Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 61 - Aksara 34b, Dalam Hidup Tidak Ada Yang Kebetulan.

Chapter 61 - Aksara 34b, Dalam Hidup Tidak Ada Yang Kebetulan.

Edited by Mel

Mohon maaf, tadi salah upload versi yang belum diedit.

Sekarang sudah diganti yaa.

**

Rrrrrawrrrrr! 

Orc besar itu berteriak keras, ia memiliki satu mata, mulutnya memenuhi setengah kepalanya. Tangan kirinya mencekik leher Georgio, tangan itu dipenuhi luka akibat serangan Georgio. 

Tangan yang sama pula terus memukulkan tubuh Georgio ke salju, memendamnya. Meski serangan itu begitu kuat dan mematahkan beberapa tulangnya, beruntung salju tebal itu melindungi tubuhnya dari benturan parah. 

Tangannya yang berdarah perlahan membeku, hipotermia menyerangnya. Pandangannya kabur, ketika ia merasa akan mati ia merasakan makhluk besar yang menekannya terlempar. 

Ketika Ia membuka matanya wajah muda yang tak asing menyambut pandangannya. 

"Shit! This is not f*cking real!" Kutuk Georgio tanpa ia sadari. 

Tangan belia itu pula yang menariknya dan memapahnya. 

"Ayo cepat bangun! Musuh akan semakin ramai!!" Hans kemudian menggendong sosok yang lebih tinggi darinya itu, ia berjongkok dan memungut pedang berlumuran darah dari atas salju. 

Kemudian berlari dengan susah payah di atas salju,"Paman! Jangan tidur! Kau harus tetap sadar!"

Hans mengalirkan jiha ke dalam tubuh Georgio, memastikan luka-lukanya tidak membeku dan patahan tulangnya tidak melukai organ dalam. Ia melakukannya sambil terus berlari mengawasi sekeliling. 

Tubuhnya semakin panas, terutama kepalanya yang mulai memerah karena harus membagi fokusnya. 

Sementara dari arah lain tampak pertarungan antara dua napi kakak beradik yang memiliki tubuh besar dengan para Orc. "Kakakkkkkk!" Lenguhan keras seperti suara kerbau terdengar, Nardi, pria raksasa itu menjerit sambil menangis. Melihat sang kakak terpental, sedangkan ia masih menghadapi dua Orc yang menyerangnya. Sementara Nerda melawan empat Orc, meski tubuhnya hampir sama besarnya namun keduanya terlihat tidak berpengalaman dalam pertarungan. 

Mata Nardi memerah, tubuhnya pun demikian. Aura kekacauan memancar darinya, tubuhnya perlahan menghitam.

"Lepaskan kakakku!!" Jeritan keras terdengar, auranya memancar, kekuatannya seakan meningkat dua kali lipat. Memukul orc di depannya hingga kepalanya remuk, kemudian melempar dua Orc lainnya hingga puluhan meter jauhnya dengan tangan kanan dan kirinya.

Ia melompat, seperti harimau hutan menerjang orc yang hendak menusuk leher sang kakak dengan cakarnya. Orc ini memiliki banyak duri seperti yang sebelumnya Hans hadapi. Punggung tangan Nardi menghitam, membuat tangannya sekuat logam. 

Tulang dan tinju beradu, membuat suara retakan terdengar. Hal itu memberi kesempatan bagi Nerda untuk bangun. 

"Nardi!!" Tubuh besar Nerda menghantam tiga Orc lainnya, pergulatan itu sungguh menakjubkan, Hans yang melihat hal itu terkejut. Namun matanya bersinar, kemudian melihat tubuh itu kehilangan warnanya, menjadi pucat. 

"Tubuh tanpa benang jiha, dan bisa mengeluarkan kekuatan seperti itu dengan mengorbankan sel-sel hidup untuk memberi kekuatan sementara."

Sambil menggendong Georgio, Hans sampai di area pertarungan. 

Nerda dan Nardi berhasil memukul mundur para orc, namun mereka bangkit kembali. 

