Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 58 - Aksara 33a, Komandan Sayap Kiri

Chapter 58 - Aksara 33a, Komandan Sayap Kiri

Setelah para iblis terdesak mundur, situasi yang terkesan aman ini ternyata menyimpan badai lebih besar.

DI 150 KILOMETER DARI PERBATASAN KERAJAAN ELIM

Jutaan makhluk jadi-jadian atau dikenal dengan bangsa Orc mengubah arah penyerangan mereka. Sebelumnya terjadi pertempuran sengit antara Orc dan para pasukan kerajaan suci Elim. Pertempuran ini benar-benar mengerahkan segala kekuatan dan kemampuan mereka untuk mempertahankan daerah bahkan sebaliknya para Orc yang ingin merebut dan memenangkan pertahanan para pasukan tersebut. 

Pertempuran itu terjadi di tiga tempat yang berbeda, pertempuran di sayap kanan yang berdekatan dengan sungai beku, kemudian pertarungan  yang terjadi di tengah daerah perbatasan kerajaan yang mana tepat di tanah luas bersalju. Sedang pertarungan paling berbahaya terjadi di sayap kiri yang berbatasan dengan jurang dengan kedalaman ratusan kilometer.

Pertarungan dengan peserta terbanyak berada di bagian tengah, dengan jumlah gabungan antara kedua kubu mencapai hampir dua juta pasukan. Jumlahnya satu berbanding empat, di mana pasukan manusia mengalami kekalahan jumlah. Sedang sebagian besar lainnya berada di sisi kanan. 

Sementara itu di sayap kiri memiliki jumlah Orc lebih sedikit. Namun para Orc yang menyerang sayap kiri adalah para elit dari masing-masing suku mereka.

Medan yang berbahaya dan sulit untuk dilindungi dipandang sebagai kesempatan oleh para Orc, sehingga mereka mengirimkan semua prajurit terbaiknya untuk menyerang dan mengambil alih sayap kiri pasukkan Elim. Bisa dikatakan setelah merebut sayap kiri, yang terpisah oleh jurang besar itu, pasukan yang berhasil merebut akan mampu melakukan pengepungan pada yang kalah.

Meski begitu, berbeda dengan Orc yang mengirimkan pasukan terbaiknya, Lionel sang panglima besar pasukan justru mengirimkan ketiga anaknya untuk menjadi kepala pasukan sayap kiri.

Hal ini mendapat penolakan dari para wakil komandan kepercayaannya, bukan hanya karena khawatir tentang ketiga anak sang Jenderal, namun juga karena mereka merasa peperangan ini bukanlah hal bercandaan.

"Aku sudah membuat keputusan, aku tidak akan mengubahnya." Lionel menjawab dingin, auranya menyeruak membuat seluruh pasukan berlutut, seperti domino mereka berlutut saling sambung mulai dari barisan terdepan.

**

"Aaron, Aaric.."

"Beri jarak antar pasukan, setidaknya dua ratus meter. Gali lubang sedalam dua belas meter sebagai persiapan bila aku gagal menghalau mereka!"

"Hancurkan lubang itu agar jurang itu runtuh!" Seorang pemuda berambut hitam berujar, kapak besar menggantung di bahunya.

"Plak!"

"Bernard! Dasar otak dengkul! Tunggu dulu, kita harus berembuk atur strategi." Aaron melemparkan bola salju ke arah kepala kakaknya itu. Dari caranya memanggil Bernard terlihat jelas bahwa ia belum mengakui Bernard sebagai kakaknya.

Aaric hanya menggeleng, tapi kemudian berhenti.

"Aaron, sebenarnya apa yang dia omongkan ada benarnya!" Aaric menarik bahu Aaron yang sedang menghunus pedangnya untuk menebas Bernard. 

Meski terkesan serius, namun hal ini adalah hal yang biasa bagi ketiganya. Bernard hanya tersenyum bodoh melihat Aaron, adiknya yang lahir dari berbeda ibu itu.

"Aaric apa maksudmu?! Apakah kau ikut tertular kebodohannya?!" Aaron masih dikuasai kekesalannya. Namun kemudian ia tersentak.

