Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 64 - Aksara 36a,

Chapter 64 - Aksara 36a,

Edited by Mel

Hans masih dalam keadaan tidak sadarkan diri, energi yang berada di kolam jiha terserap begitu cepat ke tubuhnya. Seperti orang yang kehausan di padang gurun, tubuh Hans menyerap jiha cair dengan begitu lahap.

Pada awalnya jiha berotasi dari seluruh tubuh dan ke uma miliknya, memperbaiki dan memperkuat fisiknya.

Uma pertama Hans telah mencapai kesempurnaan, uma berbentuk pedang itu memiliki delapan tetes jiha yang mengelilinginya. Pedang kedua mulai terbentuk, disusul gemuruh di sekitar pegunungan, hal itu membuat pertempuran terhenti. Petir menyambar seluruh pegunungan, seakan lidah api menjamah puncak gunung.

Semua mata tertuju pada peristiwa aneh itu, langit kemudian terbuka, pedang cahaya melesat dari langit dan menembus pegunungan. 

Pedang yang sama muncul pula beberapa tahun yang lalu, membuat keributan yang tidak kalah spektakuler. 

Petir masih menyambar, menghantam makhluk kegelapan yang memenuhi daratan. Teriakan mereka terdengar keras, membuat penyerangan terhenti dan mereka mulai mundur.

Sementara itu di dalam Goa 

Para napi tidak menyadari apa yang terjadi di luar, mereka hanya merasakan gunung mulai berguncang bersamaan dengan degup jantung keras itu. 

Tiba-tiba

Duaaar!

Seperti gelegar petir, sebuah cahaya muncul dan menembus kubah energi milik Hans, Bayu terkejut dan hendak menghentikan namun tak mampu mengimbangi kecepatan cahaya. Ia terlempar ke belakang oleh ledakan energi, beruntung serangan itu tidak meluas, Benaya yang berada di dekat Hans masih aman akibat kubah energi Hans menghalangi dampak ledaknya.

Kubah energi itu terangkat, memuntahkan Lanika dari dalamnya. Kemudian membentuk bola di udara. 

Hans berhasil membentuk uma keduanya, namun hal itu tidak berhenti di sana. Jiha seakan tersulut oleh kejadian sebelumnya, oleh pedang cahaya itu dan melesat naik ke otak Hans. Sebuah segel yang telah lama terpasang terlepas seperti kertas yang terbelah dua, memori terbuka di kepala Hans. 

Bersamaan dengan otak kedua yang terbentuk di tempat di mana segel itu ditempatkan sebelumnya.

Aksara di uma milik Hans menyala, mengalir ke seluruh tubuh Hans, membentuk simbol-simbol cahaya.

Misesa..

Kekuatan luar biasa mengalir ke tubuhnya, sementara kepalanya merasa seperti akan terbelah. Ribuan memori seakan terulang, membuatnya berteriak keras. 

Kolam jiha itu bergetar, kubah energi itu meluas, menelan setiap napi ke dalamnya. 

Dan menemukan tubuh Hans melayang di udara, matanya mengeluarkan cahaya, sesaat tubuhnya dipenuhi sinar.

Hans tengah membentuk aksara pertamanya.

Bayu lah yang pertama kali menyadari,"Ini… ini… domain spiritual! Bagaimana mungkin?!!" Bayu terbelalak. 

Para napi dan ketiga bocah tidak mengerti apa yang ia bicarakan, namun Bayu mengerti betul apa arti seseorang yang memiliki domain.

Ada jutaan aksara di dunia ini, masing-masing dengan kekuatan dan fungsi yang berbeda, namun ada beberapa aksara legenda, yang memberikan pemiliknya kuasa penuh atas sebuah wilayah, yang biasa disebut domain spiritual. 

Sang pemilik mempunyai kekuatan lebih di domain yang ia buat, kekuatan itu akan menekan kekuatan lawan mulai dari 10 hingga tekanan total pada lawannya, tergantung kekuatan aksara itu sendiri. 

Sedangkan domain milik Hans berhasil menekan dia yang merupakan kesatria bulan, seorang yang memiliki tingkat kekuatan, tiga tingkat di atasnya. 

Sulit dipercaya memang.

