Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 42 - Aksara 25a, Kendali Jiwa

Chapter 42 - Aksara 25a, Kendali Jiwa

Bayangan di seberang kaca seakan abadi, menjadi memori. Ketika tersadar ia melihat bayangan itu menghilang,

Memorinya tak berguna lagi, tak ada logika untuk menjelaskan. Kendali diri, rasa dan nurani hilang untuk terakhir kali,

Sebab semua,

Tidak sama lagi.

Waktu berlalu begitu saja, bagai semilir udara yang tak terlihat namun terasa. Dunia berganti, bergerak namun tidak semua mengetahui ke mana ia beranjak, kebaikan atau ke arah yang lebih buruk?

Sekumpulan pemuda berdiri di gerbang besar yang terbentuk dari emas murni, tingginya mencapai lima puluh meter, di sisi kanan dan kirinya di apit tembok besar yaitu gunung tinggi yang menjulang. Terdapat tiga orang yang berdiri tepat di hadapan gerbang besar yang masih tertutup itu, dua orang pemuda memakai jubah berwarna cokelat tua, sedangkan seorang lagi memakai jubah berwarna putih, dan mengenakan penutup muka. Salah satu pemuda yang mengenakan jubah cokelat duduk di atas tanah sambil menyandarkan dagunya pada tangannya yang menopang beban kepalanya. Sedang yang lain berdiri seperti halnya tentara, wajahnya terlihat seperti mengantuk. Sedang sosok lain di jubah berwarna putih tidak berbicara apapun, ekspresi dan wajahnya tidak terlihat.

Seorang pemuda berjalan ke arah mereka, rambutnya hitam mengenakan pakaian perang khas para samurai negeri matahari, pakaiannya berwarna hitam dengan garis perak yang memantulkan cahaya. Di pinggangnya dua buah katana panjang dan pendek menggantung dan sesekali berayun mengikuti gerakkan tubuhnya.

"Hei Maki! Ku pikir kau tidak akan datang!" Pemuda yang tengah berjongkok kemudian melompat berdiri, ketika ia melakukan itu topan dan angin terpental ke berbagai arah, auranya meningkat tajam.

"Clark, berhenti bermain-main!" Maki mengayunkan tangan kanannya, sebagian kecil jiha miliknya menghempas jiha Clark, wajah pemuda menjadi kaku— terkejut.

"Dia lebih kuat dari sebelumnya!" Ujarnya dalam hati, tanpa ia sadari keringat menetes di punggungnya. Pemuda bernama Clark ini bukanlah siswa biasa, ia adalah pemegang peringkat ke lima dari daftar siswa terkuat.

"Kalian siap?" Tanya Maki, ia menatap kedua pemuda itu yang membalas dengan anggukan kemudian memandang sosok misterius dengan jubah putih di sebelah kirinya.

**

Di sebuah desa kecil, di antara perbatasan kerajaan Elim dan akademi Exeter.

Salju menutupi seluruh permukaan tanah, bahkan pepohonan pun tidak luput. Namun dinginnya udara tidak mampu menghalangi kehangatan desa itu.

"Haha! Pak tua Jack kemari akan ku traktir kau minum!" Seorang pria tua gemuk tertawa sambil merangkul temannya yang lebih kurus. Perutnya kelebihan lemak hingga membuat pakaian yang ia kenakan terkesan terlalu kecil dan menyingkap bagian perutnya

Keduanya minum sambil tertawa, di luar kaca bar butir-butir salju bertaburan di payungi asap dari cerobong-cerobong penduduk.

"Kakak ayo cepat kita pulang! Ibu menunggu di rumah!" Seorang bocah perempuan tertawa sambil menarik tangan sang kakak yang berumur tujuh tahun.

"Baiklah! Ayo!" Bocah berumur tujuh tahun itu tersenyum dan membawa adiknya yang masih berumur lima tahun. Keduanya berlari, kadang melompat sambil menyanyi lagu anak-anak dengan riang.

"Seputih salju hati ibuku, cinta kasihnya sehangat mata hari pagi~" Sang bocah perempuan bernyanyi sambil berputar seperti penari balet di bawah hujan salju.

