Sang manusia serigala pun sepertinya tidak tinggal diam, ia mengaum keras kemudian memaksa cakarnya keluar dengan maksimal hingga mencapai panjang tiga hasta (satu meter setengah). Keduanya kemudian bertemu di tengah-tengah area pertarungan, sang manusia serigala mengangkat lengan kanannya. Cakarnya secara horizontal berusaha mengoyak tubuh Centaur, hanya saja sang manusia setengah kuda terlebih dahulu bergerak dengan kaki depannya melompat ke kiri, sedang tubuhnya ia miringkan menghindari serangan cakar itu.
Centaur itu jelas memiliki pengalaman bertarung yang baik, ia mengayunkan pedang besarnya dengan kuat. Kekuatan yang berada di balik serangan itu sangat besar, belum lagi momentum ketika ia menghindari serangan sebelumnya ia gunakan pula pada serangan pedang yang searah dengan rotasi tubuhnya. Sang manusia serigala tak sempat menghindar, perbedaan tingkat intelegensi menjadi penyebabnya. Pedang itu menebas bahu kanan sang manusia serigala, tertancap cukup dalam hingga darat terciprat keluar membasahi penutup wajah sang Centaur.
Semua penonton sudah mampu memperkirakan bahwa pertarungan itu akan selesai, termasuk David.
"Aihh! Membosankan pertarungan ini semenjak awal tidaklah berimbang. Centaur memiliki kerajaan mereka sendiri, sedangkan manusia serigala dengan kumpulan paling besar pun hanya mampu menyamai sebuah kampung kecil." Ia menguap sembari menjelaskannya.
"Hans ayo! Kita lebih baik mendaftar dahulu! Cepat! Kau juga Marc!" David mementung kepala Marc dengan tangan besarnya, hingga Marc yang masih menikmati pertarungan terguling ke lantai.
"David! Kau kelewatan kali ini!" Teriak Marc membuat siswa lain meneriaki mereka karena mengganggu ketertiban.
"Hei Gendut! Dan kau bocah kurus! Pergi kalian jangan mengganggu yang ingin menonton!" Seorang siswa yang mengenakan pakaian cokelat tua berteriak.
"Kkau!" David hendak mengumpat, namun ia menelan kembali ucapannya ketika melihat yang memarahinya adalah kakak tingkat. Ia hanya bisa melipat bibirnya dalam kekesalan dan melipir pergi.
"Mmmaaf!" Dengan suara bergetar ia membungkuk dan melengos pergi, tangannya menarik tangan Hans secara paksa.
Pertarungan di tengah area masih berlanjut, darah terciprat ke penutup wajah dan baju besi yang dikenakan sang Centaur. Ia mencabut pedangnya, serigala besar itu masih memberontak. Kini matanya memerah, ia melepas seluruh aura membunuhnya. Sebuah aksara terbentuk di udara, aksara yang muncul bersamaan dengan berubahnya tubuh sang manusia serigala.
Ia menjadi lebih besar, kini tingginya mencapai sepuluh hasta (lima meter).

[1] Hanacaraka, bertulis kan Jambuka bahasa Sanskerta yang berarti serigala.
Sang Centaur pun tidak berhenti di sana, darah masih segar di pedangnya. Ia menutup penutup muka pada helmnya, jiha meledak dari tubuhnya. Keduanya beradu lagi, kali ini sang Centaur melakukan apa yang membuat Hans tercengang.
Hans melepas tangannya dari tangan David, ia terdiam di sana melihat gerakan yang dilakukan sang manusia setengah kuda, tanpa sadar ia menutup matanya. Ia mengayunkan pedangnya secara diagonal, perlahan garis-garis cahaya terlihat jelas di mata Hans yang tengah tertutup.
Ia tidak menyadari bahwa Centaur itu seperti melakukan gerakan mengikuti garis cahaya, namun tidak. Centaur itu bergerak mengikuti gerakan yang sudah ia hafal sebelumnya.
"Hans!"
David melihat sahabatnya itu tengah terperangah, ia menggeleng. Karena ia hanya melihat punggung Hans ia tidak menyadari mata Hans yang masih tertutup.
"Bocah kampungan.." Bisiknya pelan sambil tersenyum.
"Itu namanya teknik bela diri Hans! Centaur memanggilnya Kinisi[1] , ayahku pernah bilang bahwa sebagian ksatria mencoba menirunya namun mereka gagal. Entah apa yang membuat manusia tidak bisa melakukannya!"
"Eh betul juga! Hans.. mengapa aku merasa hal ini hampir mirip dengan gerakan yang kau lakukan ketika kita berlatih ya?!" Marc yang berada di dekatnya memotong ucapan David.
David mengernyitkan dahinya,"Hei Marc, kau ini kan pelupa! Bagaimana mungkin kau mengingatnya?!" David melotot memandang kawannya.
Marc mengangkat kedua bahunya,"Tidak tahu, semenjak guruku memberiku beberapa ramuan aku merasa semakin mudah mengingat sesuatu!" Keduanya masih berdebat, namun Hans tahu betul dalam hatinya bahwa ia tahu alasan mengapa manusia gagal meniru teknik bela diri ini.
