Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 41 - Aksara 24b, Pergi Dengan Bangga!

Chapter 41 - Aksara 24b, Pergi Dengan Bangga!

".."

Seluruh kelas terdiam, waktu kelas telah habis meski begitu mereka tidak mampu menyelesaikan pertanyaan mereka. Hans bahkan kadang hanya menyebutkan halaman dan judul buku untuk mempercepat mereka namun tetap saja seratus nama tanaman merupakan hal yang nyaris mustahil di selesaikan dalam waktu dua jam.

Namun yang membuat para siswa terpaku bukanlah karena mereka kalah, melainkan sosok yang berdiri di hadapan mereka. Meski keadaan begitu ramai dan riuh, ia tetap tersenyum manis di atas podium sambil menjawab. Bahkan Ramsey pun terdiam, ia bahkan merasa malu dan hanya terdiam ketika pertanyaan mencapai nama tanaman ke empat puluh. Wajah Clariane terlihat syok ia tak mampu mencerna kejadian di hadapannya.

Tidak semua alchemist menghafal semua nama obat, atau lebih tepatnya para alchemist hanya membaca resep obat yang ia butuhkan dan kemudian menjabarkan dan menghafal nama-nama tanaman yang terdapat di dalamnya. Sedang bocah yang berdiri di tengah-tengah kelas itu mampu menghafal semua, berikut dosis dan kegunaannya!

"Baiklah! Terima kasih sudah mengikuti kelas hari ini!" Hans berjalan keluar diantarkan oleh ribuan pasang mata yang tidak berkedip menatapnya berjalan keluar. Di balik pintu profesi Gyves memandangnya sambil tersenyum, ia bergeleng dan merangkul bocah kecil itu.

"Sebenarnya aku berharap ia mengalami sedikit kegagalan di dalam sana, tapi haiss.. Tapi setidaknya ia belajar untuk berani berbicara di depan umum!"

Pikir sang profesor, ia tidak mengetahui bahwa Hans mengajar privat setiap harinya setelah kelas. Meski hanya mengajar murid baru, tapi hal itu sedikit banyak membantu dia untuk berani berbicara di depan orang lain.

"Nak, kerja bagus. Setelah ini kelas tanaman tingkat lanjut kau saja yang memegang bagaimana? Hohoho!" Sang profesor tertawa sambil mengusap kepala bocah itu.

"Tentu saja tidak gratis!" Tambahnya ketika melihat bocah itu memandangnya sinis.

"Guru, sebenarnya ada hal yang ingin aku minta padamu.." Hans berhenti berjalan, membuat sang guru pun ikut terhenti dan melihat ke arahnya.

"Haih... Baiklah nak kau sudah mengatakan sebelumnya bukan? Aku akan mengajarimu, lagi pula kau ini kan muridku mana mungkin aku tidak mengajarkannya!" Profesor Gyves menggeleng, kemudian tersenyum kecil sambil mengusap kepala Hans. Jauh dalam hatinya ia semakin menyukai bocah kecil ini, ia memperlakukan Hans seperti cucunya sendiri.

"Bukan itu guru, tapi, apakah anda tahu cara membuat 'Mata air bait suci'?" Hans memandang wajah sang guru, terselip bayangan kesedihan di refleksi matanya. Ia teringat Yu'da, terlepas dari hal yang singa raksasa itu buat baginya ia tak bisa membalasnya sama sekali.

Hal itu membuat Gyves yang sebelumnya tersenyum, tersentak, terutama ketika melihat kesedihan yang mendalam di mata Hans.

Ia menggeleng, matanya pun memancarkan kesedihan.

"Maafkan pak tua ini, tapi obat yang ceritakan itu hanyalah dongeng belaka.."

"Tak ada alchemist atau ahli obat yang mampu meramunya, karena bahan-bahannya pun tidak di ketahui.." Pak tua itu kemudian berjalan ke samping Hans, merangkulnya dan memaksanya berjalan.

Keduanya berjalan melewati kerumunan sambil berbicara setengah berbisik, profesor Gyves merasakan kesedihan yang bocah kecil itu rasakan dan berusaha menyemangatinya. Tak lama bayangan mereka menghilang di balik kerumunan orang.

**

Hans kembali ke asramanya siang hari, ia sebelumnya menghabiskan waktunya paginya di kelas dan ruangan sang profesor. Mempelajari teori dasar pembuatan obat peningkat intensitas jiha tingkat menengah, besok baru ia bisa memulai pembelajaran membuat obat setelah selesai mengajar di kelas para senior.

Hans yang masih di rundung kesedihan berjalan sambil menendang-nendang debu, tanpa sadar matahari seakan tertutupi awan dan bayangan hitam menutupi arah pandangnya yang tengah berjalan sambil memandang permukaan jalan.

