Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 24 - Aksara 16b, Akademi Exeter (2)

Chapter 24 - Aksara 16b, Akademi Exeter (2)

Keduanya sampai di depan sebuah Asrama besar, dengan puluhan gedung bersebelahan satu sama lain. Hans membayar jasa kereta kuda yang tak lama meninggalkan mereka berdua.

"Nah, ini kunci kamar beserta nomornya!"

"Kau tinggal dalam satu ruangan dengan teman-teman mu yang lain, ku harap kau bisa menyesuaikan diri!"

"Karena mereka yang akan menjadi teman sekamarmu selama beberapa tahun!"

"Aku hanya bisa membantu mu sejauh ini!"

"Pergilah!" Maki tersenyum sambil mengusap hidungnya.

Hans membungkuk memberi terima kasih dengan gaya orang-orang dari kerajaan Elim.

Jadi begini rasanya menjadi senior!

Baiklah aku akan berusaha membantunya bila nanti bertemu lagi

Hans tidak tahu yang Maki pikirkan, ia tidak menyadari ia beruntung bertemu dengan pemandu yang baik sepertinya. Beberapa murid baru tidak Seberuntung dia dan justru kehilangan semua yang berharga darinya di hari pertama mereka masuk akademi, karena mendapat senior pemandu mereka jahat, yang bukan saja menipu mereka namun mengancam dan merampas barang bawaan mereka.

Ia berjalan menyusuri lorong antara gedung-gedung asrama yang saling berhadapan dengan puluhan kamar tiap gedungnya. Ia bertemu beberapa peserta ujian yang lain, namun sikap mereka yang acuh membuat Hans malas pula untuk memulai pembicaraan.

Ia berjalan dan berdiri di depan pintu, di sana tertulis angka '22' ia memasukan kunci transparan ke dalam lubang kotak yang sesuai dengan kunci yang ia punya. Ketika ia memasukannya, seluruh gedung melepaskan aura yang seakan mendorong Hans.

Aura itu adalah mekanisme pelindung gedung agar tidak ada pencuri yang masuk ke kamar yang bukan miliknya. Tak lama pintunya terbuka, ketika ia masuk yang menyambutnya adalah seorang bocah yang tengah memakai celana!

"Kau setidaknya bisa mengetuk pintu dulu bukan?!"

"Wah wajahmu tidak asing? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?!" Hans menutup wajahnya dengan satu tangannya, bocah yang menjadi teman satu kamarnya tidak lain dan tidak bukan adalah Marc!

"Marc! Ini aku Hans!"

"Hmmm.. Setidaknya aku satu kamar dengan orang yang aku kenal." Hans melepas nafas panjang, meletakkan jamur dan tas ransel miliknya di salah satu lemari pakaian.

"Oh! Aku ingat! Maafkan aku Hans, kau tahu masalahku kan?!"

"Baiklah, kau mau tidur di kasur atas atau yang di bawah?" Tanya Marc, tangannya memegang buku ajaib miliknya.

"Aku pilih yang di bawah Marc? Aku berencana untuk latihan setiap malam, aku takut mengganggumu karena suara langkah kaki ketika naik turun." Terang Hans.

"Tentu saja Hans, aku malah memang ingin kasur bagian atas Hehe!" Ia tertawa kecil.

Hans mengangguk, tubuhnya cukup lelah. Ia kemudian mengambil pakaian dari ranselnya, ia hanya membawa dua pasang pakaian. Ia kemudian masuk ke dalam kamar mandi dan membilas tubuhnya.

Ketika air dingin menyentuh tubuhnya ia bergetar kecil, kemudian tersenyum. Ia memikirkan pertemuannya dengan teman-temannya yang baru, kini ia tidak merasa terlalu kesepian. Tangan kirinya memegang cincin kecil di lehernya, cincin itu di ikat oleh tali emas hitam yang langka.