"Tinggalkan aku kak.. Lari…" Ujar Nardi lemah, tubuhnya menjadi lima kali lebih lemah setelah menggunakan mode mengamuk. Sambil berbaring ia berujar demikian, namun hal itu malah membuat Nerda mengamuk.

"Aku tidak punya siapa-siapa lagi! Bila kau mati maka aku akan menemani!" Ia berteriak, mencoba mengaktifkan sel-sel tubuhnya, menggunakan mode mengamuk. 

"Berhenti!" 

"Bawa pergi adikmu dan orang ini!" Hans berteriak, kemudian menyandarkan Georgio pada Nardi sambil memegang lengan Nerda, menghentikan gerakan raksasa itu. 

"Bagaimana mungkin!!"

Nerda terkejut, bocah itu berhasil menghentikan gerakan tubuhnya. 

"Pergi!" Ujar Hans setengah berteriak. 

Nerda kemudian bergegas memapah sang adik dan memikul Georgio, ketiganya pergi dengan terseok. 

Hans melihat sekeliling, mencari senjata yang bisa digunakan. Tubuhnya bergerak, meliuk-liuk berusaha menghindari serangan Orc dan tombak-tombak yang beberapa menyasar ke arahnya. 

Ia berguling, mengambil pedang dan tombak kayu besar yang baru saja melesat melewatinya. Tombak itu sebesar lingkar pinggangnya, mengangkatnya dengan menjepit badan tombak di antara ketiaknya, kemudian mengangkat tombak dengan lengan dan telapak tangannya. 

Ia melempar pedang di tangannya, pedang itu menancap di kening salah satu Orc. Makhluk itu menjerit, darah menyemprot keluar, Hans merasakan ia akan muntah. 

Ia dapat membaca jelas ekspresi kemarahan pada wajah sang Orc, ia dengan jelas menatap proses kematian sang Orc. 

"Aku baru saja membunuh seseorang!"

"Tidak.. Aku membunuhnya untuk melindungi diri!"

Ia berusaha mengalihkan pikirannya, kemudian menusukkan tombak kayu besar itu ke arah Orc yang lain. 

Para Orc ini kuat, namun seorang magi/kesatria bintang satu dapat mengalahkan dua orc sekaligus. Tentu dengan syarat pertarungan hanya dilakukan satu babak, jika pertarungan dilakukan terus menerus seperti halnya perang, Orc memiliki keunggulan karena mereka hanya menggunakan kekuatan tubuh dan bukan jiha yang meskipun memberi kekuatan luar biasa, membutuhkan waktu untuk mengumpulkannya.

"Rawrrrrr!"

Makhluk itu berteriak, menangkap tusukan tombak kayu yang Hans lakukan. Nerda yang melihat hal itu dari kejauhan terkejut,"Ia bukan manusia! Tidak mungkin bocah bisa sekuat dia!"

Hans masih dalam keadaan terbengong, kapak melesat ke arah leher Hans.

"Tidak, aku membunuhnya karena ia ingin membunuhku!"

Masih berdebat dengan dirinya, Hans tak memiliki cukup waktu untuk melarikan diri.

"Bruuk!"

Tubuh besar menabrak Hans, mendorongnya hingga tersungkur. 

"Kau terlalu muda untuk mati di sini bocah!" Pria bertubuh besar itu berteriak ke arah Hans, kumis dan janggut coklatnya menutupi separuh wajahnya. 

Ia membawa perisai kayu besar, yang jelas ia merampas perisai itu dari salah satu Orc karena ukuran perisai yang sama besar dengan tubuhnya.

Perisai dan kapak beradu, membuat lubang besar di lambung perisai. Pria itu pun terpental hingga tiga meter, seorang pria lain melompat dari belakang pria pembawa perisai. Mencolokkan perisainya ke mata sang Orc.

"Bangun bocah!"

"Tidak ada pembenaran untuk membunuh seseorang, tapi kau tidak mungkin diam ketika seseorang berusaha membunuhmu!" Teriak pria itu.

