Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 43 - Aksara 25b, Turnamen

Chapter 43 - Aksara 25b, Turnamen

Marriane mengapung di udara, di tengah sebuah formasi sesembahan yang menyerupai lambang-lambang kuno. Lambang-lambang itu bersinar bersamaan dengan jeritan para arwah penduduk desa, arwah-arwah itu seperti asap yang mencoba melarikan diri dari lambang-lambang yang satu persatu mulai menghisap dan memenjarakan mereka.

"Oh kegelapan yang agung! Pemimpin mereka yang terbuang! Gunakan tubuh yang ku bawa ini!" Suara serak orang tua terdengar dari tubuh wanita muda.

Seketika jubah yang ia kenakan terlepas menyingkap tubuh gadis yang di penuhi luka—tanpa busana— melayang di atas udara.

"Terbukalah gerbang kegelapan!" Seketika itu juga sosok gelap keluar tubuh Marriane, arwah mengambang itu memancarkan aura kematian.

Bersamaan dengan itu langit terbelah, cahaya merah dan darah yang memenuhi seluruh desa seakan terserap ke tubuh Marriane. Dari pusat perutnya, cahaya itu menembus hingga keretakan di atas udara.

"Prang!!"

Seperti suara kaca pecah retakkan di udara semakin membesar bersamaan dengan itu sebuah tangan dengan cakar dan luka bakar keluar dari lubang itu.

"Berikan padaku!!!" Tangan itu berusaha menggapai tubuh Marriane.

Ketika itu semua suara seakan menghilang, sosok lain dengan bayangan putih melesat ke atas, menyambut tangan besar itu.

"Aku memanggil para raksasa dari negeri Articia!!" Teriak suara merdu yang dapat di pastikan seorang wanita.

Hima Wil[1]

[1] Hanacaraka, sebuah kata sansekerta bertuliskan 'hima wil' yang berarti Raksasa Es

Salju yang mengelilingi daerah itu perlahan menggulung, menyatu dan saling mengikat membentuk raksasa besar dengan tinggi masing-masing tiga puluh meter.

Sebagian mengenakan perisai, yang lain mengenakan panah. Sedang para raksasa pemegang panah menarik panahnya, raksasa lain terbentuk lagi di udara tubuhnya jauh lebih besar dua kali lipat.

Sosoknya berambut panjang, dengan wajah cantik dan pedang besar yang lebih panjang dari tubuhnya.

Raksasa wanita itu membungkuk, bertumpu pada kakinya dan melesat ke udara untuk menghajar tangan besar itu.

Keduanya bertubrukan, tangan besar dan pedang besar itu saling beradu, yang terjadi kemudian adalah suara dentuman keras yang mementalkan sang raksasa es hingga puluhan meter jauhnya.

Maki yang masih termangu melihat hal itu tersadar, dihunusnya katana besar dan kecil miliknya, ia menghilang dan muncul di tengah Medan pertempuran.

"Hahahahaha! Menarik!"

"Datanglah! Hei roh kejahatan di tanah ini! Dengarkan perkataan ini! Bangkitlah Hei gerbang penjara!!" Suara terdengar dari lubang besar di udara, sosok besar merangkak keluar tubuhnya mencapai seratus meter, tubuhnya di penuhi bau busuk. Dua tanduk besar mengacung tinggi di atas kepalanya. Ia berwajah seperti manusia, dengan tubuh seperti gorila.

Tanpa busana makhluk itu melayang di udara, nyanyian kematian seolah menyertai kehadirannya. Kehadiran makhluk itu membuat sosok berjubah putih, maki dan kedua orang lain merinding. Maki berdiri tepat di sebelah sosok misterius berjubah putih kedua orang lainnya pun mengikuti dia.

"Ini... Makhluk apa ini?!!!" Clark berucap, tubuhnya masih bergetar, bahkan keringat bercucuran di punggungnya. Seolah tempat itu adalah pada gurun dan bukan di tengah daratan penuh salju.

"Iblis!" Ujar sang sosok misterius, ia membuka penutup wajahnya. Maki dan dua orang lainnya memalingkan kepalanya, sosok yang begitu cantik menyambut mereka.