Cincin itu adalah pemberian tuan Atkinson, ia kemudian keluar dan melihat Marc tengah membaca buku peraturan. Bocah itu membaca dalam hati, namun Hans menjadi bersemangat secara tiba-tiba,"Hei Marc, bisakah kau baca dengan suara sedikit keras? Agar aku juga bisa mendengar peraturannya?"

Marc menoleh dan mengangguk,"Baiklah!"

"Peraturan Akademi Exeter!"

"Dilarang membunuh sesama murid akademi!"

"Pertikaian antara departemen harus di selesaikan dalam pertarungan yang adil!"

Marc mulai membaca satu persatu aturan, semakin ia membacanya semakin tinggi alis mata Hans terangkat. Akademi ini benar-benar terlalu bebas, meski tertulis tidak diperbolehkan membunuh sesama murid akademi, tapi tidak ada poin yang menjelaskan tentang menciderai atau melukai sesama murid akademi.

"Marc kau yakin tidak ada poin yang terlewat?!" Tanya Hans ragu.

"Tidak Hans! Semua peraturan telah ku bacakan dan pada kenyataannya tidak banyak peraturan yang tertulis!" Marc memegang dahinya, ia pun terlihat menjadi serius setelah membaca peraturan itu.

"Sepertinya ucapan pamanku benar, satu-satunya cara untuk memastikan kita tetap menjalani proses belajar dengan tenang dan aman adalah dengan menjadi lebih kuat!" Hans mengepalkan tangannya.

"Ya kau benar Hans! Hari ini pun guruku memperkenalkan aku pada murid-muridnya yang lain, tetapi dari tatapan mereka aku tahu mereka membenciku!" Ujar Marc sambil melamun membayangkan ekspresi para seniornya.

"Oh iya Marc, tentu buku itu tidak berhenti sampai di situ saja kan?" Hans menggeleng dan mencoba mengesampingkan sejenak kenyataan tidak menyenangkan itu.

"Oh iya, kau benar!" Marc mengangguk kemudian melanjutkan membaca.

"Daftar mata pelajaran dasar!"

"Pengenalan empat elemen air, api, tanah, udara biaya per elemen satu batu semesta atau seratus koin emas! Jadwal: Senin sampai Kamis Pukul 07:30 pagi"

"Pengenalan totem dan fungsinya, satu batu semesta atau seratus koin emas! Jadwal Senin dan Rabu, pukul 07:30"

"Dasar pengobatan dan jenis tumbuhan! Satu batu semesta dan seratus koin emas! Jadwal Senin dan Jumat, pukul 10:00 pagi!" Marc membacakan satu persatu, mata Hans berkaca-kaca!"

"Tunggu Marc!"

"Apa-apaan ini! Harganya tidak masuk akal! Bagaimana aku bisa belajar bila harga setiap pelajaran begitu mahal!!" Hans berdiri, wajahnya benar-benar kesal. Ia kini memiliki setidaknya dua ribu koin emas, gabungan antara jumlah yang di berikan tuan Atkinson dan hasil rampasan sebelumnya.

Marc mengangkat kedua tangannya,"Aku juga heran, benar-benar mahal!"

"Eh tunggu Hans, ada penjelasan tambahan di awal yang terlewat!"

"Bagi para murid baru di berikan kesempatan mengikuti dua kelas gratis!"

"Lumayan!" Ujar Marc.

Meski begitu Hans terdiam, tangannya mulai menghitung sambil berpikir,"Marc, coba cari di halaman lain, mungkin ada yang menjelaskan bagaimana kita bisa mendapatkan batu semesta atau uang tambahan untuk belajar!" Hans berhenti menghitung dengan jari-jarinya dan melihat ke arah Marc.

"Kau benar! Tunggu biar aku lihat!" Marc dengan antusias membolak-balik buku yang ia pegang.

"Ketemu!" Ia menatap Hans dengan tersenyum sumringah.

"Biar ku bacakan!"

"Panduan dasar Misi dari Akademi!"