"Angkat pedangmu! Atau kita semua akan mati bila melindungi bocah sepertimu!" Pria itu bangkit berdiri dan menyeret perisai besar itu untuk melindungi dirinya dan Hans. 

Gubrakk!

Gubrakk!

"Abner, ayo kita pergi! Jumlah mereka semakin banyak!" Seorang pria pembawa pisau berteriak. Orc itu kehilangan kemampuannya melihat, dan mulai menyerang membabi buta. 

"Cepat!" Abner, sang pria pemegang perisai itu mengangkat perisai kayu dengan tangan kirinya dan menarik paksa Hans dengan tangan kanannya.

Hans masih dalam keadaan bingung, selama ini ia belum pernah benar-benar membunuh orang lain. Ketika tubuhnya ditarik paksa oleh Abner ia tersadar, cahaya seolah mengalir keluar dari dalam hatinya. Burung merpati tak kasat mata itu bertengger di pundaknya, mengusap kepalanya ke leher Hans.

Hans tersentak dan menoleh, menutup matanya menghirup nafas panjang. 

Ia kemudian mengambil pedangnya, kemudian melawan Orc buta itu. 

Ketika kapak dan perisai saling beradu, Hans yang bertubuh kecil melompat naik ke bahu sang Orc menggunakan perisai Abner sebagai pijakan. 

Hans pertama-tama memotong urat pada bagian ketiak kanan, kemudian bersalto dan menusuk pundak kiri. 

"Bocah! Bila kau tidak membunuhnya sekarang, ia akan mati dengan cara yang jauh lebih mengerikan! Niat baik mu, justru membuat dia akan menderita lebih dari yang seharusnya!"

"Kematian yang cepat adalah bentuk kebaikan tersendiri di medan perang!" Abner berucap, kemudian menempelkan pedang ke leher sang Orc, mengakhiri hidup makhluk itu.

Hans terdiam, kemudian berjalan ke arah ke mana Nerda pergi. 

Ia terhenti, kemudian berucap.

"Terimakasih paman!" Ia membungkuk kecil, dan hendak pergi. 

"Oh iya, paman bila kau tidak punya tujuan ikutlah aku, kami akan meninggalkan tempat ini melalui jalur pendakian!" Ujar Hans memandang keduanya.

Abner dan temannya berbisik. 

Tidak menunggu keduanya selesai berbicara, Hans memotong mereka,"Paman kurasa kita harus pergi, mereka mulai berdatangan."

Ketiganya kemudian bergegas pergi, tak lama mereka berhasil menyusul Nerda yang tengah menggendong Nardi dan Georgio. Terlihat ia berjalan terseok-seok, Hans mendekat, kemudian membantu untuk menggendong Georgio. 

Abner dan temannya Cabbon saling tatap dan menggeleng, ia merasa mengikuti kelompok ini akan berakhir suram, karena terlalu banyak orang terluka di dalamnya. 

Baru mereka berjalan beberapa puluh langkah, Hans yang berjalan paling depan berhenti. 

Nerda, Abner dan Cabbon mempercepat langkah mereka menyusul. Hans berjongkok memegang leher seorang pria dengan lengan besar. 

"Tinggalkan saja dia! Dia sudah sekarat!" Ujar Cabbon. 

"Ia hanya akan menyusahkan kita!" Tambahnya.

Namun Hans menggeleng, ia kemudian memikul pria itu juga. Pria itu di sebelah kiri dan Georgio di sebelah kanan. 

"Tch!" Dengus Abner kesal. Sedangkan Nerda tidak berkomentar dan menilai bocah yang ia lihat dengan cara pandang baru. 

Abner dan Cabbon tertegun melihat bocah sepuluh tahun menggendong dua pria dewasa, oleh sebab itu keduanya tetap mengikuti Hans meski tak setuju dengan cara Hans menolong para napi lain.

