Mata Lanika menghitam, gadis kecil itu tidak menganggap identitasnya sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Namun Hans mengerti betul, konsekuensi dari menjadi seorang ahengkara.
Empat cincin hitam muncul menjepit pilar itu, dan tak lama sebuah awan berwarna hitam menjemput Lanika. Sosok perempuan setengah ular itu menghilang bersama terhentinya penggunaan jiha Lanika. David dan Marc sudah tersadar dan mulai bertanya lagi pada Hans tentang mengapa wajahnya tak asing. Hans melepas nafas kecil, ia memiliki teman-teman yang tidak biasa.
"Bernard, kurasa kau satu-satunya teman normal yang kupunya!" Ujar Hans kecil sambil mengingat hal itu.
Sementara itu
ELIM
"Hachyim!" Suara bersin keras terdengar.
Seorang pemuda tinggi dengan kulit putih dan mata sipit berdiri sambil membawa pedang besar di punggungnya. Ukuran pedangnya mencapai enam hasta atau dua meter lebih. Ia berada di sebuah pintu masuk sebuah gedung besar seperti Colosseum, ribuan orang terlihat mengantre di belakangnya.
"Maafkan aku, hidungku gatal sekali!" Ia membungkuk pada dua orang kesatria tua dengan pakaian perak. Kedua kesatria tua itu hanya mengangguk, Bernard kemudian berjalan ke arah barisan beberapa patung besar. Patung itu tersusun dari ukuran kecil hingga terbesar, berdiri di depan patung dengan tinggi empat dpa atau tujuh sampai delapan meter. Ia kemudian mengangkatnya dengan mudah, wajah para penilainya terkejut, menganga karena tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Patung yang Bernard adalah patung terberat untuk para calon kesatria, bobotnya sekitar empat ribu kati[1] atau tiga ton. Ia kemudian melemparkannya seperti melemparkan botol elastik ke tempat sampah, sedikit tertawa bodoh seperti kebiasaannya.
Keduanya melihat satu sama lain dan berkata di saat yang sama,"KAU DITERIMA!"
Ia kemudian membungkuk,"Terima kasih! Senang bergabung dengan akademi!"
**
Lanika menumpangi awan hitam yang menjemputnya, kemudian David berjalan menggantikannya. Ia kemudian menurunkan dua perisai yang ia bawa di punggungnya serta bundel berisi jamur yang terbuat dari pakaiannya, kedua perisai itu menimbulkan bunyi keras ketika membentur tanah.
Brug!
Peserta lainnya terkejut melihat hal itu, David kemudian menutup matanya dan menarik nafas. Getaran keras terjadi, lemak di tubuhnya saling beradu. Seperti getaran pada air ketika mendidih, sebuah ledakan jiha yang besar terjadi di sekeliling, tubuh David menyerap jiha dari sekitarnya dan membuat cahaya pada pilar menyala dengan begitu terang.
Satu
Dua
Dan tiga cincin cahaya muncul hanya dalam selang waktu beberapa saat, para peserta yang masih tersisa terkesima dengan kejadian itu.
"Ho! Rupanya gendut itu memang sesuatu! Untunglah aku tidak mencari masalah dengannya ketika ia memaksa melihati barisan!" Ujar salah satu peserta yang tempatnya diambil oleh David.
Empat
Lima!
"Luar biasa!! Luar biasa!" keriuhan memadai semakin menjadi - jadi akibat tidak ada yang mengira David memiliki bakat yang luar biasa.
"Satu cincin lagi, satu cincin lagi dan dia akan menyaingi Orion! Genius dari daratan utara!"
"Luar biasa! Siapa si gendut ini! Mengapa kita tidak memiliki informasi tentangnya?!"
"Cepat cari tahu! Kita harus membangun pertemanan dengannya!" Seorang pemuda dengan pakaian berbalut emas berujar kepada peserta lain di sampingnya, ia menepuk-nepuk kipas bambu yang ia bawa ke tangannya yang lain.
"Baik Pangeran!" Ujar peserta yang berdiri di belakangnya.
Cahaya belum lagi padam, mata David kemudian terbuka dan seluruh jiha yang ia kumpulkan terhempas keluar. Sebelumnya ia berhasil menembus batas dan membuat sebuah tetesan jiha lagi karena jamur yang diberikan oleh Hans, sehingga kini jumlah jiha dalam umanya berjumlah tujuh tetes.
"Hiaaat!" Ia berteriak dan sebuah cincin lagi terbentuk.