"Kau- Kau siapa?" Tanya Clark.

"Clarita Snow, tingkat 4!" Ucapnya singkat dan kemudian jiha tubuhnya seakan berubah menjadi badai es, jubah putihnya hancur seketika. Jubah itu adalah pakaian yang terbentuk dari material khusus yang tidak mudah hancur bahkan dari serangan Magi bintang dua sekalipun.

Namun di balik jiha miliknya jubah itu membeku dan hancur menjadi debu, menyingkap baju perang berwarna putih yang di kelilingi kabut es.

"Kalian pergilah! Sampaikan pada para petinggi akademi! Aku akan mencoba memberikan kalian waktu!"

"Ratu Badai! Wujud sempurna!" Jerit Clarita, aksara seolah terlontar dari tubuhnya. Ia mengaktifkan aksara pada uma miliknya. Aksara yang di gunakan sebagai aksara inti dapat di gunakan secara langsung tanpa perlu membentuk garis-garis aksara di udara. Aksara ini juga memiliki kekuatan dua puluh persen lebih besar dari aksara biasa yang harus di bentuk menggunakan garis aksara!

Maki seketika itu pula menghilang dari pandangan setiap orang, ia melesat pergi meninggalkan tempat itu dan kembali ke arah akademi dengan tidak memedulikan apapun, kini hanya satu hal yang ada di kepalanya yaitu memberitahukan hal ini kepada para profesor.

**

Bersamaan dengan semua hal yang tengah terjadi ini, orang-orang di seluruh akademi masih melakukan kegiatan mereka seperti biasa. Karena matahari masih terbit, langit pun masih cerah bahkan burung masih bersiul-siul hari itu.

Meski begitu ada seseorang yang menangkap perubahan di alam sekitarnya,"Hachu!" Seorang bocah gendut bersin tanpa sebab yang jelas.

"Hans ayo cepat kita harus segera berkumpul di aula pertarungan sebelum terlambat untuk mengambil nomor pendaftaran!" Sosok gendut itu adalah David, Hans masih terpaku memegang daun kering di tangan kanannya.

"Tunggu sebentar gendut, ada sesuatu yang aneh. Musim dingin datang lebih cepat, seharusnya masih dua bulan lagi ia datang!" Ia kemudian berdiri, daun kering itu ia masukan ke sakunya. Ia kemudian memukul pelan kepala Marc yang masih melamun karena mulai memasuki waktu ia kehilangan ingatan.

"Ayo!" Ajaknya, ketiganya kemudian berjalan ke arah area pertarungan yang berada di Departemen penelitian serangan dan kemampuan perang.

"Baiklah ayo! Kita gunakan awan pengangkut saja biar cepat!" David memasukan tiga batu semesta ke dalam mulut patung kodok yang kemudian memproduksi gelembung-gelembung udara yang kemudian membentuk awan berwarna putih. Ia memasukan dua batu semesta lagi dan dua buah awan mengangkatnya naik secara lambat. Hans sebenarnya enggan, karena merasa harga yang perlu di keluarkan terlalu mahal, namun karena ia terlambat ia dengan bersusah payah memasukkan satu batu cahaya. Marc terlihat santai tanpa beban, memasukan batu semesta ke dalam mulut katak yang sama. Ketiganya melayang di udara dan melesat melawan deru udara, ternyata tak hanya mereka, namun banyak peserta lain memilih moda transportasi yang sama.

Hari itu sepertinya langit di atas setiap departemen di penuhi siswa yang terburu-buru untuk menuju tempat yang sama, yaitu departemen penelitian serangan dan kemampuan perang.

Hans memandang ke arah sebuah stadion besar, terdengar suara riuh teriakan penonton dari dalamnya. Ia tertegun memandang bangunan besar nan megah itu, puluhan ribu bangku tersusun begitu rapi dan bertingkap-tingkap.

Awan yang mereka tumpangi mendarat turun tepat di gerbang besar tempat setiap orang masuk, yang menakjubkan adalah orang-orang yang berjalan masuk ke dalamnya. Beberapa menunggangi elang besar, ada pula yang menunggangi kuda bersayap.