Para napi dan bocah merasakan kekuatan mereka berkurang hingga setengahnya, mereka menjadi sulit bergerak, seolah tubuh mereka menolak patuh pada perintah mereka.

[Dan ternyata aksara inilah yang diincar oleh sang kepala akademi, namun justru jatuh ke tangan Hans.]

"Arggggghhhhhhh!!" Hans berteriak keras, bersamaan dengan itu semakin kuat pula tekanan yang dirasakan para napi dan ketiga bocah temannya. 

Hans membuka matanya yang memerah dan nanar, melihat ketakutan di wajah para napi dan teman-temannya. Kemudian memandang pula Benaya dan Lanika yang terapung tak sadarkan diri, ia menarik nafas panjang, yang membuat seakan jiha di sekeliling berteriak. 

"Terbentuklah!" Teriaknya, menekan proses pembentukan otak kedua agar segera berakhir.

"Arggghhhh!!!" Ia menjerit panjang sekuat tenaganya. Kemudian cahaya terang meledak ke seluruh ruangan batu itu. Disusul kegelapan setelahnya, tubuh Hans terjatuh dari atas udara dan Bayu dengan sigap segera menangkapnya. Bocah itu kemudian tertidur, seluruh napi menghela nafas lega, sedangkan Marc dan Baltus mendekat, khawatir. 

Di mulut goa, di permukaan.

Lima puluh orang prajurit berkumpul, memeriksa sisa-sisa pertarungan.  Berbeda dengan prajurit Kerajaan Exeter, tubuh mereka terlihat lebih gempal dan gemuk, beberapa cungkring, seperti pasukan yang tidak disiplin. Terlebih wajah mereka dan kulitnya berwarna kuning langsat hingga sawo matang, berbeda dengan penduduk dataran utara yang tinggi putih dan berambut pirang serta cokelat.

"Nang, endi senopati Bayu?! menapa piyambakipun mlebet mlebet goa?"

"Nang, mana senopati Bayu?! Apa mungkin dia masuk ke dalam Goa?" Seorang pria yang masih terlihat kekar, meski perutnya buncit bertanya.

"Sepertinya sih iya.." Jawab Danang dengan logat jawanya yang kental.

"Chandra, siapkan tali!" Ujar Danang, kemudian masuk ke dalam goa. Dugaannya semakin kuat ketika melihat bekas pertarungan yang cukup brutal di dalam. 

"Chandra, neng ndi toh koe! Sue men!" 

"Chandra, di mana sih kamu! Lama sekali!" Danang berteriak mengomel.

"Ndalem, punika tangsulipun!" 

"Sayaaa, ini talinya!" Chandra berlari ngos-ngosan. 

Danang berjongkok, ia berdiri kembali dan menendang salah satu bangkai serigala. Bangkai itu bergelinding dan menabrak dinding, hingga lima belas menit kemudian pun tidak terdengar suaranya.

Sementara itu keadaan di dalam goa yang masih sedikit tegang.

Abner tengah berjaga dan mendekati Benaya yang masih terapung untuk memeriksa keadaannya. Ia menunduk untuk memeriksa luka-luka sang bocah yang sudah tertutup dan sembuh, ketika ia berdiri dan berbalik, bangkai serigala terjatuh tepat di atas kepalanya.

Matanya terbelalak, dengan kekuatan yang dimilikinya, reflek ia memukul bangkai itu ke arah tembok, namun darah hitam terciprat ke seluruh tubuhnya. 

"Sial! Sial! Siapa yang melakukan ini?!" Abner mengumpat, membuat napi yang lain pun tersadar.

Namun mereka memikirkan hal yang berbeda, dan tidak terbesit pun mengasihani pria itu. 

"Ada orang di atas!" Ujar mereka hampir bersamaan. Bayu melihat lubang tempat mereka terjatuh sebelumnya,"Apakah mereka sudah sampai?"

Kembali ke atas, Danang mulai mengikat tali itu, ia menyambung tali itu beberapa kali.

"Ayo kita turun, bawa tali sebanyak-banyaknya untuk berjaga-jaga!" Kemudian merangkak mundur sambil berpegangan dengan tali.

***

Hans pun sadarkan diri setelah tiga puluh menit kemudian, jiha di dalam kolam hanya tersisa di sekeliling tubuh Benaya yang belum sadarkan diri.

