Hari ini aku datang ke sekolah dengan perasaan yang berbeda. Datang lebih pagi daripada biasanya karena kemarin sepulang sekolah aku lupa membersihkan kelas. Memasuki kelas dari pintu yang selalu kulalui, terlihat seorang gadis yang sedang mengatur meja dan kursi. Gadis itu adalah Moriyama-san.
Moriyama-san yang menyadari ada seseorang yang membuka pintu belakang kelas langsung melihat ke arah itu.
"…Ah, Pagi, Amamiya-kun." Moriyama-san menyapaku dengan senyumannya.
"Selamat pagi, Moriyama-san."
Aku membalas sapaannya sambil berjalan menuju tempat dudukku. Setelah itu, aku mulai membantunya piket.
Satu per satu murid kelas ini masuk sambil mengatakan "Ohayou" dan kami yang sudah duluan berada di dalam kelas menyapanya kembali. Mereka yang tidak piket langsung keluar dari kelas agar tidak menggangu, sedangkan yang piket langsung melakukan pekerjaannya. Semuanya sudah lengkap, lima orang yang piket di hari ini sudah tiba semua.
Dengan adanya lima orang, piket kelas menjadi lebih cepat selesai. Mm… Bersih dan sangat nyaman untuk belajar.
Sepertinya kemarin mereka lupa melakukan piket saat pulang sekolah. Mungkin karena apa yang terjadi kemarin. Bisa dikatakan kalau itu juga salahku karena langsung pulang.
Atmosfer di kelas ini sudah menjadi lebih hidup dan berwarna. Aura gelap yang sebelumnya menyelimuti kelas ini sudah tidak ada lagi. Murid-murid kelas ini juga sudah mulai mengajakku berbicara. Namun tetap saja ada beberapa murid dari laki-laki dan perempuan yang masih belum bisa menerimaku. Ini hanya masalah waktu. Aku hanya perlu bersikap seperti biasa.
Pukul 8:30 pagi, bel berbunyi menandakan jam pelajaran pertama akan dimulai. Setiap pelajaran di hari ini dan di hari selanjutnya rasanya akan sangat menyenangkan.
Setelah jam pelajaran keempat berakhir, sekarang memasuki waktu istirahat makan siang. Aku sedang merapikan buku dan meletakkannya ke dalam laci meja, tiba-tiba Fuyukawa-san memanggilku.
"Amamiya-kun, mau makan siang bareng?"
"…Ah, iya, ayo makan siang bareng di kantin, Amamiya." Mizuno-san menambahkan.
"Um, ayo Amamiya. Bukannya ini kesempatan untuk mempererat hubunganmu dengan kami?" Seto-san menambahkan keuntungan jika aku ikut mereka.
"Mm… Baiklah." Aku mengangguk menyetujui ajakan mereka.
"Kalau begitu, hari ini kelas 2-D akan menyerbu kantin." Fuyukawa-san mengatakannya sambil tertawa.
Di waktu istirahat makan siang ini, untuk pertama kalinya aku pergi makan siang di kantin bersama teman sekelasku. Walaupun Fuyukawa-san mengajak semua murid kelas 2-D, tapi tidak semua dari mereka ikut makan siang di kantin. Tentu saja keberadaanku bersama murid-murid kelas 2-D membuat murid-murid lain yang bukan dari kelas 2-D terheran-heran. Aku yang dulunya seperti ditolak sekarang bersama dengan mereka yang menolakku. Wajar saja, mereka yang bukan murid kelas 2-D tidak tahu apa yang sudah terjadi kemarin seusai pelajaran terakhir.
Setelah memesan makanan, kami duduk di meja makan. Di meja ini muat untuk enam orang. Aku yang duduk di pinggir kiri meja. Di sebelah kananku ada Fuyukawa-san, dan Mizuno-san. Tepat di depanku ada Moriyama-san, Shimizu-san, dan Seto-san. Untuk pertama kalinya aku duduk berdekatan di samping Fuyukawa-san.
Mm? Ada yang aneh.
Kenapa di meja ini cuma aku yang laki-laki?
Murid laki-laki kelasku yang lainnya berada di meja sebelah, juga dengan murid perempuan yang lain. Setidaknya biarkan aku duduk bersama laki-laki, bukan bersama perempuan. Aku pasti gugup kalau ramai perempuan di sekitarku.
Ah, tidak… Lebih baik aku ambil hal positifnya saja dari keadaan ini. Memang aku gugup, tapi mungkin rasa gugup itu bisa hilang perlahan dengan membiasakannya.
Setelah selesai makan, para gadis mulai berbicara. Fuyukawa-san, Mizuni-san, dan Seto-san berbicara mengenai basket. Sedangkan Moriyama-san dan Shimizu-san hanya diam sambil menyimak pembicaraan mereka.