Enam cincin cahaya melingkari pilar dengan penuh gelora dan cahaya, para peserta bersorak lebih keras kali ini. Hans menyilangkan tangannya,"Pantas saja orang tuanya memasukkan dia ke sekolah para Magi dengan bakat sebesar ini bila hanya menjadi kesatria benar-benar membuang talenta yang di berikan semesta padanya!" Ujar Hans pelan. Keluarga David hampir sama dengan Bernard, orang tua mereka merupakan jenderal perang, namun ayah David lebih di kenal sebagai benteng pertahanan kerajaan Tarsus!
"Eh? Apa kau bilang?!" Marc yang mendengar di sampingnya bertanya, Hans terlalu malas untuk menjelaskan dan memandang David yang kini dipenuhi cahaya. Hans menanti-nanti apakah ada yang akan menjemputnya David seperti kejadian sebelumnya, setelah menunggu beberapa saat hanya awan berwarna emas yang menjemput David naik menembus awan.
Ia terlihat bersusah payah untuk menaiki awan kecil itu, tak lama awan itu menempel ke tanah akibat tubuhnya yang berat. Ia memandang Hans dan memberi ekspresi bertanya 'bagaimana ini' Hans hanya menggeleng sambil tertawa. Tubuh besarnya di tambah perisai dan jamur bawaannya membuat total beratnya di atas kemampuan awan yang hendak mengangkatnya.
"HAHAHAHA!"
"Lihat-lihat! Awan penjemputnya saja kesulitan membawanya naik!" Seketika pemandangan itu menjadi bahan tertawaan seluruh peserta. Wajah David memerah, ia memandang balik peserta yang sebelumnya berusaha memarahinya ketika menyelak barisan, karena ia yang tertawa paling keras.
David menyilangkan jempolnya ke arah lehernya, memberi gestur 'akan kubunuh kau' dengan tatapan tajam dan asap keluar dari hidungnya.
Glup! Peserta itu menelan ludah dengan keras, keringat bercucuran di belakangnya. Ia hendak membungkuk meminta maaf, namun langit terbelah lagi, dua awan putih meluncur turun membantu awan emas sebelumnya untuk naik dan membawa David naik, bocah gendut itu hanya mengangguk kecil ke arah Hans yang di ikuti arah pandang para peserta yang lain.
"Hati-hati bocah berambut pirang gelap itu temannya, jaga bicara kalian kawan-kawan!"
"Bila ia mendengar kita menghina si gendut itu, dan ia melaporkan hal itu padanya, hari-hari kita di akademi akan menjadi amat suram!" Ujar salah seorang peserta yang berada di sebelah peserta yang tertawa paling keras.
"Ayo Marc!" ujar Hans mengajak Marc yang tengah memandang David pergi ke atas awan.
"Eh kau siapa?!" Tanya Marc pada Hans.
Hans menahan emosi dalam jiwanya, dan menjelaskan dengan sabar. Setelah Marc teringat keduanya berjalan bersamaan ke arah pilar, Hans di pilar sebelah kanan dan Marc di sebelah kiri. Marc yang pertama-tama menempelkan tangannya, lucunya ia kali ini tidak lupa dan memusatkan seluruh jiha miliknya.
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Dengan cepat cincin-cincin cahaya bermunculan, dengan sangat cepat dan membuat seluruh peserta menahan nafas. Semua mata tertuju ada pilar tempat Marc berdiri, Marc terus menyerap jiha dari sekeliling dan membuat cahaya yang mengitari pilar dan tubuhnya semakin terang.
"Gila!"
"ini tidak mungkin!"
"Ia menyalakan lima cincin hanya dengan hitungan detik!" Pangeran yang sebelumnya memuji David berdiri dari singgasana tempat ia duduk. Kipas di tangannya terjatuh, pelayannya yang juga peserta ujian memungutnya dan memberikannya pada sang Pangeran.
Enam!
"WHOA!!!" teriakan keras membuat tanah sedikit bergetar. Para peserta seakan sehabis menenggak obat perangsang yang membuat mereka menjadi lepas kendali.
Tubuh Marc bergetar kecil, kemudian melepaskan teriakan panjang. Cahaya seakan meledak ke seluruh bagian membuat sebagian peserta yang berdekatan menutup matanya tanpa sengaja.
Tujuh!
..
..
Suasana menjadi benar-benar hening, sang pangeran yang sebelumnya berdiri kini berlari mendekat ke arah di mana Marc berdiri.
"Tidak mungkin!"
"Tidak mungkin!" Ujar sang Pangeran, para peserta lainnya yang sebelumnya duduk di atas pepohonan, atau pun bersila di atas tanah kini berdiri.
Suara dengungan terdengar dari pilar tempat Marc berada, bersamaan dengan suara dengungan itu langit terbuka. Awan terbelah dan dua orang dengan kumis tebal turun perlahan dari langit, aksara mengitari tubuh keduanya. Dua buah tangga besar seakan terbentuk begitu saja membuat jalan bagi keduanya, di belakang mereka sebuah kerajaan besar terlihat mengintip dari singkapan awan yang terbuka.