"Raden, tidak perlu memaksakan diri!" Ujar Bayu seraya berdiri hendak membantu.

"Terimakasih paman Bayu, tak apa, aku bisa.." Ujar Hans tersenyum. 

Ia bergegas mendekati Benaya, dari semua napi yang ada Hans paling khawatir tentang Benaya. Permasalahan pada otaknya bukanlah hal yang mudah. 

Menarik nafas panjang, Hans mencoba mengosongkan pikirannya dan memantapkan fokusnya. 

Ketika ia merasa cukup fokus, ia membuka matanya. Berjalan mendekati Benaya, tangannya menyentuh kepala Benaya.

Jaringan-jaringan yang rusak tengah memperbaiki diri dengan sangat cepat, kolam jiha juga dikenal sebagai mata air kesembuhan untuk orang-orang awam. Hal itu karena jiha yang terkandung di dalamnya tidak hanya menyimpan energi semesta, tapi juga menyimpan energi kehidupan.

Meski begitu Hans justru semakin tegang, jiha seperti tersangkut pada sesuatu, bila ini terus terjadi jumlah jiha yang masuk akan semakin banyak dan meledakkan kepala Benaya.

"Fokus! Ingat kembali struktur fisiologis manusia, bandingkan dengan struktur fisiologis magi!"

Ingatan kelas Ny Frost teringat kembali, terutama kelas fisiologis di mana dua mayat manusia dan magi disandingkan dan kemudian di otopsi. Hal itu membekas karena kengerian dan rasa jijik yang ia timbulkan, terutama pembedahan yang berdampak kuat pada anak seumurnya. 

"Otak kanan, kiri dan tengah."

"Tunggul dulu, apa ini?"

Hans melihat gumpalan di otak tengah Benaya, gumpalan itu berada tepat di tempat di mana otak kedua seharusnya terbentuk. 

"Tidak mungkin, Benaya seorang magi?!"

Jiha Hans menyeruak, Bayu, Marc dan paman Odel mendekat.

Hans menggunakan jiha sebagai Indera ke enam untuk memeriksa tubuh Benaya dan ia menemukan dua uma di bagian antara perut dan dadanya. 

Hans melepas nafas panjang,"Paman Bayu, kau mengerti bagaimana otak kedua seorang magi bisa rusak namun umanya tetap bekerja dengan baik?"

Bayu tersentak, kemudian berpikir sebentar,"Hanya dua kemungkinan, satu, seseorang melukainya tepat di bagian kepala dengan maksud merusak otak keduanya. Kedua, ia mengalami kelainan atau kesalahan ketika membentuk uma pertamanya."

"Oleh sebab itu baik kesatria atau pun magi, ketika mereka membentuk uma pertama para guru/orang tua mereka pasti mengawasi. Untuk mencegah kecelakaan seperti ini terjadi." Bayu menjawab dengan sopan, ketika mereka berbicara keduanya menggunakan bahasa umum daratan Eden. Meski masing-masing daerah memiliki bahasa uniknya sendiri, penduduk Eden kontinen memiliki bahasa umum yang dimengerti semua bangsa termasuk, Elf, Barbarian, Raksasa.

Hans terdiam, memandang Bayu dan berucap,"Lantas bagaimana bila terjadi hal seperti ini paman?"

"Jalan satu-satunya adalah mengangkat otak keduanya." Bayu berucap pelan, hendak menambahkan namun Hans mengerti implikasi dari hal tersebut.

"Jadi dia tidak akan bisa menjadi magi lagi?" Hans menyadari, bahwa yang membuat magi dapat menggunakan banyak aksara adalah ketika otak keduanya mampu membagi fokus untuk membuat aksara yang sulit dan memperkirakan serangan musuh di saat yang sama. 

"Setidaknya dia tetap hidup, terlebih bukankah ia bisa menjadi kesatria?" Tambah Bayu.

"Hans! Cepat ia mulai mengejang!" Paman Odel berteriak. 

Hans memegang kening Benaya, menarik pikirannya kembali untuk fokus,"Ini bukan waktunya untuk ragu-ragu!" 

Hans membentuk pisau menggunakan jihanya, ia membalikkan tubuh Benaya yang terapung sehingga menghadap ke bawah. 

