Edited by Mel
Kepala Akademi kemudian membentuk aksara lainnya, kali ini bukan aksara dasar miliknya melainkan Aksara biasa yang bisa di temui di toko penjual ingatan.
Aksara dua kata, tingkat dasar.
"Agni Kunta[1]"
[1] Agni Kunta, sebuah kata sansekerta yang dituliskan dalam aksara jawa berarti bola api.
Sebuah bola api terbentuk sebesar telur puyuh, menyebabkan getaran kecil terjadi secara perlahan di sekeliling bola api kecil itu. Getaran itu dipicu oleh partikel-partikel kecil yang terus berotasi dengan kecepatan luar biasa.
Awalnya bola api kecil itu berwarna oranye, hanya dalam beberapa milidetik ia berubah warna menjadi merah terang, kemudian menjadi biru. Suhu seketika meningkat secara luar biasa dan menghempaskan seluruh partikel ke berbagai arah, secara tiba-tiba bola api kecil berubah menjadi sebuah bola api raksasa yang begitu besar.
Sebuah bola api yang menyerupai matahari kecil berwarna biru terbentuk, memiliki diameter dua puluh meter dan membuat seluruh jubah Hans terbakar ketika keduanya berbenturan.
"Hmmmp!" Dengusan kerang terdengar menggelegar seperti petir yang tengah menyambar, Gyves berdiri di depan Hans. David ia gendong di punggungnya, sementara ia membentuk perisai dengan jiha deras yang mengalir dari tubuhnya.
Suhu terus meningkat, bola api itu kini berwarna emas terang, hampir mencapai suhu matahari yang sesungguhnya. Gyves tentu tidak ingin melihat muridnya hangus terbakar. Belum lagi ia dapat menenangkan diri, amarah pun kini sulit dipadamkan. Dua muridnya terluka parah dalam satu pertandingan dan hal ini membuat hatinya seakan remuk dan begitu terluka sebab keduanya telah ia anggap sebagai cucunya sendiri.
Perisai besar terbentuk melindungi tubuh ketiganya, cahaya biru yang memberi kesegaran mengelilingi tubuh mereka. Hans dapat merasakan luka-luka di permukaan tubuhnya mengalami penyembuhan dengan kecepatan luar biasa, meski begitu organ dalamnya mengalami luka parah. Benang-benang jihanya retak dan hampir terputus namun ketika melihat figur sang guru yang kini berada tepat di hadapannya, ia seakan merasa lega dan menghela nafas dengan panjang.
"Maafkan aku guru..." Ucapnya lirih, ia hanya mengingat senyuman sang guru sebelum matanya perlahan tertutup dan menyambut kegelapan. Kejadian ini masih jauh dari kata usai.
Bola api raksasa itu berbenturan dengan dua buah tangan besar yang kemudian saling beradu.
Kepala akademi menyilangkan tangannya di belakang tubuhnya, tersenyum percaya diri. Ia merasa jumlah jiha yang ia alirkan ke dalam serangan miliknya dua kali lipat lebih besar dari serangan yang Hans lakukan.
Ya, dua kali lipat. Orang ini terlihat tersenyum namun ia berusaha membunuh Hans di saat yang bersamaan. Gyves sebelumnya terlihat marah, namun setelah perisai besar itu terbentuk ia kembali ke wajahnya yang semula—datar dan tenang.
Ia berbalik dan mengangkat tubuh Hans dengan sangat hati-hati, seakan-akan tubuh Hans adalah sebuah daun kering yang rapuh.
"DUAAARRRRRRRRRR" Ledakan yang amat keras terjadi, semua mata melihat ke tengah area pertarungan. Tangan yang terbentuk dari lantai area pertarunganlah yang pertama-tama bertabrakan dengan bola api besar itu.
Api yang terhantam tangan besar itu kini terpecah ke segala arah, menyebar dan membakar hingga keluar dari area pertarungan. Namun tangan besar itu tidak hancur seketika, hanya saja secara perlahan ia tampak mulai retak dari bagian terluarnya.