"Haha.. kau benar juga! Kita jadikan dia umpan, kemudian kita hancurkan semua Orc bodoh itu bersama-sama dengan dia!" Aaron kemudian tertawa sinis.

Bernard hanya tersenyum, baginya kebencian yang tidak dirahasiakan ini lebih baik, ketimbang senyuman yang membawa kematian. Atau racun yang dibalut dengan manis-manisan. 

Aaric dan Aaron kemudian berembuk, saling berbisik. Kemudian memanggil semua kepala pasukan, termasuk sang kakak, Bernard yang merupakan komandan sayap kiri.

Bernard masuk ke dalam tenda pertemuan, tubuh besarnya membuatnya harus menunduk ketika memasuki tenda itu. Ia menyibakkan pintu kain menggunakan tangannya dan memasuki ruangan yang ramai dipenuhi perdebatan.

Ketika ia masuk, seluruh tenda seketika menjadi hening.

Peserta pertemuan adalah para kapten, wakil kapten dan kepala pasukan lima ratus. Masing-masing memiliki pasukan di bawah pimpinan mereka.

Bernard merasa kaget, seketika tekanan besar seakan menekan punggungnya. Tekanan dari tatapan para peserta pertemuan, meski begitu, ia memiliki salah satu kelebihan lain yaitu keberanian yang luar biasa. Ia tidak gentar, mata sipitnya menatap balik para peserta pertemuan.

Beberapa dari mereka bahkan memiliki kekuatan yang lebih besar darinya. Tingkat kekuatan mereka juga jauh lebih tinggi. 

Bernard tidak gentar, ia tersenyum tipis, kemudian duduk di bangku utama dan berucap,"Mari kita mulai pembicaraannya!"

Para pemimpin pasukan merapikan posisi duduk mereka, Aaric dan Aaron duduk berseberangan di bangku tepat setelah bangku utama.

Melihat semua bersiap dan menatapnya dengan serius Bernard yang terlihat tegas di luar namun gugup di dalam memulai pembahasan dengan lancar.

"Kita semua mengetahui Komandan Tertinggi, Yang Mulia Lionel memerintahkan aku menjadi komandan sayap kiri dan Aaric beserta Aaron menjadi penasihat." 

"Keputusan ini tentu mengejutkan kalian, terlebih kami. Sebagian besar dari anda-anda sekalian pastilah tidak setuju dengan perintah ini, oleh sebab itu saya memohon bimbingan kalian."

"Saya tahu ini-" Belum selesai Bernard menyelesaikan ucapannya yang tentunya telah ia latih berkali-kali. 

"Tuan muda! Cukup basa-basinya! Ini perang, bukan permainan!" Seorang kepala pasukan yang terlihat paling senior berujar kasar, ia duduk tepat di kursi yang berseberangan dengan Bernard.

"Jendral Theo!" 

Suara pria paruh baya lain terdengar nyaring.

Siapa yang mengajarinya? Mana mungkin bocah sebelas tahun itu bisa mengerti cara berbicara seperti itu, terlebih di hadapan para kepala pasukan yang jauh lebih tua dan memiliki aura intimidasi yang besar.

Sosok yang mengajari Bernard adalah seorang pria tua yang tak asing lagi. Ksatria Hitam, Calvin Jeremy.

Dia adalah sosok yang menemukan Bernard dan mempertemukannya dengan sang ayah. Lionel memintanya menjadi penjaga Bernard, tentunya dua orang anaknya yg lain memiliki penjaga mereka masing-masing, tapi tentu tidak sebanding dengan Calvin. Ia mendapat julukan 'Ksatria Hitam'. 

Theo, sang jenderal senior yang merupakan bawahan langsung Lionel tak berani bersikap semena-mena.

"Calvin, jangan membohongi dirimu, keputusan yang diambil Komandan Tertinggi begitu berbahaya!" Theo mencoba berargumen, tapi nyata dari nada suaranya ia memandang tuan Calvin dengan rasa hormat.