"Siswa akademi tidak peduli baru atau pun lama harus berkontribusi bagi Akademi, oleh sebab itu akademi mendorong bahkan memaksa para murid bekerja untuk membayar tiap kelas yang mereka hadiri!"

"Untuk mengambil misi, kalian dapat pergi ke sentra misi yang berada di alun-alun! Tiap poin kontribusi bisa di tukarkan dengan batu semesta atau hal-hal lain yang di butuhkan dalam pengejaran siswa terhadap Aksara semesta."

"Perlu di ingat, bahwa poin kontribusi bisa di tukarkan menjadi uang atau batu semesta, namun tidak dapat di beli dengan emas dan batu semesta! Jadi gunakan poinmu dengan seksama!" Marc membaca penjelasan panjang lebar, hingga akhirnya lelah menghantui keduanya dan tertidur di kasur mereka masing-masing.

Matahari belum pun terbit sempurna, namun Hans telah bangkit dan berlatih fisik. Namun latihan pagi ini sedikit terganggu karena ia tidak memiliki pedang untuk berlatih.

Tak lama berselang ketika matahari sudah menyingsing, bangunlah Marc sambil berjalan ngantuk untuk menghirup udara segar.

"Marc, kau mau ikut aku pergi ke alun-alun untuk menjual jamur milikku?" Hans menghapus keringat di dahinya sambil menatap Marc. Hans masih dalam posisi push-up dengan satu tangan.

Namun Marc menggeleng,"Tidak bisa Hans, aku perlu mengejar kelas sehingga aku tidak bisa menemanimu! Maaf ya!"

"Oh? Tidak apa-apa Marc!" Jawab Hans sambil melompat berdiri. Ia mandi dan berganti pakaian sambil mengenakan jubah cokelat muda miliknya.

**

Hans mengangkat tangan ke arah para penunggang kereta kuda yang memang mangkal di depan asrama. Para murid akademi yang lain pun berada di sana, namun berbeda dengan Hans yang hendak pergi ke alun-alun mereka langsung melesat ke arah departemen yang hendak mereka tuju. Letak asrama murid baru tidak terlalu jauh dari alun-alun, hal itu karena para murid baru belum menentukan jurusan utama mereka sehingga mereka harus pergi ke beberapa departemen berbeda yang letaknya amat jauh satu sama lain.

Hans tiba di alun-alun yang di penuhi para murid yang berlalu lalang, mayoritas dari mereka mengenakan pakaian cokelat tua, beberapa berwarna hitam dan memancarkan aura dingin yang membuat Hans takut. Ia menunduk dan menghindari kontak mata dengan para senior.

Ia memandang arah jalan, namun sialnya tak dapat membaca. Ia kemudian melihat-lihat hendak bertanya, namun semua orang terkesan dingin dan menyeramkan. Hans memilih bertanya pada pengendara kereta kuda, beruntung para penunggang kuda yang merupakan orang biasa memandangnya dengan penuh hormat. Ia menunjukkan dengan detil arah yang harus ia ambil, yaitu distrik perdagangan.

Akademi di bagi menjadi empat bagian secara garis besar yang menunjukkan empat departemen. Di antara masing-masing departemen terdapat hutan yang begitu luas. Lebih tepatnya di daerah terluar seluruh departemen terdapat hutan yang begitu luas.

Hans mengikuti arahan pengendara kereta kuda, ia sampai di menara tinggi yang ia temui sebelumnya. Dari penjelasan para pengendara kuda ia tahu bahwa seluruh menara tinggi itu adalah tempat perdagangan dengan masing-masing tingkat memiliki perbedaan barang dagangan dan juga tingkatan pembeli. Tingkatan pembeli yang di maksud adalat batasan level bagi murid yang hendak membeli, murid yang telah memiliki aksara dan yang belum memiliki perbedaan hak untuk mengakses pasar sehingga banyak tingkat menara yang tak bisa ia akses.