"hmm.." Ia mengangkat kepalanya melihat siapa yang menghalangi jalannya,"Kak Maki?!"

"Hahaha bocah mengapa kau begitu murung?! Tidak seperti saat mengajar tadi!"

"Kau benar-benar hebat, seharusnya kau mengajari aku juga dong!" Maki merangkul Hans dan keduanya berjalan bersama. Kedatangan Maki bukan tanpa maksud, ia meminta mengajarinya tentang obat-obatan, terlebih jenis-jenis tanaman yang berguna untuk pembuatan obat tingkat tinggi.

Hal ini jelas bukanlah rahasia sebab obat-obat itu jarang, dan sebagian tidak tertulis di buku yang berada di toko buku atau perpustakaan, bahkan beberapa merupakan informasi rahasia.

"Baiklah aku pasti akan membantu mu kak, tenang saja." Hans tersenyum kecil, namun ketika keduanya hendak sampai di kamar asrama Hans.

"Ah! Hans! Aku mohon..."

"Aku mohon ajarkan aku teori tentang kelas tanaman obat! Aku mohon.." Seorang pria dengan rambut panjang yang keriting, perutnya buncit dan tubuhnya besar bersujud di hadapan Hans memohon.

"Hei Bartus! Apa yang kau lakukan di sini?!" Maki berjalan ke depan Hans melindunginya.

"Ma—Ma.. Maki!?" Tubuh Bartus bergetar hebat, ia hampir-hampir mengompol.

"Eh siapa dia kak Maki?" Tanya Hans.

"Dia ini Bartus, dia masuk akademi bersamaan denganku. Namun di berada di ranking paling rendah dari semua siswa pada angkatan yang sama. Ia bahkan belum mencapai uma satu siklus penuh."

"Ia menjadi sasaran siswa lain, mereka menjadikannya sasaran latihan.." Bisik Maki pelan di telinga Hans, khawatir Bartus mendengarnya.

"Baiklah, untuk setiap jam kau hanya perlu membayar dua batu semesta!" Ujar Hans sambil mengacungkan ibu jari dan jari tengahnya.

Bartus yang masih bergetar mengangkat kepalanya, ia terlihat tersenyum. Namun, kemudian senyuman di wajahnya menghilang ketika melihat jari Hans.

"Ta..Tapi Hans aku tidak memiliki pendapatan sebesar itu, untuk membayar kelas reguler saja aku sudah kewalahan!" Wajahnya memelas, memohon pada Hans. Maki yang melihat hal itu berusaha menghalanginya, namun belum sempat ia bertindak Hans sudah terlebih dahulu mengulurkan tangannya untuk menahannya.

"Lalu bagaimana kau akan membayarku?" Tanya Hans lembut, hatinya memang tergerak oleh belas kasihan. Namun ia tidak mau memberikan ilmu yang ia miliki secara gratis, bukan karena ia pelit. Namun, sesuatu yang di dapat tanpa perjuangan, sering kali dianggap tak berharga oleh pemiliknya.

"Ak-aku..." Bartus berpikir keras.

"Aku akan menjadi anak buahmu, bahkan setelah lulus dari akademi aku akan tetap mengikutimu!" Ujar Bartus sambil menempelkan tangan kanannya di dadanya, memberi gestur daratan utara yang digunakan mereka ketika membuat janji.

"Hei! Hei! Bartus bukankah kau hanya akan menyusahkan dia di kemudian hari?!" Maki berujar dengan nada tinggi.

"Tidak, maksudku Hans kan ahli obat dan pengobatan pasti dia membutuhkan seseorang untuk mengumpulkan bahan-bahan dan kebutuhan lain yang memakan waktu. Aku akan membantunya!" Ujar Bartus dengan tatapan yang penuh kebulatan tekad.

"Bukankah ia bisa membeli budak untuk mengerjakan semua ini?!" Ujar Maki, sedikit kesal.

Hans terkejut dan memandang maki,"Budak?"

"Tentu Hans, kau tidak tahu di tingkat tertentu menara dagang terdapat lantai yang khusus menjual budak dari berbagai macam ras. Manusia, elf, peri, raksasa, dan bahkan para iblis pun dijual di sana!" Maki memalingkan pandangan dari Bartus dan menjelaskan.

"Kak Bartus, baiklah. Kau tidak perlu mengikutiku sampai lulus, tapi maukah kau melakukan bisnis denganku? Hitung-hitung sebagai upah mengajarku?" Hans bertanya, Bartus terlihat ragu, namun kemudian mengangguk.