Jadi, jika aku bisa menghafal gerakkan garis cahaya itu, aku tidak perlu lagi menutup mataku untuk mengikuti gerakkan jiha!
Manusia gagal membuat gerakannya sendiri karena mereka tidak mampu melihat garis jiha, terlebih yang mereka tiru adalah gerakan Centaur yang jelas memiliki bentuk tubuh yang berbeda dengan manusia!
Karena gerakkan ini harus diikuti bukan hanya oleh mata pedang, tapi seluruh tubuh manusia yang menggunakannya. Sehingga tubuh mereka merepresentasikan aksara itu sendiri!
Matanya berbinar, ia menjadi begitu bersemangat dan bahagia. Tak pernah ia kira, dengan menonton pertarungan ini ia mendapat ilham yang begitu berharga.
"Ayo Hans!" David mendesaknya lagi, ia mengangguk dan ketiganya pergi ke tempat pendaftaran.
7
Ia melihat ke nomor acak yang ia dapatkan dari dalam kantung penyimpannya. Terdapat seribu peserta yang kemudian dibagi ke dalam sepuluh grup berisi seratus orang. Hans berada dalam grup ke sepuluh atau grup terakhir. Begitu pula Marc dan David, ia menatap area pertarungan yang kini bersimbah darah. Ke arah Centaur yang terdiam memandang seluruh penonton, kemudian pandangan makhluk itu jatuh pada Hans yang jauh darinya. Namun ia dapat melihat dengan jelas, sesuatu yang orang lain tidak bisa lihat. Melihat Hal itu ia membungkuk kecil ke arah Hans sebelum akhirnya memasuki gerbang tempat ia datang.
Tak ada yang mengerti kepada siapa ia menunduk dan apa arti tindakan sang Centaur, namun Hans tersentak. Karena ia dapat melihat dengan jelas mata sang manusia setengah kuda itu menatap ke arahnya.
Tatapan berisi penghormatan dan ketakutan, ia diam, namun menyimpan hal itu dalam hatinya. Pertarungan itu pun berakhir, dan Hans juga belajar banyak dari pertarungan pembuka itu. Ia melihat dengan jelas bahwa dua petarung dengan level jiha yang sama akan memiliki kemampuan serangan dan bertarung yang jauh berbeda hanya karena teknik dan intelegensi.
Ia masih merenung dan mencerna apa yang ia dapat, namun suara Pico terdengar lagi!
"Baiklah! Pertarungan selanjutnya adalah Battle Royale! Setiap peserta dibagi menjadi sepuluh grup, yang pada setiap grupnya hanya boleh tersisa lima puluh orang. Tiap orang bukan hanya harus tetap bertahan hingga titik akhir tapi juga harus mengumpulkan poin dengan mengalahkan musuh sebanyak-banyaknya!"
"Peraturannya hanya satu!"
"Dilarang membunuh peserta lain!"
"Akademi telah menempatkan dua puluh penjaga bintang dua yang akan siap sedia menyelamatkan siapa saja yang dalam bahaya. Meski begitu peserta yang diselamatkan akan dinyatakan kalah!"
"Baiklah!"
"Aku akan mengulanginya sekali lagi!" Ujar Pico sambil mengulangi perkataan yang sama persis dengan sebelumnya.
...
"Peserta mohon bersiap, awan akan membawa kalian ke area kalian masing-masing." Ribuan awan bermunculan dan menjemput setiap peserta sesuai dengan nomor kayu yang mereka pegang, hal itu terlihat seperti lalu lintas di jalan bebas hambatan yang ramai.
"Hati-hati!" Ujar Hans sambil menepuk pundak kedua temannya, sebelum ia menaiki awan penjemputnya.
**
Hans berdiri di tengah seratus orang lain, ia mengambil jarak cukup jauh dari yang lain. Ia berbisik kecil, dan jubahnya mengecil dan menjadi lekat dengan kulitnya. Meski begitu ia tidak merasa panas karena, bahan jubah itu seperti berubah dan terasa leluasa dan dingin. Ini adalah salah satu fungsi lain dari jubah yang ia miliki, jubah itu memiliki dua fungsi membersihkan diri sendiri dan berubah mengikuti bentuk tubuh penggunanya.
Ia menyambung dua bagian Tisma, glaive miliknya.
Matanya melihat sekeliling, ia berjalan mendekati David dan Marc. Karena semenjak semula Pico tidak mengatakan kerja sama tim dilarang, sehingga ia memilih untuk lebih dekat dengan teman-temannya. Setidaknya mereka bisa saling membantu bila dalam keadaan genting nanti.
David melepas dua perisai yang ia tumpuk di punggungnya, sekilas ia terlihat seperti kura-kura gemuk yang berdiri dengan kedua kakinya. Marc mengangkat tangan kanannya, meruncingkannya ke atas. Tak lama jiha tipis menyelimutinya, ia membentuk sebuah karakter aksara.