"Hmmp! Oleh sebab itu, biarkan tuan muda memberikan penjelasan terlebih dahulu!" Calvin berujar kuat, tanpa beranjak, namun matanya memandang semua kepala pasukan yang berada dalam ruangan.

Bernard kemudian mengangguk ke arah Calvin dan melanjutkan, "Baiklah aku akan memotong basa-basinya. Sayap kiri memiliki keuntungan geografis yang bisa kita manfaatkan, permukaan yang curam dan letaknya yang sempit membuat jumlah musuh yang bisa masuk terbatas."

Para kepala pasukan mengangguk, setuju dengan informasi umum yang hampir semua dari mereka mengetahui. 

"Meski begitu tugas untuk mempertahankan sayap kiri bukanlah hal sulit, kita hanya perlu membuat siklus pergantian tiap beberapa waktu agar pertahanan kita tetap kokoh."

"Permasalahannya adalah musuh kita bukanlah manusia tapi para Orc, bangsa kegelapan dan ribuan iblis dan makhluk aneh lainnya." 

"Jumlah mereka lebih besar dari kita, sayap kiri mungkin bertahan hanya dengan strategi ini tapi sayap kanan dan titik pertarungan utama akan mendapat beban yang terus terakumulasi!" Bernard terdiam sejenak.

"Sayap kiri harus merebut kemenangan!"

"Kemudian mengapit titik tengah dan mengepung musuh dari belakang dan menghancurkan aliran pasukan musuh. Sehingga musuh akan kacau balau!" Bernard menghentak meja keras. 

"Bernard! Kau cukup pintar bisa menjelaskan sampai sejauh ini. Ataukah ini semua berkat tuan Calvin?!" Ujar Aaron menghina dengan pujian tendensius. 

"Tuan-tuan! Seperti yang kalian ketahui bahwa apa yang diucapkan Bernard sejauh ini adalah benar, permasalahannya, bagaimana kita akan memenangkan pertempuran?" Aaron menyilangkan tangannya, mengangkat dagunya sambil memandang Bernard.

"Aku dan Aaric telah menyusun strategi, tolong anda sekalian menilai apakah strategi ini akan berhasil." 

"Musuh memiliki jumlah yang besar, namun kita memiliki keuntungan penguasaan medan." 

"Kita akan membuat tiga lapis barikade, kemudian membiarkan musuh secara sengaja masuk ke dalam pertahanan kita. Tentunya jumlah tiap siklusnya kita atur, kemudian para pemanah akan menghabisi musuh yang terpisah dari barisannya itu setiap kali siklus dilakukan."

"Kami membagi tiga barikade itu dengan komposisi pasukan utama di barikade terluar, yaitu satu dan dua. Kemudian pasukan pemungut anak panah di barikade ketiga." 

"Selain kita bisa menghabisi musuh dengan jumlah pasukan yang lebih sedikit, tapi kita juga bisa menghemat anak panah". Jelas Aaron sambil memukulkan kipas kayu di tangannya.

Para kepala pasukan dan Jenderal lainnya melihat Aaron dan Aaric dengan pandangan lain.

"Ternyata rumor yang berkata tuan Lionel memiliki dua anak bertalenta dalam hal strategi perang benar adanya!" Theo berujar penuh kekaguman yang coba ia tutupi. Para pemimpin pasukan yang lain sedikit banyak mengetahui Theo adalah loyalis dari keluarga sang ibu dari Aaron dan Aaric.

"Menurutku saran ini benar-benar brilian!" Puji Theo.

Para pemimpin pasukan yang lain pun merasa rencana ini baik, tapi mereka juga memandang Theo dengan tatapan aneh. Karena yang baru saja ia lakukan seakan keluar dari karakter dirinya.

"Aku tidak setuju!"

Suara belia memecah keheningan, membuat seisi ruangan menatap bersamaan ke arah sumber suara tersebut.

"Ciih! Bernard, otak dengkul sepertimu mana mengerti soal strategi!" Ujar Aaron pada Bernard, dengan tatapan dingin dan merendahkan.