"Roar!!" Suara auman binatang buas terdengar, suaranya sangat keras. Hans memalingkan wajahnya mencari sumber suara yang mengagetkannya.

Seekor Makhluk aneh melompat dari atas dan mendarat di hadapan ketiganya, tubuhnya setidaknya berukuran sepuluh meter. Tubuhnya di penuhi dengan sisik berwarna ungu gelap, kepalanya memiliki tanduk besar di kedua sisinya, sedang tubuhnya kekar seperti keturunan para raksasa. Sisik ungu yang menyelimuti seluruh tubuhnya membuatnya terlihat seperti kesatria, dengan pedang besar di punggungnya. Sosok itu kemudian berjalan ke arah ketiganya, semakin lama semakin mengecil hingga menjadi sosok bocah kecil dengan tinggi hanya sebahu Hans.

"Hallo! Permisi aku mau lewat!" Ujarnya ramah, Hans tanpa sadar memberi jalan bagi bocah kecil itu untuk lewat.

"Sungguh bocah yang unik! Ia bahkan lebih besar dariku ketika berubah!!" David berujar, ia kaget dan kemudian tertawa bodoh. Ia kemudian berjalan masuk mengikuti bocah itu. Marc mengikutinya, kemudian terdiam dan berbalik.

"Hei Hans! Ayo cepat!" Desak Marc ketika melihat Hans terdiam di ujung jalan.

Hans melihat serangga pembawa pesan yang tak bergerak di telapak tangannya, hewan malang itu mati beberapa hari setelah Merriane memberikannya padanya. Ia kebingungan, mencari tahu kabar tentang sang senior yang pada akhirnya tak mampu ia temukan keberadaannya.

"Eh?! Baiklah!" Ia mengepal serangga itu, pelan—berusaha agar tidak menghancurkannya—kemudian memasukannya ke saku jubahnya.

Ketiganya berjalan memasuki lorong panjang yang gelap, suara teriakan keras terdengar bahkan hingga membuat lorong itu bergetar. Serpihan debu dari bebatuan yang berjatuhan mengenai kepala mereka, David menelan ludah, entah kenapa jantungnya menjadi berdebar ketika mendengar dan merasakan teriakan serta getaran di lorong tersebut.

Mereka sampai di ujung lorong, disambut cahaya terang yang membutakan mata mereka sementara. Bersamaan dengan riuh teriakan para penonton seperti suara gemuruh langit ketika badai petir. Stadion luas menyambut arah pandang ketiganya, puluhan ribu orang duduk di kursi yang bersusun naik ke atas. Mata mereka tertuju pada dua belas arena pertarungan yang berada di tengah-tengah stadium, masing-masing berukuran seribu meter persegi.

"Hadirin semua, perkenalkan namaku Puria!"

"Aku akan memandu seluruh turnamen kali ini!"

"Kami akan segera memulai turnamennya, bagi peserta yang belum mendaftar kalian masih memiliki waktu lima menit lagi!"

"Mohon untuk semua hadirin dan peserta bersabar menunggu proses pendaftaran selesai! Sementara itu kami akan menyajikan pertandingan penghibur untuk anda sekalian!" Seorang kurcaci dengan topi runcing dan kacamata berujar di atas udara, tubuhnya kecil hanya memiliki tinggi empat puluh sentimeter, dengan tubuh proporsional layaknya manusia normal. Ia terlihat imut-imut karena pipinya merah, dan wajahnya rupawan. Membuat gadis-gadis memandangnya dengan tatapan gemas.

"Pertarungan pembuka kali ini adalah antara makhluk magis dan bangsa setengah kuda, kami juga membuka arena perjudian. Anda cukup duduk manis di tempat ada berada, angkat tangan anda dan peri-peri kecil akan memasukkan taruhan anda!"

"Baiklah! Kita mulai pertarungannya!" Kedua tangan Pico bertepuk, suara tepukkan itu di ikuti oleh suara sangkakala keras.