"Hohoho!"
"Setelah beberapa ratus tahun akhirnya ada bibit unggul juga!"
"Hei Dyson kali ini biarkan dia menjadi muridku, aku akan memberi mu kolam jiha yang ku temukan? Bagaimana?" Ujar seorang pria tua dengan kumis abu-abu, ia mengenakan kacamata retak.
"Hmmmp! Bakat seperti ini bahkan tak di temui lebih dari lima ratus tahun sejarah akademi kita! Satu kolam jiha saja tidak cukup Gyves!" Jawab pria tua dengan nama Dyson. Rambutnya putihnya panjang lurus hingga kepunggung, dengan kuping panjang seperti elf, tubuhnya lebih tinggi dari Gyves.
"Hah!"
"Kau mau memerasku Dyson?! Satu kolam jiha dan tidak lebih!" Pak tua Gyves terlihat melotot, mendengus kecil dan menyilangkan tangannya.
"Tidak Gyves, aku pun membutuhkan bibit unggul, aku sudah terlalu tua dan membutuhkan penerus!" Jawab Dyson sinis.
"Hmmp!"
"Kalau begitu biar bocah itu yang memilih antara kau dan aku! Dasar licik aku memberikanmu satu kolam jiha dan kau menolak!" Gyves mengeluh kemudian terbang turun perlahan. Cara mereka turun dari langit perlahan meski penuh keajaiban, membuat mereka yang tengah melihatnya tercengang.
"Kolam jiha katamu?! Kau anggap aku ini bodoh?! Kolam jiha itu telah di gunakan berkali-kali dan mungkin hanya cukup satu atau dua kali pakai!!"
"Aku yang sudah mencapai tingkatan ini membutuhkan kolam besar dengan konsentrasi jiha tinggi! Kolam mu itu hanya cukup untuk memelihara ikan!" Ejek Dyson.
Wajah Gyves memerah, namun dia menahan diri. Pria di depannya meski sama-sama komisaris namun memiliki keahlian di bidang berbeda. Api dan cahaya merupakan elemen semesta yang memiliki kekuatan besar, sedang air dan tumbuhan memiliki pertahanan yang tinggi namun dalam hal serangan dan daya rusak lebih kecil.
"Hmmps!" Keduanya sampai di depan Marc, bocah itu kemudian membuka mata dan terkejut mendapatkan dua orang pria tua berdiri di depannya. Karena begitu fokus dengan pilar di depannya ia hingga tidak menyadari keberadaan dua orang itu.
Merasakan tekanan dari aura keduanya, Marc tidak mampu bernafas. Beruntung sensasi itu hanya sesaat, tindakan yang di lakuka keduanya itu bertujuan untuk memberi tahu Marc bahwa mereka memiliki kekuatan besar dan sekaligus menegur ia agar tidak sombong karena bakat miliknya.
"Tuan!" Ia membungkuk bertanda memberi hormat.
Keduanya merasa senang karena Marc tahu sopan santun, keduanya mengangguk.
"Hei nak! Kami berdua adalah komisaris Akademi Exter, kami memiliki wewenang tertinggi di akademi tentu di bawah wewenang Kepala Akademi."
"Kami berdua tidak menemukan kesepakatan tentang siapa yang akan menjadi gurumu!"
"Jadi kau yang harus memilih antara kami berdua!" Dyson berujar sambil menyilangkan tangannya di belakang.
Marc seperti tak mampu berkata-kata, segala sesuatunya terjadi begitu cepat. Ia kebingungan, kemudian memanggil buku ajaib miliknya.
Buku itu muncul di tangannya, membuat kedua orang tua itu bertanya-tanya. Mereka tidak terkejut dengan apa yang terjadi karena banyak toko yang menjual buku dengan peri di dalamnya, atau orang biasa memanggilnya 'peri buku'.
Marc membaca buku di tangannya, ia menutup matanya seakan mengunduh semua informasi yang terkunci di benaknya.
"Komisaris, sebelumnya ada yang harus aku ceritakan!" Marc membungkuk dan berucap, kemudian ia menceritakan tentang kondisinya. Ekspreasi wajahnya kedua komisaris itu berubah-ubah selama penjelasan Marc berlangsung, tak begitu jelas apa yang mereka pikirkan.
"Hmmm.."
"Sepertinya kutukan ini cukup kuat, dan lagi untuk mematahkannya kita perlu memburu naga yang melakukannya." Ujar Gyves setelah melakukan pemeriksaan pada kepala Marc.