"Hei.. Ayo cepat salju semakin menebal nanti kau kedinginan.." Keduanya kemudian bergegas menuju rumah yang berada di pinggir desa, rumah itu terbuat dari batu bata dengan pintu berwarna merah. Cerobong asapnya mengeluarkan kepulan asap putih, tak hanya itu namun wangi roti yang tengah di panggang tercium hingga keluar.

"Hmmm.. Kak ibu sedang masak roti isi kacang merah! Aku lapar.. aku lapar!" Sang Adik perempuan melepaskan genggamannya dan berlari masuk ke dalam rumah.

"kreekk.." Pintu repot rumah itu terbuka ketika sang bocah perempuan masuk.

"Ibu.. Ibu aku pulang! Ibu masak apa?!" Bocah perempuan memasuki rumah dan mendapati ibunya memunggunginya terlihat tengah membungkuk di depan tungku kayu bakar.

Gadis itu masih tersenyum, namun kemudian ia menemukan sosok lain di sebelah kiri sang ibu, ia mengenakan jubah berwarna hitam dengan rambut pirang kemerahan keluar dari sela-sela penutup kepalanya.

"Ibu dia siapa?!" Gadis itu bertanya polos sambil menunjuk ke arah sosok itu.

Sang ibu berpaling, namun dengan bersimbah air mata. Meski begitu matanya kosong, di tangan kanannya pisau berlumuran darah ia pegang kuat. Sang gadis kecil ketakutan, ia tidak mengerti apa yang terjadi, sosok di balik jubah hitam itu menunjuk ke arahnya.

"Ibu kenapa? Ada Apa?!"

"Aaaa! Ibu jangan!" Ia berteriak, akibat teriakannya sang kakak masuk ke rumah.

"Ada apa?!" Tanya sang kakak, ia berlari masuk ke dalam rumah. Namun ia pun terkejut, menemukan tubuh sang ayah yang menggantung di tangga rumah. Sang adik sebelumnya tidak menyadari hal itu karena begitu tergesa-gesa masuk ke rumah.

Bocah kecil itu gemetar, air matanya mengalir keluar,"Ayah!!!" Teriaknya mendekap kaki sang ayah.

Ia kemudian mencari-cari sosok adiknya, ia menemukannya di dapur. Merangkak mundur menjauh dari sosok sang ibu yang tengah memegang pisau berlumuran darah.

Matanya juga menangkap sosok lain berjubah hitam yang berada di belakang sang ibu,"Ibu! Ibu kenapa!!" Teriaknya, namun sang ibu seolah tidak mendengarnya, namun suara lain justru mengagetkannya membuat seluruh tubuhnya bergetar kuat.

"Haha percuma, ia tidak akan bisa melawan pengendalian jiwa yang ku lakukan padanya!!! Sungguh menyenangkan! Kalian akan menjadi persembahan untuk membuka segel kegelapan! Haha"

Mata sang bocah memandang sosok di belakang sang ibu, suara itu adalah suara pria tua yang serak. Namun ia semakin terkejut menemukan suara itu datang dari mulut wanita cantik, yang kini tersingkap akibat ia membuka penutup kepalanya!

Rambutnya berwarna pirang ke merakan, pipinya merona, terdapat bekas luka di lehernya. Bila Hans berada di sini ia akan mengenali siapa wanita ini.

Sosok misterius itu pun tersenyum jahat, meski air mata mengalir deras dari matanya.

"Bunuh! Bunuh!" Kalimat lain keluar dari mulut gadis itu.

Sang ibu bergegas menghampiri sang bocah perempuan dan menghujamkan pisaunya ke arah sang gadis kecil!

"Jleb!"

Tusukan itu terhenti sebelum melukai sang gadis kecil, tangan kiri sang ibu memegang tangan kanannya.

"Pergi nak.." Suaranya sang ibu lirih, matanya yang sebelah kiri mulai berwarna merah dan perlahan mengeluarkan darah.

"Hahaha! Sungguh tekad yang sungguh kuat! Kau mampu melepaskan sebagian dirimu dari pengendalian jiwaku!"

"Namun semuanya sia-sia!" Suara pria tua terdengar dari mulut sang sosok wanita misterius itu.