Peperangan makin sengit di belakang mereka, Hans beberapa kali harus bertarung melawan para Orc yang justru semakin ramai mengikuti. Hans terus menyelamatkan narapidana yang ia temui, hal itu membuat Abner dan Cabbon marah sepanjang perjalanan.

"Sudah ku bilang tinggalkan saja dua orang ini!! Menyelamatkan semua orang ini? Kau mau membunuh kita semua?" Abner kesal sambil hendak menurunkan Georgio, mereka dalam kepungan, meski sudah memasuki hutan musuh tidak membiarkan dan meninggalkan mereka. 

Hans tidak menjawab, ia melihat ke sekeliling. Hans pun menyadari apa yang dikatakan Abner ada benarnya, namun ia memiliki prinsip, tidak ada hal yang kebetulan, entah itu pertemuan atau perpisahan, musuh dan kawan. Semua adalah sebuah kombinasi unik antara pilihan manusia dan rencana semesta. 

Hans terus menyelamatkan para napi, siapapun yang ia temui. Jumlah mereka kini mencapai lima belas orang.

Beberapa dari mereka membawa pedang dan terlihat cukup mahir menggunakannya, perlahan beban yang menumpuk di punggung Hans dan Abner, mulai berkurang. 

Mereka terus berlari, Orc terus mengejar mereka, beruntung salju membuat mereka bergerak lebih lambat dengan tubuh besar mereka. Nerda berlari paling belakang karena ia harus memikul sang adik, ditambah tubuh besarnya membuat gerakannya menjadi terhalang oleh salju yang semakin tebal, semakin mereka mendekati pegunungan.

Hans menjaga di barisan belakang, Abner pun demikian, meski mulutnya terus mengeluh, namun dia tidak membiarkan Hans bertarung sendirian.

Beberapa orang napi baru itu pun turut membantu setiap kali para Orc menyerang. Yang membuat mereka salut adalah bukan hanya kuat, Hans juga mengejutkan mereka dengan kemampuannya memimpin mereka. Ia mengarahkan mereka untuk menyerang bagian spesifik secara bersamaan.

"Reinald, serang lutut kirinya!"

"Abner, hantam bahu kanannya, paksa ia jatuh!"

"Hizkia! Lehernya!" Perintah Hans, meski begitu ia terus bertarung dengan orc lain. Memberi waktu bagi Nerda dan napi lain melarikan diri.

Mereka terus berlari, makhluk lain pun mulai berdatangan, serigala berkepala dua berlari melompat-lompat di atas salju putih. Empat ekor jumlahnya, seorang orc terlihat menunggangi salah satunya. 

Ia membawa seruling panjang terbuat dari tulang, mengendalikan serigala-serigala besar itu. Tubuh orc ini lebih kecil, dengan kepala seperti terbungkus helm tulang menyerupai buah persik. 

"Lari! Cepat!" Hans berteriak ke arah Abner, Reinald dan Hizkia, setelah berhasil mengalahkan orc yang ia sedang hadapi, kemudian melompat ke arah kerumunan serigala itu dan menghadapi mereka dengan pedang yang hanya tinggal setengah saja. 

"Bocah!!" Abner berteriak, merasa bingung. 

"Cepat kemari!" Teriakan terdengar, mereka kemudian menemukan Gordon melambai ke arahnya dengan wajah khawatir.

"Cepat pergi ke sana, lihat orang yang melambai kepada mu itu! Cepat!" Hans berteriak keras, namun kemudian wajahnya pucat. Puluhan serigala dan Orc-orc besar mengepung mereka.

Hans memutar otaknya, mereka kehabisan tenaga, dan kini jumlah mereka tiba-tiba berganda. Hans menatap ke arah Orc pembawa seruling 

"Merek sebelumnya tidak secerdik ini! Pasti ada yang mengatur mereka, kemungkinan orc aneh itu yang melakukannya."

Ia kemudian memandang Nerda, dan melihat barikade yang mengelilingi mereka. 

"Namamu Nerda bukan? aku minta tolong, bukakan jalan bagi kita, aku akan menahan mereka." 