Berbeda dengan Marc, Hans telah memiliki rencana sendiri. Ia berencana menjual seluruh jamur miliknya, dan mengikuti kelas tanaman obat pada pukul 10. Ia ingin membandingkan ilmu pengobatan yang ia terima dari paman Fidelis dengan yang akan ia terima di akademi.

Terlebih ia memiliki ide bisnis yang cukup cemerlang, ia hendak membuka kurus privat bagi siswa yang hendak membayar setengah harga tiap kelas.

Bila aku mendapat lima puluh koin tiap mengajar, bila memiliki sepuluh murid aku sudah bisa membayar lima kelas ahaha! Aku jenius!

Hans masih tersenyum, ia hendak memasuki salah satu toko di tingkat teratas menara perdagangan. Sebuah toko yang cukup besar dengan lambang sayuran dan gelas takar kimia menyambut tubuh kanak-kanaknya.

Ketika ia masuk salah satu pegawai yang berjaga di depan pintu menyambutnya, ia belum melihat sosok Hans dan menyambutnya dengan ramah.

"Selamat Datang!"

Namun ketika ia melihat jubah cokelat muda milik Hans ia memandang Hans rendah. Bahkan tidak ragu-ragu menunjukkan ekspresi penolakan!

"Mau apa ke sini?! Kau masih anak baru kan!!" Matanya memandang Hans dingin.

Hans melihat ekspresinya, wajahnya memerah. Ia jelas mengetahui arti ekspresi pemuda berkepala botak itu, ekspresi merendahkan. Pemuda itu memiliki tubuh yang pendek dan sedikit gemuk.

Mengapa semua orang memandangku dengan tatapan seperti ini!

"Aku hendak menjual tanaman obat milikku kak!" Hans menjawab dengan sopan, pemuda di hadapannya adalah senior miliknya. Ia mengenakan jubah cokelat tua, dengan lambang satu bintang di dada kirinya.

Magi dengan satu kalimat aksara!

"Memangnya anak baru seperti mu memiliki tanaman obat berharga untuk di jual!" Pemuda itu makin memandang rendah Hans.

Hans merasa malas berdebat dengan orang yang ia tak mampu lawan, ia hanya diam dan mengangkat jamur di tangan kanannya naik lebih tinggi!

"Aku ingin menjual Pleurotus Ostreatus![1]"

"Aku memanennya dua hari lalu, periksa saja. Warnanya hampir keemasan, di dalamnya terdapat sepuluh batang!" Hans menjelaskan dengan lancar.

"Pleurotus Ostreatus!Hah! Tidak mungkin!" Pemuda itu mendengus, namun merebut jamur itu secara paksa dan memeriksanya. Ketika ia memeriksanya ia tersentak, dan melihat Hans dengan penuh tatapan keserakahan,"Di mana kau mendapatkannya?!!"

Namun Hans tidak menjawab pertanyaannya,"Tuan, kau hendak berbisnis atau tidak?!"

Hans menatap meja kayu panjang di samping puluhan rak tanaman obat, ketika ia berucap demikian terdengar suara orang tua menjawabnya,"oh ho, bocah kau terdengar lebih tua dari kelihatannya!"

"Roni! Bawa jamur-jamur itu kemari!" Suara tua itu terdengar lagi, pemuda itu kemudian membawa jamur itu pada sang pemilik toko. Namun matanya merah dan memandang Hans kesal,"Baik Tuan!"

Hans mengikuti dari belakang dengan kedua tangan pada kantung celananya, seluruh tubuh termasuk kedua tangannya tertutup jubah besar itu.

Catatan Kaki:

[1]Pleurotus Ostreatus, Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah dari kelompok dan termasuk kelas dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang dengan bagian tengah agak cekung. Berdasarkan penelitian Sunan Pongsamart, biochemistry, Faculty of Pharmaceutical Universitas Chulangkorn, jamur tiram mengandung , , , , dan sisanya berupa serat zat besi, , , , dan .