Tangan batu besar itu kemudian membentuk pedang dan terayun membelah bola api yang telah terpencar. Api yang terpencar itu memiliki kekuatan yang terpecah pula, sehingga meski jumlahnya dua kali lipat lebih banyak, kini ia tercecer dan tidak lagi menjadi ancaman.
Secara tiba-tiba muncul sepasang tangan yang terbentuk dari udara kemudian menyapu dan membuat ruang hampa udara di sekitar api. Seperti kehabisan bahan bakar, bola api itupun perlahan mati dan menghilang.
Semua mata terkejut, termasuk sang kepala akademi. Gyves tidak memberinya hormat dan tidak berucap apa-apa, ia melangkah pergi dengan kedua muridnya.
"Hmmm..."Wajah sang kepala akademi terlihat terkejut namun kemudian menghilang dengan seketika, tertutup senyum sadis yang muncul di wajahnya. Ia tidak menghentikan ketiganya yang meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Sang kepala Akademi kemudian berbalik tersenyum dan hendak memulai kembali pertarungan babak selanjutnya, namun belum sempat ia berucap, tiba-tiba sesuatu melesat ke arahnya dalam kecepatan cahaya.
Ia mengernyitkan dahi, jubah yang ia kenakan bergetar seakan tertiup angin. Partikel-partikel seperti udara bergetar di sekeliling tubuhnya dan sebuah medan raksasa yang jauh lebih kuat dari sebelumnya terbentuk.
Tampak di dekatnya sebuah benda asing bercahaya , membentuk sebuah portal medan waktu. Benda misterius itu memasuki medan waktu yang diciptakannya, perlahan ia melambat dan semakin melambat ketika semakin dalam ia masuk medan waktu. Tersingkaplah benda asing yang hendak menabraknya, muncul seorang pemuda dengan dua bocah kecil di punggung dan dadanya jatuh dari langit. Ia kemudian menangkap ketiganya.
"Maki!!" Suara teriakan terdengar, namun bukan dari mulut sang kepala Akademi, melainkan sang guru, Dyson.
Ia bergegas turun, meraih ketiganya dari sang kepala akademi. Segera ia berusaha menyadarkan sang murid yang berada di keadaan setengah sadar,"Maki, Maki!" Tangan besarnya mengguncangkan tubuh sang murid yang kini bersandar pada tubuhnya.
Maki berusaha keras mengangkat kepalanya, tubuhnya tidak ubahnya tulang belulang. Ia mengalami hal yang sama dengan yang sebelumnya Hans alami. Ia memaksa tubuhnya hingga dagingnya tergerus untuk menggantikan energi yang ia gunakan untuk melakukan lompatan dimensi.
"Mereka datang.."
"Ramalan itu kini menjadi kenyataan!"
"Iblis dan para Naga.."
"Perbatasan.." Kemudian ia kehilangan kesadaran. Suaranya lirih, namun cukup keras untuk sang guru dan kepala Akademi mendengarnya.
Kedua orang itu saling melihat satu sama lain.
"Perhatian! Semua departemen bersiap untuk perang!"
"Akademi dalam status perang, hukum perang berlaku untuk semua orang!"
"Aku tahu kalian semua bingung, kalian semua telah mendengar tentang ramalan dua ratus tahun lalu bukan?"
"Tentang datangnya sang penyelamat dan kebangkitan para Naga!"
"Dan saatnya sudah datang, era baru!"
"Bersiap!" Ujarnya keras, meski matanya menunjukkan keraguan.
Terlalu cepat, kita belum siap.
**
Departemen Kesehatan dan Pertahanan
Dua buah tempat tidur tersusun bersebelahan, Hans berada di sebelah kiri dan David di sebelah kanan. Ny. Frost mengobati tubuh David sedangkan Profesor Gyves mengobati Hans.
"Keadaan David sudah stabil, ia hanya butuh istirahat beberapa minggu!" ujar Ny. Frost kemudian mengusap keningnya yang berkeringat.