Di saat mereka bertiga asik berbicara, Moriyama-san mengajakku berbicara.
"Amamiya-kun, gimana rasanya hidup sendiri di Tokyo?"
"Ah, itu, aku juga ingin tahu."
"Aku juga."
Fuyukawa-san dan Mizuno-san yang mendengar pertanyaan Moriyama-san itu langsung berhenti berbicara. Mereka berdua sepertinya tertarik dengan pertanyaan dari Moriyama-san.
"Ya, tentu saja hidup sendiri itu berat. Dari Senin hingga Sabtu aku bangun pukul lima pagi. Melakukan pekerjaan rumah sendirian seperti belanja, memasak, dan sebagainya. Tapi, aku sudah terbiasa. Jadi, tidak terlalu berat seperti pertama kali."
"Oh begitu… Di hari Minggu kamu ngga bagun pagi, Amamiya-kun?"
"Tidak, Moriyama-san."
"Eh, kenapa?"
"Hari Minggu aku istirahat. Kalau dari Senin hingga Sabtu aku bangun pagi karena mengatur alarm, di hari Minggu kubiarkan bangun sendirinya tanpa alarm."
"Ah, aku ngerti itu, Amamiya-kun."
"Um, aku juga."
Fuyukawa-san, Mizuno-san, Seto-san, dan Shimizu-san mengangguk menyetujui pendapatku. Tentu saja bagi mereka yang mengikuti klub olahraga sangat perlu waktu istirahat setelah melakukan latihan yang berat dan melelahkan.
"Ngomong-ngomong Amamiya, apa kamu sudah bertemu dengan gadis yang kamu selamatkan waktu itu?"
Mizuno-san menanyakan itu langsung. Dia benar-benar orang yang to-the-point.
"Aku juga penasaran."
"Aku juga."
Moriyama-san dan Shimizu-san tiba-tiba menjadi lebih bersemangat.
"Ah, soal itu…"
"Jangan bilang kalau belum…" Seto-san memotong perkataanku.
"Aku belum pernah bertemu dengan orangnya."
"Eh… Benarkah begitu, Amamiya-kun?" Fuyukawa-san seperti terkejut.
"Iya. Mungkin gadis yang kuselamatkan itu sudah mengunjungiku saat aku masih belum sadar."
"Gadis itu murid Keiyou, kan?"
"Iya, Shimizu-san."
"Seharusnya gadis itu ucapkan terima kasih sekali lagi karena kamu sudah di sini sekarang. Apa gadis itu ngga tahu kalau kamu di sini sekarang?"
"Aku tidak yakin tentang itu."
"Kenapa begitu, Moriyama-san?" Aku pun balik bertanya.
"Kedatanganmu di hari pertama saja sudah bikin orang-orang dari kelas lain tahu kalau ada murid baru. Seharusnya gadis itu tahu. Lagian kamu dapat peringkat dua di ujian tengah semester."
"Mungkin saja gadis itu takut." Fuyukawa-san mengatakan itu sambil melihat ke arah bawah.
"Mm… Itu bisa saja." Seto-san mengangguk setuju.
"Kenapa dia takut?"
"Mungkin karena dia sudah pernah membuatmu mengalami kecelakaan itu, Amamiya-kun."
"Mm…"
Jawaban dari Fuyukawa-san ini membuatku berpikir kembali. Mungkin saja kalau gadis itu takut karena berpikir kalau kecelakaan itu terjadi karena kesalahannya, sehingga membuat orang yang tidak dikenalinya itu masuk ke rumah sakit. Tapi, itu hanya masa lalu. Sekarang aku berada di sekolah yang sama dengannya merupakan fakta kalau aku baik-baik saja.
Tiba-tiba kesunyian melanda meja kami. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar karena menyinggung masa laluku saat kecelakaan itu. Memang kecelakaan itu telah berlalu, tapi tetap saja melekat di pikiranku.
Kita tidak bisa melupakan masa lalu. Tanpa kita sadari, masa lalu akan terus mengikuti kita dari belakang. Oleh sebab itu, kita hanya bisa menerima masa lalu itu menjadi bagian dari diri kita, karena kita yang sekarang dibentuk dari kejadian-kejadian masa lalu.
"…Ah, Amamiya-kun."
"Ah, benar."
Kudengar suara dua orang gadis dari arah kiriku. Ada Namikawa-san dan Kayano-san yang sedang mencari meja untuk makan.
"Halo, Namikawa-san, Kayano-san." Aku menyapa mereka.
