Elif tersenyum senang saat Jnas mengizinkannya bermain piano sudah lama sekali Elif tak bermain piano semenjak kekasihnya yang dulu meninggal. Elif tersenyum dan menghampiri piano di ruang keluarga. Ia membukanya dan duduk di
hadapannya. ia menoleh dan melihat Empat orang itu duduk di sofa, menantikannya main .
kebetulan Tamara sudah keluar dari kamarnya begitu juga dengan Yunus juga telah datang. Jnas menaruh telunjuknya di bibir dan Tamara Yunus beserta ibu mereka ikut
duduk di situ. Elif melihat, ini persis seperti Tiga tahun lalu saat bersama keluarga Andara mantan kekasihnya sebelum meninggal. ia merasa mengalami deja vu.
Elif perlahan-lahan menyentuh tuts piano dan mulai memainkan Fur Elise. Tubuhnya terasa
melambung ke awang-awang. Mereka pasti terpana melihat kemampuannya, tidak menyangka si Elif anak manja yang hanya membaca dan menulis novel setiap harinya itu bisa bermain piano bahkan juga biola!
Lagu Fur Elise mengalun, persis sama dengan permainan Elif dulu, penuh keindahan dan nuansa
kebahagiaan, tidak sedih seperti lantunan permainan Elif saat pertama Andra meninggal. Ketika selesai Elif menutup
kembali piano itu dan menghampiri Jnas. Keempat orang itu memandanginya sambil
ternganga.
"bukan kah Itu lagu kesukaan baba, kan?" ucap Jnas ke seluruh keluarga
" ya kamu benar sekali kak" ucap Tamara
" sudah tiga tahun rumah ini tak ada suara piano lagi semenjak baba kalian tiada" ibu Jnas memandang Elif kagum.
"Ya ampun Elif, itu bagus sekali, kamu bisa main piano?" tanya Yunus
"Gila, lebih bagus dari permainan teman baba!" cetus Tamara.
"dan kalian juga belum tahu permainan biola Elif" tambah Jnas
"wooooww benarkah??"ucap Tamara tak percaya
ibu Jnas berdiri dan menghampiri Elif. Ia menepuk bahu gadis itu, " Selamat ya, sungguh permainan yang sangat indah. Bibi senang mendengarnya, mudah-mudahan kamu sukses selalu.
Elif menatap, wanita itu. Elif berdiri terpaku dan malu mendengar pujian dari keluarga Jnas.
Sudah selesai. ibu Jnas mengajak mereka ke meja makan karena makanan sudah siap sebelum Elif lanjut bermain piano lagi, Elif duduk di samping Jnas dan menoleh ke kanan dan ke kiri.
" ada apa Elif ?" tanya Jnas
" kak Mustofa "
" Oh.. dia berada di rumah istrinya di kota Dinawiyah"
Elif mengangguk dan kembali ke makanannya, saat mereka selesai makan Jnas mengajak Elif dan seluruh keluarga duduk di ruang keluarga, mereka berbincang bincang dan bercanda bergurau, benar benar sebuah keluarga yang hangat.
"hem... Elif bisakah kamu tinggal di sini saja ?" ucap Jnas
Elif dan seluruh keluarga melihat ke arah Jnas heran.
" begini mama, Ruqia beserta keluarganya kembali ke Baghdad dan sekarang Elif hanya tinggal sendirian di rumah itu."
" Apa ?? benarkah itu nak??" ucap ibu Jnas terkejut.
" iya bibi , tapi jangan khawatir aku tidak takut dan akan baik baik saja kok di sana" ucap Elif meyakinkan.
" seorang gadis sangat tidak baik hanya tinggal sendirian di rumah"
" tidak bibi di kompleks paman Ruqia sangat rame dan aku juga sudah banyak yang kenal dengan tetangga di sana."
" tinggallah di rumah ini nak"
Yunus dan Tamara mengiyakan ucapan mamah mereka.
" iya Elif tinggallah di sini, jangan khawatir banyak kamar di rumah ini kok" ucap Tamara.
" terima kasih semuanya tapi maaf aku tidak bisa tinggal disini " ucap Elif pelan takut menyinggung mereka semua.
Jnas sangat kecewa dengan jawaban elif, ia berdiri dan meninggalkan mereka semua di ruang keluarga, Elif melihatnya ia sedih dan merasa beralah kepada Jnas, tapi ia juga merasa tidak enak harus tinggal di rumah seorang pria meski Jnas sahabatnya.
ibu Jnas seperti tahu apa yang di pikirkan Elif, "jangan khawatir Elif, Jnas hanya kecewa ke pada mu pergilah dan ikuti dia nak " ucapnya lembut.
Elif mengangguk lalu beranjak pergi untuk mengikuti Jnas, hari mulai gelap Elif mencari Jnas di teras dan benar saja Jnas sedang duduk sendiri dan menyalakan sebatang rokok dari saku celananya, Elif menghampiri Jnas dan duduk di sampingnya.
" apakah kamu marah ??" Tanya Elif sedikit lembut.
Jnas tak bergeming ia hanya menatap kosong ke depan.
" Jnas jawab aku, apa kamu marah padaku?"
Pria itu tak bergeming, Elif sedih inilah pertama kalinya melihat Jnas marah dan tak menanggapi ucapannya.
Elif memandang langit yang penuh bintang karena dua hari terakhir Irak tidak hujan, Jnas ada di sampingnya. Mereka berdua
sedang duduk di teras.
"Langit cerah ya, kebetulan hari ini tidak hujan." ucap Elif sekali lagi. Jnas ikut melihat ke atas, tapi ia tak kunjung bicara, Mereka sudah agak lama hanya duduk dan tak berbicara jadi Elif mulai kesal dan ia ingin pergi dan pulang ke rumah paman Abdullah sendiri, ia tak tahan dengan sikap Jnas yang mengabaikan dirinya, saat ia bangkit dan hendak pergi, Jnas menarik tangannya dan membuat gadis itu terjatuh dan menindih tubuh Jnas, Elif sudah sangat marah pada Jnas ia hanya terdiam dan membetulkan posisi duduknya.
" Elif kenapa kamu yang marah, seharusnya aku yang marah " ucap Jnas
" iya aku sangat marah sekarang dan aku ingin pulang sendiri ". Ucapnya ketus
" ayoo lah Elif, seharusnya aku yang marah, kamu kan tahu aku benar sangat mengkhawatirkan diri mu"
Jnas menyingkirkan poni rambut Elif ke belakang telinganya, ia menatap Elif dan meraih tangannya dan menaruknya di dada Jnas.
" dada ku terasa sesak Elif saat memikirkan mu harus tinggal sendiri di rumah itu"
Elif tersentak ia tak menyangka pria di hadapannya tiba tiba meraih tangan Elif dan menaruh didada pria itu, tubuh Elif merasa panas, mukanya bersemu merah. Sesaat Elif melepaskan genggaman tangan Jnas. Ia mengambil toples berisi biskuit yang ia bawa dari meja makan dan menyodorkannya pada Jnas. "Biskuit kelapa?"
Jnas menggelang ia tahu Elif mengalihkan pembicaraan mereka.
Elif menarik nafas dan mengeluarkannya kembali ia mendesah dan ia menatap langit kembali
"Seandainya aku bisa menjadi bintang itu, memancarkan cahayanya yang indah dari
jauh dan membuat orang-orang yang melihatnya ikut bahagia...." ucap Elif pelan
" Kamu adalah bintang ku Elif selamanya akan menjadi bintang untuk Jnas " ucap Jnas sambil memandang wajah Elif dengan penuh kelembutan.