"Baiklah, terima kasih Margareth!" Jawab Gyves dengan suara rendah sementara wajah dan tatapan matanya tidak berpaling memandang tubuh Hans dengan penuh konsentrasi.
"Nak... Apa yang kau lakukan pada tubuhmu!!" Ia terlihat bingung, seluruh tubuh Hans hancur, ia sendiri mengalami kesulitan untuk memulai penyembuhannya. Bila seseorang mendengar bahwa profesor Departemen Kesehatan kebingungan mengobati seseorang, mereka pasti akan terkejut.
Kemudian ia melingkupi seluruh tubuh Hans dengan jiha miliknya, bersamaan dengan itu ribuan ramuan obat-obatan mengalir masuk ke dalamnya.
**
Bersamaan dengan pengumuman mencengangkan dari kepala akademi, seluruh akademi di lingkupi rasa terkejut. Setiap departemen dengan sigap bersiap untuk perang, ribuan barisan tersusun rapi. Masing-masing departemen berbaris dari setiap angkatan dan mempersiapkan pasukan mereka, terdapat empat barisan di setiap departemen.
Setiap angkatan membentuk barisan mereka masing-masing, aura yang mereka pancarkan berbeda dengan para anak baru. Berbeda dengan para murid baru yang terlihat bingung dan ragu, para senior justru terlihat bersemangat.
"Haha, ini waktunya kita menunjukkan siapa kita!" Ujar salah satu senior tingkat tiga.
Sedang teman-temannya tidak menjawabnya, namun tidak menolak perkataan tersebut.
"Bersiap!"
"Angkatan 4 akan membuka jalan dan medan pertahanan sebelum angkatan lainnya memasuki zona pertarungan!"
"Perang memang membawa kematian, namun bersamanya juga datang kesempatan untuk dikenal di seluruh daratan!"
"Marilah teman-teman! Kita hunuskan pedang kita dan membuat seluruh daratan gentar mendengar nama kita!" Seorang pria membawa pedang emas besar berujar, ia adalah murid Dyson yang juga siswa terkuat di angkatannya.
"Berangkat!!" Teriak para murid dengan gagah, layaknya prajurit perang yang hendak menyerang musuh mereka.
**
Di Gerbang Akademi
"Inikah tempat yang kau maksud, Deaval?" Sosok wanita tertutup jubah hitam bertanya.
"Iya yang mulia, sebelah sini mohon ikuti aku!" Seorang wanita lain dengan wajah tanpa ekspresi berujar penuh hormat, meski wajahnya datar dan terlihat tidak cocok dengan nada bicaranya. Wajahnya tak asing, ia adalah Marriene.
Sang sosok misterius membuka jubahnya dan tersingkap wajah cantik, namun di dalam bola matanya cahaya merah yang di penuhi kesadisan dan keinginan membunuh terpancar.
"Haha baiklah, aku sudah tidak sabar mencicipi roh makhluk suci!" Sosok yang terungkap begitu cantik, namun senyumnya dingin seperti es, ia adalah Clarita.
Meski begitu keduanya mengeluarkan aura kematian dari tubuh mereka, yang lebih mengejutkan adalah meski cahaya matahari begitu terik keduanya tidak memiliki bayangan sama sekali!
**
Di Dalam Penjara Bawah Tanah
Tubuh besar bergetar kuat, bulu-bulu emasnya bergidik seperti terkejut dengan amat sangat. Sosok besar itu mengambil rupa seekor singa raksasa, ia tengah tertidur di pojok sel besar. Ia terbangun karena perasaan kengerian datang menghantuinya, ia mengangkat kepalanya dan memandang ke arah gerbang akademi.
"Mereka datang..."
Ia kemudian memandang ke arah Departemen pertahanan,"Pergilah, bawa Hans ke sini sekarang juga. Hanya aku yang bisa menyembuhkannya saat ini!"
"Cepat! Sebelum mereka sampai!" Yu'da berujar, domba kecil itu mengangguk kemudian melesat pergi dengan kecepatan luar biasa.