"Abner, Reinald bersiap bantu Nerda, pastikan mereka yang terluka keluar pengepungan terlebih dahulu. Aku akan berusaha mengalihkan pandangan mereka. 

Nerda mengangguk, memindahkan Nardi ke bahu kirinya, bersiap-siap. Sedang Abner mengatupkan mulutnya, gigi atas dan bawahnya beradu. 

"Sampai kapan aku akan mengandalkan anak di bawah umur!" Abner menjerit dalam hatinya, mengandalkan Hans seakan melukai rasa percaya dirinya. 

Hans memeriksa kapasitas jiha miliknya yang tersisa, jihanya tinggal dua bintang dari delapan bintang kecil yang masih bersinar.

Tenaganya hampir habis.

"Sekarang!"

Nerda berlari paling depan, menghempaskan dua Orc yang mengepung mereka. Abner dan Reinald mengikuti dengan sigap melindungi sisi kanan dan kirinya. 

Hans menjadi penghalau lima Orc yang lain, tujuan utamanya adalah orc pembawa seruling. Dengan gesit ia meninju, menyayat, melakukan segala yang ia bisa.  

Keringat dan darah bercucuran, dua serigala mengigit kaki kanan dan pinggang kirinya. Meski tangannya baru saja mematahkan leher salah satu Orc yang melindungi pemegang seruling. 

"Sial sedikit lagi aku bisa menghajarnya!"

*********

Di Kerajaan Exeter, beberapa jam sebelumnya. 

Bayu memandang iring-iringan kereta kuda pembawa kebutuhan perang, ia menyelinap, melewati gerobak-gerobak pedagang dan para petani yang terparkir berantakan karena inspeksi yang dilakukan penjaga gerbang.

Ia berhasil melewati kerumunan, mengendap agar tak terlihat penjaga. Melewati kolong gerobak, memasuki tumpukkan jerami, kemudian berjongkok, tepat di salah satu kereta kuda kosong yang terparkir.

Para kereta kuda yang berlalu lalang membawa persediaan perang bergerak dengan kencang, seakan terburu-buru.

Matanya menatap satu kereta kuda yang berjalan cukup lambat, kereta kuda itu ditarik empat kuda, jumlah yang lebih banyak dari yang lain.

"Ini dia kesempatanku!"

Bayu berujar dalam hati, terdengar medok meski pembicaraan ini dia lakukan di dalam hati. 

"Sekarang!"

Bayu melompat ke arah depan kereta kuda, kemudian tidur di atas salju menutup mata dan melindungi bagian vitalnya, seraya kaki kuda menginjak seluruh tubuhnya.

"Gedebuk!"

Kereta itu seakan menggilas sesuatu, pengendaranya tersentak.

"Hei Baltus! Apa yang terjadi!!" Suara muda terdengar dari belakang kursi kusir kereta. 

"Emmm.. Sepertinya kita melindas sesuatu Marc, aku harap bukan menabrak manusia!" Ujar Baltus.

Marc kemudian mengintip melalui celah jendela, berusaha agar tidak terlihat. Ia menemukan balok es besar terbelah di lintasan yang baru saja mereka lewati.

"Hanya balok es.." 

"Huuuffff.. Jantungku seperti mau copot!" Ujar Marc memegangi dadanya. 

"Eh kita sedang apa tadi? Mengapa kita ada dalam kereta kuda?!" Marc seketika lupa apa yang hendak mereka lakukan.

Baltus kembali fokus mengendarai kuda, sambil memandang ke depan ia berucap. 

"Kita pergi untuk menyelamatkan boss Hans! Kau lupa?" Baltus berujar. 

"Kau seharusnya bertanya pada gadis di sebelah mu itu! Dia yang memberitahu kita informasi tentang boss Hans!" Baltus mempercepat kudanya dengan memecut mereka. 