"Tuan, setelah mengetahui kondisiku ini apakah kalian masih mau menerima saya?" Marc menjawab dengan sopan.
Matanya melihat ke bawah menunggu jawaban keduanya.
"Bukan Masalah!" Keduanya menjawab dengan bersamaan.
Menyembuhkan kutukan bukanlah hal yang sulit, lebih lagi yang melakukannya hanyalah seekor naga dengan dua tanduk. Meski keduanya berkata ini tidak masalah, namun mereka memiliki cara berbeda untuk menyelesaikannya.
"Jadi siapa yang akan kau pilih?" Tanya Dyson lagi, memandang Gyves yang sepertinya belum menyerah.
Marc mulai berpikir, sambil memandang keduanya.
"Tuan-tuan telah mendengar ceritaku, dan keadaan keluargaku sangat terpuruk. Aku akan memilih siapa pun yang akan membantu keluargaku untuk bertahan. Setidaknya sampai dua puluh tahun!" Marc mengajukan permintaan lain.
"Aku bersedia!" Dyson menjawab dengan cepat, seolah tanpa berpikir. Gyves yang masih menimbang-nimbang terlihat terkejut dan melihat ke arah Dyson.
"Baiklah, guru terimakasih!" Marc berlutut dengan kaki kanan menyentuh tanah, dan kaki kiri terlipat. Ia memberi penghormatan tertinggi seperti yang di lakukan ketika menemui raja.
Gyves merasa kecolongan, ia terlambat. Ia melepas nafas pendek, ia kemudian melihat ke arah Hans. Sosok Hans terlupakan, seluruh peserta dan kedua komisaris berfokus pada talenta yang Marc, dan melupakan bocah yang tengah bermandikan cahaya.
"Hmm.. Tidak berbakat!" Ujar kedua komisi itu yang kemudian terbang kembali ke atas awan dengan aksara mereka.
Hans masih berdiri di depan pilar cahaya, ia hanya bisa menyalakan dua cincin cahaya dari total delapan cincin yang ada.
Para peserta yang lain sibuk membicarakan bakat milik Marc dan melupakan Hans. Tak ada yang menyadari bahwa cincin milik Hans bercahaya lebih terang dari cahaya yang ditunjukkan seluruh peserta sebelumnya, hal ini hanya berarti satu hal jiha milik Hans jauh lebih murni dari peserta yang lain.
Hans menyerap jiha dengan kecepatan yang luar biasa, jauh lebih cepat dari semua peserta yang ada. Tiba-tiba seluruh cahaya bersinar terang, pilar itu seakan bergetar. Jiha yang terhisap melalui tubuh Hans meningkat sungguh cepat, biasanya ia harus menyebarkannya terlebih dahulu ke seluruh tubuh, namun saat ini ia hanya perlu menyerapnya dan mengalirkannya ke dalam pilar yang ia sentuh.
Seperti lubang hitam, pori-pori Hans menyerap dengan kecepatan penuh dan membuat seluruh cahaya cincin menyala, bahkan hingga ke cincin yang kedelapan. Para peserta lain hendak melihat suara yang timbul namun tiba-tiba pilar cahaya itu meledak dan berhenti bercahaya!
"Apa?!"
"Bagaimana mungkin?! Apa yang terjadi!"
Mereka berusaha mencari alasan mengapa hal ini terjadi, namun hanya menemukan Hans telah terlebih dahulu melesat melewati awan.
Hans masih bingung dengan apa yang terjadi, ketika ia tersadar ia mendapati seluruh pilar kehilangan cahayanya.
Apakah aku tidak berbakat? Namun aku memiliki jiha?! Dan lagi awan ini membawaku naik, jadi tidak mungkin aku gagal.
Ia masih dalam lamunannya, namun matanya berkedip berkali-kali. Matanya memandang pemandangan yang tak akan ia lupakan seumur hidupnya, sebuah pulau raksasa melayang tepat di atas kerajaan di puncak gunung. Bagian yang Hans lihat sebelumnya, tempat kedua pilar hanyalah setitik kecil dari kerajaan yang berada di atas gunung.
Namun yang mengejutkan bukan soal besar kerajaan itu, melainkan pulau yang melayang di atasnya, empat kali lebih besar dari kerjaan itu sendiri. Dengan masing-masing pula terpisah dari yang lain, namun terhubung oleh jembatan yang terbuat dari pelangi.
Iamelewati gumpalan awan, di hadapannya ratusan awan lain bepergian ke sanakemari. Ia mendapati sebuah dunia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya,sebuah dunia di atas awan.
Foot Notes:
[1] Kati, satuan hitung berat pada zaman kerajaan masa lalu, satu kati beratnya sama dengan 750gram.