"Pergi!!!" Teriakan sang ibu untuk terakhir kali sebelum ia kehilangan kekuatannya, ia menangis darah. Ia menggunakan semua kemampuan tekad dan tubuhnya untuk melawan kekuatan Jahat yang mencoba menguasainya hingga mengalami luka mental parah.

"Ibu! Ibu!" Gadis kecil itu berteriak-teriak sambil merangkak mundur, tak tahu apa yang harus dia lakukan. Lantai ruangan menjadi begitu dingin, hingga akhirnya ia terpojok ke tempat tubuh sang ayah tergantung. Tangan kecilnya kemudian memegang cairan yang terasa kental dan hangat ketika ia coba merangkak mundur. Ia mengangkat tangannya dan melihat darah memenuhi kelima jari kecilnya. Ia kemudian melihat ke atas, tubuh ayahnya yang menggantung menyambutnya, ia berteriak.

Ia hendak berdiri namun tubuh yang tergantung itu kemudian bergerak, mencabut pisau yang terhujam di jantungnya.

"Aaahhhhh!" Gadis kecil itu hampir mengalami kerusakan mental akibat rasa takut, ketika ia terkepung. Sang kakak yang masih berumur tujuh tahun menariknya, menggendongnya berlari keluar.

"Kejar! Kejar mereka!" Teriak sang sosok misterius, sang ibu kemudian mengejar kedua bocah itu. Sang ayah yang sebelumnya telah mati berjalan keluar sambil membawa pisau sambil tergopoh-gopoh seperti mayat hidup.

Sosok misterius itu berjalan ke arah meja makan yang terbuat dari batu, ia mengambil pisau buah kecil di sana. Kemudian hendak berjalan keluar, namun tiba-tiba menghujamkan pisau itu ke arah jantungnya sendiri!

"Jleb!"

"Marriane! Beraninya kau!!" Teriak sosok misterius itu, tangan kirinya menangkap pergelangan tangan Marriane yang mencoba membunuh dirinya sendiri!

"hahaha! Kau pikir dapat dengan semudah itu membunuh dirimu sendiri?! Kau tahu, kau sudah terlanjur membuat perjanjian darah denganku sehingga bila kau ingin mati pun kau harus meminta izin padaku!" Teriaknya, ia kemudian melepaskan ribuan arwah ke seluruh desa. Hari itu seluruh desa di penuhi darah, mereka di bawah kendali sang sosok misterius, saling bunuh dan membantai.

Kedua bocah itu berlari sekuat tenaga, sang kakak yang mengerti benar daerah tempat mereka tinggal menggunakan jalan yang tidak semua orang tahu, ia berlari sekuat tenaga meninggalkan desa. Air matanya menetes semakin deras,"Jangan menangis, jangan menangis atau mereka akan menemukan kita!"

Ia berusaha menenangkan adiknya, yang begitu ketakutan. Sang gadis memaksa menutup mulutnya dengan tangannya, agar tidak menangis. Jelas-jelas mengalami trauma yang begitu berat. Sang kakak yang belum begitu besar, setengah mati menahan tangannya yang keram akibat berat tubuh sang adik, ia berlari melewati kebun duri yang tidak banyak orang lewati. Ia biasa menggunakan jalan ini, tetapi secara pelan-pelan sehingga tidak terluka. Ukuran tembok duri itu hanya muat untuk dirinya sendiri karena semak duri yang memenuhinya. Ia mendekap erat tubuh sang adik agar tidak ada duri tumbuhan yang mengenainya, hasilnya tubuhnya penuh luka dan berdarah.

Di belakangnya semak duri itu berbunyi,"srek..srek.." sang adik mengintip dari celah lengan sang kakak. Ia bergetar kuat, menutup matanya akibat melihat sang ibu yang telah kehilangan kesadaran dan kewarasannya berlari mengejar mereka. Sang kakak berusaha mempercepat langkahnya, namun tubuhnya penuh luka dan tangannya sakit, ia hendak menyerah namun melihat ujung lorong di depannya ia memaksa setiap tetes kekuatannya untuk keluar.

"Aku pasti bisa!" Ujarnya sambil terus menitikkan air mata.