"Hans?!" Bayu dan Marc berujar bersamaan, sementara Bayu kini berada di bawah kereta. Dengan tangan kakinya dia berusaha keras agar tidak terjatuh. 

Entah bagaimana, ia semata melakukannya, tapi Bayu baru saja menaiki kereta kuda yang di bajak oleh orang-orang yang hendak menyelamatkan Hans juga.

Balok es sebelumnya merupakan balok es yang bisa dibuat dengan jiha untuk menutupi gangguan yang ia lakukan ketika melompat ke kereta kuda.

Meski begitu Bayu masih menahan diri, memasang telinganya untuk mencuri dengar. 

"Hei Lanika, mengapa tiba-tiba kau berganti sisi menjadi teman kami?"

"Kau begitu mencurigakan!" Ujar Marc, meski begitu ia tahu, satu-satunya yang tahu akan hal ini adalah Lanika. 

"Panjang ceritanya, saat ini yang terpenting kita harus menyelamatkan Hans sebelum terlambat!" Lanika berujar, matanya jernih seperti Lanika yang sama ketika Hans menyelamatkannya.

Kereta kuda itu dengan mulus melewati gerbang besar, meluncur kencang di atas daratan bertabur salju. 

Ketika kereta lain berbelok ke kanan dan ke kiri untuk melapor pada kepala pasukkan logistik, kereta kuda intu menjadi satu-satunya yang berjalan lurus ke depan. 

Menarik perhatian, membuat panah menghujani kereta kuda itu. Pasukan membentuk barikade di depan mereka, mencoba menghentikan laju kereta kuda itu. 

"Pegangan! Kita akan menabrak!" Ujar Baltus, bersamaan dengan itu awan hitam seketika menyelimuti mereka. 

Baltus memandang langit yang tiba-tiba menghitam, semua seakan melambat, puluhan pasukan tertabrak. 

Namun mata Baltus terpaku pada tombak besar yang melayang di udara, ia baru menyadari barikade itu bukan menghalangi mereka. Namun menghalangi pasukan di depan mereka, pasukan napi yang porak poranda. 

Baltus melihat jelas, seorang napi tercabik-cabik, pertama tangannya, kemudian terbelah dua dan di makan ketika masih menjerit.

"Oh Tuhan!!" Pekik Baltus.

Marc di belakangnya telah terlebih dahulu menarik busur panahnya, petir terlihat mengelilingi anak panah yang terpasang di sana.

Panah itu terlepas.

Shisssh!

Panah itu menancap dan meledakkan kepala Orc itu tanpa ampun, naas tubuh besar orc itu tinggal dan menabrak kereta kuda itu hingga bersalto di udara. 

Sementara bebatuan dan tombak kayu menyasar mereka, empat orc melompat mengayunkan tangannya menghancurkan kereta kuda yang masih melayang di udara. 

Marc melayang di udara, terjatuh dengan kepala menghadap ke bawah, meski begitu tangannya dengan cepat melepaskan anak panah. Sebagian anak panah berhamburan keluar dari tabung di punggungnya, ia menangkap mereka satu persatu dan melepaskan mereka di waktu yang hampir bersamaan dengan waktu ia memegangnya. Sebuah keahlian yang mencengangkan.

"Tch! Mereka terlalu banyak!"

Namun itu saja tidak cukup, mereka memasuki medan pertarungan ketika suasana tengah panas-panasnya. 

Namun tiba-tiba, dua belas tombak air terbentuk di udara melesat ke berbagai penjuru, menusuk para Orc yang mengepung mereka. 

Sosok Bayu kemudian berjalan keluar dari sisa-sisa kereta yang sudah hancur.

"Baiklah anak-anak biarkan orang dewasa mengambil alih!" Ujarnya, seraya tersenyum dingin memandang medan pertempuran.

"Wes suwe aku ora ngerasakne!"

Merasakan perasaan menggebu-gebu, perasaan yang seakan memacu darah mudanya kembali. Hidungnya seakan merasakan bau, bau unik yang menggabungkan bau darah dan kematian, bau peperangan!

*****