"Pertama kalinya aku melihatmu dengan teman sekelasmu, Amamiya-kun." Kayano-san langsung mengetahui kalau aku bersama teman sekelasku.
"Ah, iya…"
"Datang lagi ke Perpustakaan, ya… Sakura-chan sepertinya ingin bertemu denganmu, Amamiya-kun."
"Chi-chan, apa yang kamu… Bukan seperti itu, Amamiya-kun."
"Aku akan datang lagi kok."
"…Ah, um. Baiklah, aku tunggu."
"Sampai nanti, Amamiya-kun."
"Ya, sampai nanti."
Setelah mengatakan itu, Kayano-san dan Namikawa-san pergi meninggalkan meja kami.
Fuyukawa-san, Mizuno-san, Seto-san, Moriyama-san, dan Shimizu-san memasang wajah penasaran. Ah, mungkin ini pertama kalinya mereka melihatku bebicara dengan santainya dengan orang lain.
"Amamiya-kun, kamu sepertinya kenal dekat dengan mereka." Moriyama-san menanyakan itu sambil terus melihat ke arah Kayano-san dan Namikawa-san.
"Apa gosib dulu, kalau kamu berpacaran dengan Namikawa-san itu benar?" Mizuno-san langsung menuju lurus ke titik pertanyaan.
"Tentu saja tidak benar."
"Hee… Benarkah?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu, apa ada gadis yang kamu suka, Amamiya-kun?"
"Tidak ada, Fuyukawa-san."
"Mm…? Tumben Yukina menanyakan itu langsung pada seorang laki-laki." Seto-san menanyakan itu ke Fuyukawa-san sambil menyeringai.
"Me-memangnya ngga boleh kalau aku tanya seperti itu, Amamiya-kun?"
"…Ah, um, tidak apa-apa sih."
"Amamiya-kun bilang ngga apa-apa, kok."
"Hanya jarang saja kamu tertarik kepada laki-laki, Yukina."
"Um, um. Sepertinya kamu tertarik dengan Amamiya, ya Yukina?"
Seto-san dan Mizuno-san mengatakan hal yang mengejutkan. Moriyama-san dan Shimizu-san hanya bisa diam sambil memperhatikan ke arahku dan Fuyukawa-san.
Rasanya atmosfer di meja ini menjadi semakin berat. Percakapan ini sesuatu yang tidak bisa kuikuti, sepertinya.
"…Ah, aku cuma ingin berteman baik. Apa itu salah?"
"Ngga ada yang bilang kalau itu salah kok, Yukina. Ya kan, Atsuko?"
"Benar, benar. Tahu lebih banyak tentang seseorang bisa bikin berteman dekat dengannya, kan?"
"Um, benar." Aku mengangguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan Mizuno-san.
"Mm… Lagian, apa salahnya tertarik dengan laki-laki seperti Amamiya-kun? Aku sedikit tertarik."
"Aku juga."
Moriyama-san dan Shimizu-san mengatakan hal yang membuatku terkejut. Ini pertama kalinya ada orang yang mengatakan itu langsung di depanku.
"…"
"Wajahmu merah, Amamiya. Hahaha." Mizuno-san menertawakanku.
"Pe-pertama kali ada yang bilang seperti. Aku jadi tidak tahu harus berkata apa."
"Hahaha."
"Hahaha."
Moriyama-san dan Shimizu-san hanya tertawa sambil melihat ke arahku yang kehilangan ketenangan. Sedangkan Fuyukawa-san hanya tersenyum.
Berada di kelompok yang penuh dengan murid perempuan seperti ini memang bisa membuatku kehilangan ketenangan. Dari dulu aku jarang berkumpul dengan murid perempuan. Jadi, bisa dibilang kalau aku tidak terbiasa. Lama kelamaan pasti juga terbiasa. Sekarang aku perlu untuk membiasakan diri dengan mereka.
Setelah menghabiskan waktu berbicara dengan mereka, bel tanda waktu istirahat makan siang berakhir berbunyi. Sebentar lagi jam pelajaran kelima akan dimulai. Kami meninggalkan kantin dan kembali ke kelas.
Alur kehidupan seseorang memang tidak bisa diprediksi. Hanya dengan satu faktor "X" maka semuanya bisa berubah total. Aku yang kemarin ditolak oleh mereka, kini aku bersama mereka, makan siang bersama di kantin sekolah. Benar-benar sesuatu diluar dugaan. Ya, walaupun masih ada yang belum bisa menerimaku di kelas ini. Tapi itu bukanlah masalah yang besar. Itu hanya masalah waktu.
Dengan keadaan sekarang, terus-terusan berada di kelas juga tidak membuatku bosan karena keadaannya sudah nyaman, lebih hidup, dan berwarna.