[2] Hanacaraka, bertuliskan 'gra' dari kata graksa dari bahasa Sanskerta yang berarti petir
Kemudian sedikit memusatkan energinya, ia membentuk panah menggunakan aksara itu. Hal ini hanya menunjukkan satu hal, Marc telah membentuk aksara intinya. Hanya mereka yang telah membentuk aksara inti mereka yang mampu mengubah jiha menjadi bentuk padat, seperti halnya Marc membentuk panah miliknya.
"Bersiap!" Suara Pico terdengar lagi, ia mencampur jiha dalam suaranya sehingga semua peserta dan penonton mampu mendengarnya.
"Mulai!"
Hans menatap sekeliling, mempererat genggamannya pada senjatanya. David dan Marc juga demikian, waktu seakan berjalan lebih lambat karena adrenalin yang memacu jantung bekerja lebih keras. Hans melihat dengan jelas tiga orang datang ke arahnya, ia telah mengamati mereka semenjak ia memasuki arena pertarungan. Ketiganya mencuri pandang beberapa kali ke arahnya, dan saling tatap di antara mereka.
Benar saja, jiha menyeruak dari tubuh ketiganya. Masing-masing tidak memiliki bintang pada telapak tangan mereka, Hans memperkirakan mereka adalah siswa dengan satu siklus jiha penuh. Meski terkadang mereka pun bisa menyembunyikan kekuatan mereka dengan beberapa cara, jadi ia tidak berani meremehkan ke tiganya.
Tiga lawan satu, Hans memusatkan jiha pada tangan dan kakinya. Ia menggunakan kekuatan fisiknya untuk melawan ketiganya, masing-masing dari mereka memusatkan jiha pada tubuh dan senjata mereka. Seorang dengan rambut botak tipis membawa tombak dan dua lainnya membawa pedang satu sisi tajam. Mereka yang membawa pedang bertubuh lebih kecil dari yang membawa tombak, seorang memiliki tinggi seratus tujuh puluh dua sentimeter dan yang lain seratus tujuh puluh lima.
Ketiganya hanya beberapa meter saja dari Hans dan tiba-tiba, musuh yang membawa tombak melepaskan aksara inti miliknya.

[3] Hanacaraka, bertuliskan 'ma' dari bahasa Sanskerta 'maruta' yang berarti angin.
Hans merasa seakan angin ribut tiba-tiba muncul di depannya, angin itu berusaha menggoyahkan tubuhnya. Ia, Hans, tidak berkedip sedikit pun. Jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena terkejut, namun karena merasakan sensasi luar biasa. Ia merasa seperti tengah di tantang, hanya berselang kurang dari satu kedipan, ujung tombak tajam sudah menyasar kepalanya.
Sial!
Ia cepat!
Hans memutar tubuhnya, berotasi satu meter di atas tanah. Ia memutar tubuhnya dari bahunya, melompat ke arah depan dengan sedikit menunduk dan memutar.
"Minggir!" Teriak Hans masih dalam keadaan berputar, jiha miliknya meledak. Dengan tangan kanannya ia menggeser leher tombak itu sambil kakinya mengambil kuda-kuda, hal ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Konsentrasi yang amat tinggi di perlukan, karena ia harus menentukan momen yang tepat untuk menghalau tombak yang berhasil ia hindari itu.
Ledakan jiha milik Hans membuat tubuhnya menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya, halauan terhadap tombak itu membuat pemiliknya pun ikut terbawa. Ia menyapu Tisma ke arah dua orang lain yang tengah melompat ke arahnya.
Keduanya melepaskan aksara inti mereka sama seperti penyerang sebelumnya, Hans yang belum membentuk aksaranya menahannya dengan jiha dan kemampuan fisiknya.
Dua lawan satu, dua pedang dan satu Glaive beradu. Yang mengejutkan adalah keduanya terpental, kekuatan di balik serangan Hans mengejutkan semua orang.
**
"Siapa itu! Bocah itu luar biasa!!!" Salah satu pengajar berkomentar.
"Halah, ini kan sekolah Magi kekuatan tubuh apa gunanya?!" Ujar pengajar lain.
"Hmmmph! Dia itu muridku!" Ujar Profesor Gyves yang membuat keduanya keringat dingin. Para pengajar juga menonton, mereka duduk di deretan berbeda sedang para profesor duduk di tahta tertinggi di sebelah singgasana yang lebih tinggi milik kepala Akademi.
"Cough.. Cough.. Sudah ku bilang di itu berbakat dasar bodoh!" Ujar sang guru yang berkomentar pertama, memukul kepala temannya.
Gyves mendengus kecil kemudian memalingkan wajahnya.
"Viuhh.. Selamat.. Terima kasih.." Pengajar yang berkomentar kedua bukannya marah justru berterima kasih.
[Author's Note]
Mohon maaf menghilang beberapa minggu, tidak mau beralasan. Akan mencoba mengerjakan ketertinggalan chapternya. Mohon check kalo ada typo ya besok langsung saya ganti, udah ngantuk banget. Adakah yang bersedia bantu edit buat ke depannya? Nanti saya kirim via email terus di tandain yang typonya. Terimakasih.
Semangat dan sehat terus, jangan lupa bercahaya!