**
Hans masih tidak sadarkan diri, sementara Profesor Gyves tertidur di antara kedua muridnya itu karena kelelahan. Ia tampak menjagai keduanya, Ny Margareth menyelimuti tubuh tua renta itu dengan selimut, tanpa sengaja ia mendengar sang profesor mengigau.
"Cucuku.. Cucuku.. Sadarlah..." Ujarnya lirih dalam tidurnya, wajahnya terlihat khawatir dan kelelahan.
"...Kakak.. Kapan engkau akan kembali, bantu aku menolong anak-anak kecil ini..." tanpa sadar air matanya terjatuh di pipi ketika ia tidur, Ny Margareth menutup mulutnya karena terkejut.
Ia telah mengikuti Profesor Gyves semenjak mudanya, ia mengenal betul watak pria tua itu. Namun ia tidak pernah mengira pria tua ini memiliki sisi yang lembut seperti ini. Ia bergegas meninggalkan ketiganya untuk beristirahat.
Waktu berlalu, pagi berganti siang, siang kemudian menjemput malam. Gelap hari itu tidaklah segelap perasaan pak tua Gyves yang kini berjalan keluar dari ruangan pengobatannya.
"Margareth, aku hanya bisa mempertahankan nyawanya namun tidak untuk menyembuhkannya."
"Satu-satunya yang dapat menolongnya hanya Melcie Decem, tapi di mana keberadaannya aku tidak mengetahuinya." Ia melepas nafas panjang, wajahnya menjadi gelap dan penuh kemarahan.
"Ini semua karena mereka!" Ia mengepalkan tangannya.
"Profesor, kau harus menahan diri!" Margareth bergegas memegang tangan sang profesor yang hendak pergi untuk membalas dendam.
"Profesor, mungkin kau belum mendengar, tapi akademi dalam status perang!"
"Sebenarnya aku ingin langsung meemberitahukannya padamu, tapi kau sedang dalam tahap penting pengobatan sehingga aku tidak berani mengganggumu." Margareth memandang mata Profesor dengan tatapan serius.
"Ada apa?!" Tanya Profesor terlihat bingung.
"Jadi begini...." Margareth menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada akademi, terlebih ratusan ribu iblis dan budak-budaknya yang bergerak mendekati akademi dengan kecepatan penuh.
"Menurut para pengintai serangan pertama akan tiba dalam dua hari, saat ini seluruh akademi sedang bergerak dan bersiap menyambut serangan mereka.." Wajah wanita cantik itu dipenuhi kekhawatiran, ia sendiri tidak mengerti hal apa yang akan terjadi pada akademi.
"Margareth, kembalikan semua siswa tingkat satu yang mengambil jurusan kesehatan sebagai jurusan utama mereka."
"Cepat!" Sedikit memaksa, Gyves berbalik dan melihat ke arah David yang masih tidak sadarkan diri.
Ia berjalan masuk dan melihat kedua muridnya, air mata tanpa sadar menetes kecil.
Namun ia kemudian teringat,"Kemana aku harus mengirimkannya?!"
Ia memiliki informasi tentang Hans, ia anak yatim piatu, tentu tidak akan mudah baginya untuk mengirimkannya kembali karena ia tidak memiliki rumah.
Ia membawa David keluar, mengangkat kasur dan tubuh besar itu seakan mengangkat papan ringan.
**
Di Alun-alun Akademi
Lima kapal besar melayang di atas udara, iya, melayang. Perahu itu memiliki layar besar yang terbentuk dari kain hitam bercahaya, kain itu berfungsi untuk menyerap jiha dari cahaya matahari.
Kapal itu berbentuk persis kapal yang biasanya mengarungi samudra, hanya saja mereka di gunakan untuk menyelami awan dan menembus pegunungan. Kapal ini diterbangkan oleh jiha dan bukan oleh angin atau ombak lautan.
Gyves membawa David masuk, menyerahkan bocah gendut itu di bawah pengawasan Ny Margareth.