"Tuan Aaron!" Suara Calvin terdengar dingin. Aaron bukan saja menghina Bernard namun juga Komandan pasukan sayap kiri yang ditunjuk langsung oleh Lionel. Aaron juga bukan saja menghina Benard, melainkan juga menghina Lionel yang menunjuknya.

"Jaga mulutmu tuan muda! Anda baru saja menghina Tuan Lionel!"

"Aku tidak akan seramah ini untuk yang kedua kali!" Aura Calvin menyeruak, ia adalah salah satu ksatria suci yang dihormati di seluruh kerajaan, namun sedikit yang mengetahui pria tua itu adalah pelayan Lionel semenjak mudanya. Loyalitasnya teruji oleh darah dan pedang.

"Ma-maaf!" Wajah Aaron seketika pucat, Aaric yang cepat tanggap langsung menekan kepala Aaron agar menunduk meminta maaf.

"Paman Calvin, terima kasih telah memperingatkan kami berdua!" Aaric juga membungkuk dan kemudian memandang Bernard, memberi kode dengan matanya 

"Tak apa paman, ini cara Aaron menunjukkan kasih sayang!" Bernard tersenyum ke arah Calvin, senyum bodohnya membuat pak tua Calvin gagal merespon dengan benar.

"Semuanya, aku tidak setuju karena aku pun memiliki alasanku sendiri,"

"Strategi yang disarankan Aaron tentunya sangat baik, namun permasalahannya kita tidak memiliki waktu. Sedang strategi itu efektif namun memakan waktu, mungkin kita bisa menghabiskan beberapa hari."

"Namun, menurut estimasiku, dengan jumlah para Orc yang begitu besar, sayap kanan hanya akan bertahan selama paling lama dua hari!" sembari mengacungkan dua jarinya.

"Setelah sayap kanan runtuh, area pusat dan kiri tentu akan menyusul karena efek domino yang dialami". Ujar Bernard.

Aaron terkejut, wajahnya memerah, ia hendak mengamuk lepas kendali. Sedang Aaric berpikir sebentar dan matanya bersinar.

Calvin pun terkejut, bukan hanya dia, namun seluruh peserta pertemuan terkejut.

"Hei Bernard! Kau meragukan kekuatan ayah?!" Aaron berteriak. 

"Kau! Kau! Tuan Calvin lihatlah, komandan sayap kiri baru saja meremehkan yang terhormat panglima utama!" Theo begitu marah hingga hidungnya mengeluarkan asap.

"Jendral Theo, sebagai seorang pemimpin pasukan, anda pasti mengetahui ini dengan jelas".

"Perang tidak dimenangkan oleh satu orang!" Bernard kemudian memandang Theo dengan serius dan tak lagi terlihat keluguan di wajahnya. Perkataan ini membuat Theo tak mampu menjawab.

"Oleh sebab itu aku menyarankan, untuk memundurkan barisan pasukan hingga ke percabangan terakhir."

"Kemudian sebagian lainnya bersembunyi di atas gunung salju".

"Menunggu musuh masuk sebanyak-banyaknya mengisi percabangan, kemudian meruntuhkan salju di puncak gunung. Dengan begitu kita bisa menyapu seluruh Orc ke dalam jurang tanpa ujung."

Seketika itu pula seluruh ruangan terdiam, hingga suara nafas mereka yang terengah-engah terdengar jelas.

Semua mata kemudian memandang Pak Tua Calvin, namun mereka pula mendapati ia tengah memandang Bernard dengan mata terbelalak.

Bernard memang kerap kali dinilai sebagai pribadi yang hanya memiliki otot tanpa kecerdasan, namun hal itu hanya karena ia terbiasa mengandalkan Hans. 

"Apakah ada yang memiliki pendapat lain?"

Ia menunggu beberapa saat, memandang ke arah Aaron dan Aaric, meski Aaron hendak menyanggah namun kemudian Aaric menahan tangannya dan menggeleng sambil memandang ke arahnya 

**

Bernard berdiri di barisan paling depan, Theo berdiri di sampingnya, sedang Pak Tua Calvin membayangi Bernard di belakang. 

Di belakang mereka terdapat empat ratus orang yang siap mati, yaitu pasukan yang setia pada Bernard. 