"Paman Bayu, mohon bantuannya!" Ujar Hans tanpa memalingkan wajah dan berfokus pada kepala Benaya. 

Bayu membuat meja air, yang dengan cepat membeku karena udara dingin. 

Hans memulai pembedahannya, para napi mendekat, dan saling berbisik. Bayu mendengus dengan nada dingin, membuat para napi diam. 

"Kalian jangan buat suara dan jangan berkomentar, bila perlu menyingkir karena hal ini akan berbahaya dan membutuhkan fokus! Jangan sampai kalian mengganggu!" Paman Odel berujar sambil menyuruh napi yang lain mundur. 

Hans tidak memiliki waktu untuk memperdulikan hal lain, ia menekan pisau jiha pada belakang kepala Benaya. 

"Bagaimana aku harus mengeluarkan daging penghambat itu?"

Hans penuh dengan pertanyaan, karena tempurung kepala manusia tidak memiliki celah kecuali pada bagian leher, mata, hidung dan telinga. 

Seluruh jaringan memerlukan pembuluh darah menjangkau mereka agar darah dapat menyalurkan nutrisi dan energi. 

Baiklah. 

"Paman sudah siap??" Tanya Hans.

"Siap!" Jawab Bayu, Hans kemudian dengan cepat mengalirkan jiha ke pisau jiha yang ia buat, kemudian dengan cepat menyasar sumbatan di otak kedua milik Benaya. 

Hal itu membuat tubuh Benaya menggelinjang, tangan Benaya tiba-tiba meraih tangan Hans, meski matanya masih tertutup.

Hans membungkuk, menyadari hal itu terjadi tanpa Benaya sadari, ia berbisik ke telinga Benaya.

"Benaya bila kau mendengar aku lepaskan tanganmu!" Ujar Hans pelan, ia masih berusaha menyingkirkan penghalang itu dari tempat di mana otak kedua itu seharusnya terbentuk. 

Benaya melepaskan pegangannya, melihat hal itu Hans merasa lebih percaya diri. 

Tubuh Benaya berguncang lebih keras, Hans langsung bertindak. 

"Benaya, ada sesuatu yang tumbuh di tempat di mana seharusnya otak keduamu terbentuk. Sekarang aku akan berusaha menyingkirkannya. Biarkan aku memasukkan jiha ke dalam tubuhmu.." Hans berucap sambil perlahan mengikis penghalang itu.

"Tidak, meskipun aku menyingkirkan sumbatan di luar, sumbatan di bagian dalam hanya dapat di bersihkan menggunakan jiha miliknya sendiri!"

"Bagaimana, ia tidak mampu mengirimkan perintah ke otaknya. Karena beberapa bagian saraf juga terganggu akibat saluran darah dan jiha yang terhalang."

"Kalau begitu, aku akan membersihkan sarafnya terlebih dahulu." Hans menyadari, membersihkan sarafnya tidak akan membuat energi berjalan secara lancar, namun setidaknya membuat Benaya dapat kembali berfikir secara normal. 

Ia menggunakannya jihanya dengan sangat hati-hati, menghancurkan penghalang itu sampai berukuran mikroskopis sehingga dapat mengalir melewati pembuluh darah.

Ketika hal itu terjadi ribuan sendi otak Benaya seakan bergetar, setelah lama tertidur jaringan yang terdiri dari jutaan sel-sel itu seakan terbangun.

Benaya hendak membuka matanya, kesadaran dan daya pikirnya kembali, namun belum sempat ia membuka kedua matanya, suara terdengar.

"Benaya!"

"Benaya!" Suara Hans terdengar di telinga Benaya.

"Waktu kita tidak banyak! Dengarkan aku!"

"Kendalikan jihamu, bentuklah jihamu yang mengalir ke kepalamu menjadi seperti angin puyuh, bentuk bagian ujungnya meruncing. Pastikan putarannya stabil!" 

"Kendalikan jihamu, bentuklah jihamu yang mengalir ke kepalamu menjadi seperti angin puyuh, bentuk bagian ujungnya meruncing. Pastikan putarannya stabil!" Hans mengulanginya, kepalanya dipenuhi keringat dan rasa cemas.

"Cepat!"

Author's Note:

Terimakasih untuk 20k reads dan bantu terus vote power stone dan bantu review dan rate ya