara. Kalau bicara formal dengan orang yang sebaya, rasanya seperti menutup diri. Jadi, aku ingin buka diriku ini dan bisa dapat banyak teman."
"Begitu ya…"
"Um, kira-kira seperti itu."
Aku ingin bilang kalau Shiraishi-san harus mengubah cara bicaranya yang formal itu. Tapi, kuurungkan niatku itu. Aku bukan siapa-siapanya dia. Kami hanya dua murid yang berada di klub yang sama karena ajakan Hiratsuka-sensei. Aku bisa yakin kalau dia tidak menganggapku sebagai teman. Aku hanya rekannya di Klub Bantuan ini.
Kami berpisah di loker sepatu. Setelah memakai uwabaki, aku langsung menuju kelasku untuk mengambil blazer dan tas milikku. Saatnya pulang ke apartemen.
Hari yang melelahkan ini akhirnya akan segera digantikan dengan hari baru yang akan datang sebagai hari esok. Untuk hari esok, aku harus bisa lebih fit. Karena itulah, malam ini kugunakan waktuku untuk beristirahat. Tidak lupa juga dengan makan yang banyak untuk mengisi energi kembali.