"Rrraaaa!" Suara teriakan yang tidak jelas artinya terdengar dari belakangnya, ketika pisau itu hendak menghujam punggungnya ia sampai di ujung lorong sempit itu.

Namun ketika ia keluar, sosok sang ayah yang berlumuran menyambutnya dengan pisau teracung ke arahnya.

"Ayah!" Ia tersungkur, kakinya tidak mampu lagi berlari. Satu-satu hal yang ia bisa lakukan adalah melindungi tubuh sang adik dengan tubuhnya sendiri.

"Jleb!" Suara tubuh tertusuk terdengar, darah terpencar ke berbagai arah.

Sang bocah menjerit ketika merasakan darah mengenai mukanya, ketika ia mengangkat kepalanya ia menemukan tubuh sang ayah terbelah menjadi dua.

Sosok pemuda berambut hitam menyambutnya dengan tersenyum, ia mengenakan jubah o-yoroi[1] berwarna hitam dengan garis perak. Ia memegang katana di tangan kanannya, sedang tangan kirinya terlulur ke arah kedua bocah itu.

Ketika kedua bocah itu masih tertegun, ia tersentak. Sosok lain melompat dari belakang keduanya, sang ibu yang telah kehilangan kesadaran melompat ke arahnya.

Pemuda itu memukul perut sang ibu, membuatnya terlempar ke atas.

"Sreet!" Suara tebasan di udara, tubuhnya terbelah menjadi beberapa bagian dan berjatuhan ke tanah.

"Ibu..." Ujar sang bocah, ia menangis.

"Huh?!" Pemuda itu tidak lain dan bukan adalah Maki, ia terkejut ketika melihat hal itu.

"Maki! Cepat!" Ujar Clark yang berteriak dari sisi lain hutan.

"Nah, pegang ini! Aku akan mencari kalian nanti! Sekarang pergilah ke tempat yang aman!" Ia pun mengoleskan krim berwarna kehijauan ke tubuh sang anak, ia juga memberikan sebuah serangga hitam, meminta sang bocah menyimpannya.

"Kalian cari tempat yang aman dan bersembunyi, simpan serangga kecil ini! Ia akan membantu aku untuk menemukan kalian nanti." Ujar Maki sebelum kemudian pergi setelah menengok balik beberapa kali.

Sang bocah yang masih menangis mengangguk, berdua dengan sang adik ia menangis di hadapan jenazah ibu dan ayahnya. Ia kemudian menggali salju dengan tangannya, dinginnya salju membuat tangannya terluka. Namun berdua dengan sang adik, keduanya menguburkan ayah dan ibu mereka barulah kemudian mereka pergi berlari sambil bergandengan, keduanya beberapa kali menatap ke belakang memandang kuburan orang tuanya untuk mungkin yang terakhir kali. Ia menancapkan dua pisau di bagian ujung perkuburan putih itu.

**

Maki dan kelompoknya bergegas,"Hei, aku mempunyai perasaan yang buruk!"

"Kedua bocah tadi melarikan diri dari kejaran orang tuanya sendiri!"

"Ada sesuatu yang tidak beres!" Ujar Maki, sambil ia memakai kabuto[2] kemudian bergegas mendahului ketiganya. Ia melesat seperti cahaya menghilang dari pandangan ke tiga orang lainnya.

Ia sampai di sebuah batu raksasa yang menjadi pintu masuk desa, namun ketika orang melihat lebih jelas ke arahnya, orang akan mendapati ia terkejut dan di hantui ketakutan luar biasa!

Sesuatu yang bisa membuat sosok paling di takuti oleh siswa tingkat satu dan dua ini terkejut!

Catatan Kaki

[1] O-yoroi, jepang, sebuah jubah yang biasa di gunakan oleh para samurai, biasanya hanya di gunakan komandan atau samurai dengan jabatan tinggi. Mulai di gunakan pada abad ke sepuluh, pada periode Heian. O-yoroi berarti Great amor atau baju pelindung luar biasa. Dibuat dengan lempengan logam yang disusun menjadi beberapa lapis.

[2] Kabuto, jepang, helm bagian dari O-yoroi yang berbentuk seperti kumbang bertanduk. Berbentuk seperti tempat duduk dewa erang, Hachiman.