Bernard memandang hamparan salju tebal yang menutupi seluruh permukaan medan pertempuran. Ia mempererat genggamannya terhadap gagang kapak miliknya. 

"Bersiap!!!" Bernard berteriak keras, pasukan itu adalah pasukan berkuda. Masing-masing dengan baju perang tipis, lengkap dengan perisai dan tombak. 

"Formasi panah!" Pasukan mengambil bentuk formasi mata panah, kemudian melesat ke arah barisan musuh, mereka masuk dari sisi luar bagian kanan. 

Dengan kecepatan tinggi seakan memotong leher ular, para Orc yang berbaris tidak karuan itu kini luntang-lantung, kecepatan pasukan itu tidak berkurang, mereka menembus keluar barisan para Orc. 

Keluar untuk memperbaiki momentum, berkali-kali serangan itu terjadi, hal itu membuat para Orc makin marah. Mereka terpancing untuk masuk makin dalam ke daerah pasukan Elim. Tanpa menyadari bahwa pasukan besar yang seharusnya menyambut serangan mereka tak terlihat.

"Komandan muda, bukankah kita harus pergi sekarang? Atau akan berbahaya bagi anda!" Theo bertanya khawatir ketika mereka baru saja melewati barisan musuh, bersamaan dengan gerak mereka ratusan Orc terpijak dan tercabik oleh tombak dan pedang. 

"Tidak! Kita haru memancing mereka lebih jauh!" Ujar Bernard, ia kemudian mengangkat kapaknya. Memberi perintah inisiasi serangan lainnya. 

"Tch!" Theo mengeluh kecil, namun Calvin memandangnya dingin, sebelumnya Bernard menolak Theo ikut, namun pria itu memaksa. Sehingga ia tidak bisa melawan.

Semakin dalam para Orc masuk, namun salah satu dari mereka dengan tubuh yang lebih besar terhenti dari pengejarannya. 

Menyadari sesuatu mencurigakan, ia melihat sekeliling, kemudian melihat ke atas gunung, mendapati bahwa ia melihat manusia-manusia kecil bersembunyi di atas gunung.

"Ho kadit!" Ucapnya, seraya hendak mundur dari posisinya, namun terlambat. 

Suara sangkakala terdengar, bersamaan dengan suara ledakan bom ramuan di atas gunung.

"Dhuaaar..!"

Gemuruh menyusul dua detik setelahnya, barisan pegunungan itu seakan tersadar, raksasa yang tengah berbaring berselimut salju mengamuk. Getaran makin terasa, salju di puncak gunung runtuh, menggulung seperti ombak yang semakin lama semakin besar. 

"Semua unit! Kecepatan penuh!" Bernard berteriak keras. Ia dan pasukannya juga dalam keadaan genting dan mungkin akan tersapu juga oleh longsoran salju.

"Paman Calvin, Tuan Theo mohon bantu aku!" Tambahnya.

"Hiaaaarrrgghhh!" Bernard berteriak, ia keluar barisan dan melompat tinggi, membuat garis jurang dengan serangannya. Serangan Theo dan Calvin pun menyusul, jurang besar terbentuk, membuat longsoran itu masuk ke dalamnya. 

Membuat momentum salju terhenti dan memberi waktu bagi pasukannya untuk melarikan diri, ia mendarat di atas kudanya, sambil menyaksikan ratusan ribu Orc tersapu dan tertimbun salju.

"Bunyikan sangkakala kedua!" Perintah Bernard.

Salju mungkin menyapu sebagian besar dari mereka, namun beberapa tertinggal dan tertimbun salju, pasukkan yang sebelumnya bersembunyi keluar dan menyapu bersih para Orc yang tertinggal. 

Lenguhan para Orc terdengar, darah membuat salju menjadi merah, bau amis tercium hingga puluhan kilometer.

Bernard memandang dari kejauhan, tak menyadari apa yang baru ia lakukan tanpa sengaja membantu Hans yang diancam hukuman mati.

[Author Announcement]

Double Update, hari sabtu kemarin lupa. maaf