Ketiganya kemudian berjalan masuk ke dalam asrama, dari pembicaraan itu Hans mengerti lebih lagi tentang keadaan dunia. Terdapat puluhan jenis ras yang hidup di seluruh daratan, masing-masing ras pun memiliki kerajaan yang berbeda. Setiap harinya terjadi perang dan pertempuran, mereka yang kalah bila tidak mati maka menjadi tahanan perang dan sering kali di jual ke pedagang budak.

Pembicaraan kemudian terus berlanjut, Hans kemudian menyatakan rencananya. Ia adalah murid baru, dan sebelum ia mencapai tingkat kedua dari studinya ia tidak di perbolehkan meninggalkan akademi.

"Kak Bartus, kau kan bisa keluar akademi. Aku berencana mencari senior yang bisa bekerja sama untuk masuk ke daerah-daerah jauh untuk mencari tanaman langka!"

"Aku akan mengajarimu tentang tanaman-tanaman itu, dengan begini kau bisa belajar tentang tanaman dan menghasilkan uang secara bersamaan bukan?!" Ujar Hans dengan semangat.

"Woi.. Woi.. Hans, bisnis sebesar ini kenapa kau tidak mengajak aku juga!" Ujar Maki sambil berteriak mengagetkan Hans yang hampir terjengkang.

Dengan antusias ketiganya makin dalam membicarakan rencana bisnis mereka, hingga malam berselang.

**

Malam.

Hans seperti biasa bergegas untuk berlatih di tengah hutan, namun kali ini David berdiri di depan pintu, menghalanginya keluar.

"Hei Hans, aku ikut!" Paksa bocah bertubuh gempal itu.

"Aku juga!" Ucap Marc, keduanya sudah meraih dan menggunakan jubah mereka sambil masih berdiri. David bahkan membawa kantung berisi daging bakar yang masih berasap.

"Ikut apa?" Hans memasukan tangan ke saku jubahnya.

"Tentu saja berlatih!" Celetuk David.

"Kami tahu kau berlatih sepanjang malam, pantas saja kau terus semakin kuat!" David berujar sambil mengencangkan pegangannya pada pintu kamar takut-takut Hans memaksa keluar.

"Hans guruku bilang, akan ada hadiah besar untuk siswa baru yang menjadi sepuluh besar di turnamen untuk para siswa baru!"

"Kami berdua tentu tidak ingin ketinggalan, dengan berlatih bersama mu kami pasti bisa mendapat sedikit inspirasi!" Marc menambahkan, kali ini ia tidak lupa. Terlihat keduanya sudah bersiap-siap untuk meminta hal ini.

"Baik-baik, kalian ini seperti berbicara pada siapa saja!"

"Ayo!" Ia kemudian merangkul keduanya dan berjalan keluar.

**

Tubuh besar terlempar ke udara, berguling beberapa kali di atas tanah dan tubuhnya dipenuhi debu. Ia terhempas cukup keras hingga merubuhkan pohon yang ia tabrak,"Arghh!"

"David angkat perisaimu! Cepat!" Marc tengah menghimpun semua jihanya, membentuk panah besar sambil menyerang ke arah Hans.

David bangkit dan mengangkat perisai besar miliknya yang berserak di lantai, namun terlambat Hans sudah terlebih dahulu menempelkan Tisra, glaive miliknya di leher Marc.

"Kalian kalah lagi!" Ujar Hans, ia kemudian mengeringkan keringat di keningnya.

Ia berbalik dan membantu David berdiri dan mengomelinya di saat yang bersamaan,"David, kau ini hanya mengetahui teknik bertahan jadi kau fokus pada pertahanan saja! Kau berkali-kali berusaha menyerang, kau hanya perlu memastikan aku tidak bisa melewatimu! Bukan mencari celah di pertahananku dan berusaha menyerang!" Hans mengetuk kening David dengan ranting yang ia temukan di dekat tubuh David.

"Ahhh! Hans kau tidak bisa mengurangi seranganmu sedikit saja? Sekali pukul aku sudah terlempar jauh, bagaimana mungkin aku menahan seranganmu?!" Keluh David, sambil menepis kayu yang masih menempel di keningnya.

"Ceehh.. Gendut kau bertahan hanya menggunakan kekuatan fisikmu yang penuh lemak itu! Lantas untuk apa semua jiha yang kau punya?!" Marc terlihat kesal, melemparkan tanah padat ke arah David sambil mengkritiknya.

"Kau terlalu tergeasa-gesa, hingga tidak bisa berfikir jernih!"

"Kau hanya perlu membiarkan dia menyerangmu terus, kau hanya perlu bertahan. Kau tidak mengeluarkan tenaga sedangkan ia terus menerus membakar energinya, pada akhirnya ia akan kelelahan dan kita bisa mengalahkannya!" Ujar Marc sambil melotot ke arah David.

Ketiganyaberlatih setiap malam, hari demi hari berlalu. Tanpa mereka sadari empat bulanberlalu begitu saja.