Seluruh penonton seketika itu terdiam, kemudian entah siapa yang memulai mereka mulai bersorak penuh semangat. Meski begitu Hans terdiam, ia memandang ke arah pintu besar di area pertarungan.

"Letang..tang.." Suara rantai besi penarik pintu terdengar bersautan, satu dari sisi kanan arena dan yang lain berada di sisi kiri. Sedang area pertarungan yang tidak terpakai terangkat ke langit mengatasi bagian tertinggi stadion. Hal itu untuk mempermuda para penonton melihat pertarungan yang tengah terjadi, beberapa layar yang terbuat dari kabut bermunculan di beberapa sudut stadion sebagai proyeksi pertarungan.

Kemajuan teknologi tentu masih jauh dari keadaan saat ini, meski begitu dengan mempergunakan jiha semuanya menjadi mungkin. Aksara proyeksi cahaya merupakan salah satu bahan penelitian para Magi, meski tidak terlalu berguna ketika pertarungan namun aksara ini berguna di bagian lain kehidupan manusia, seperti yang tengah terjadi sekarang.

"Awrrrrrrrrr!" Suara raungan keras terdengar, bersamaan dengan suara itu lantai area pertarungan bergetar. Lengan besar berbulu memaksa pagar besi itu terbuka lebih lebar, urat-urat berwarna hitam muncul di sisi-sisi lengan yang tetutup bulu berwarna abu-abu itu.

Kepala serigala keluar dan memandang ke arah penonton dengan buas, ia mengaum keras,"Awrrrrrrrrrrr!" Hans memandang dengan jelas, kebencian, amarah dan dendam yang begitu besar terpancar di sana. Entah mengapa ia mampu merasakan semua ini, namun ia memilih diam. Tanpa sengaja tangannya terkepal, Hans memang memiliki pengamatan yang baik ia menemukan dua lubang di kedua bahu serigala itu. Dilihat dari ukuran dan bentuk lukanya, tempat itu adalah tempat pengait di ikatkan pada tubuhnya, bahkan darah segar masih terlihat sesekali keluar dari sana.

Seekor manusia serigala keluar dengan ganas dari lorong di sebelah utara, tubuhnya besar dan meski terlihat beberapa luka di tubuhnya ia tetap terlihat gagah perkasa. Tingginya mencapai empat meter, terlihat cakar berwarna perak di ke setiap jari tangan dan kakinya. Cakar itu perlahan bertambah panjang, seperti sang manusia serigala bisa mengendalikannya sesuka hatinya.

Sementara seluruh mata masih tertuju pada sosok manusia serigala, suara hentakan kaki terdengar dari pintu sebelah selatan yang berlawanan dengan manusia serigala itu.

"Tik.. tak.. tik.. tuk.." Sosok pria berambut panjang terikat keluar dari pintu besar itu, tubuh bagian atasnya kekar penuh otot. Bekas luka juga memenuhi dada hingga punggung dan perutnya, bagian bawah tubuhnya merupakan tubuh kuda berwarna hitam. Dengan tinggi keseluruhan mencapai tiga meter, meski ia terlihat lebih kecil di banding manusia serigala namun matanya menatap tajam ke arah serigala besar itu.

"Mulai!" Pico berteriak, sangkakala kembali berbunyi.

"Ting.. Ting.." Suara beradu terdengar, lapisan-lapisan besi berkilau bermunculan di tubuh sang manusia setengah kuda.

Lapisan besi itu membentuk baju zirah yang berkilauan, ia mengangkat kedua lengannya. Ia mengencangkan ikatan rambutnya, bersamaan dengan lapisan yang menutupi lengan dan kepalanya di saat yang bersamaan. Hal itu begitu luar biasa, Hans menatap semuanya dengan mata berkilau.

"Horaaaah!" Sang Centaur berteriak, bersamaan dengansebuah pedang besar yang muncul di hadapannya, ia memegang dengan kedua tangannya.Mengangkat pedang itu tepat di hadapan wajahnya, ia menutup mata, kemudianmembukanya sambil melemparkan tubuhnya ke arah sang manusia serigala!