Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 21 - Aksara 15a, Siapa Lanika?

Chapter 21 - Aksara 15a, Siapa Lanika?

Keempatnya berlari dan tak seberapa lama sampai di tujuan mereka, pilar cahaya. Tempat itu di penuhi ratusan peserta lainnya, meski ramai namun jumlah peserta saat ini jauh lebih kecil di banding dengan jumlah peserta di hari pertama. Hanya setengah dari peserta awal yang tersisa hingga saat ini, sulit membayangkan apa yang terjadi pada mereka yang tidak berhasil mencapai tempat ini.

Terdengar kegaduhan di sekitar kedua pilar itu, ratusan orang yang berkeliling itu berdecak kagum dan kadang kala mereka menyoraki sesuatu.

Rasa penasaran Hans tersulut, ia berdesakan memaksa masuk. David dan kedua teman lainnya juga berusaha memaksa menembus benteng kerumunan para peserta, bukan hanya tubuh besar David yang mengganggu, namun ia membawa bungkusan jamur di tangan kanannya.

"Hei jangan dorong-dorong!"

"Hei gendut kau tak tahu diri!" Teriakan mulai terdengar ketika tubuh David seakan pembuka jalan memaksa masuk. Para peserta yang marah mengeluarkan senjata mereka, David mengikuti cara Hans dan memasang wajah sangar. Lanika menunduk karena malu dan wajahnya memerah, sementara Marc justru mengejar Hans yang telah terlebih dahulu menembus kerumunan.

"Hei kau, ehmm, baiklah silahkan lewat. Tidak perlu mendorong hanya ucapkan saja permisi." Ujar salah seorang peserta yang sebelumnya marah dan kemudian menciut mundur.

Mereka berhasil mendapatkan posisi, tepat di hadapan tiang sebelah kiri. Apa yang menyambut mereka adalah sebuah pilar cahaya berbentuk seperti tongkat raksasa, dengan berbagai ukiran berwarna ke-emasan. Ukiran-ukiran itu menyala-nyala ketika para peserta ujian bergantian memegangnya, tinggi kedua pilar kembar itu sekitar lima puluh dpa atau lima belas meter.

Seorang peserta berlari keluar dari kerumunan banyak orang, rambutnya berwarna hijau dengan mata yang menyerupai kucing.

Dia Heri, peserta yang menjebak Hans dan David sehingga keduanya menghadapi Dorebaran.

"Heri!"

"Jangan lari kau!" Sosok bertubuh besar menghempaskan beberapa peserta yang menutupi jalanya, peserta itu tidak lain dan tidak bukan adalah Dorebaran.

Heri tidak memedulikannya dan berlari ke arah salah satu pilar, kemudian menyentuhnya dengan kedua tangannya.

Wizzz

Sebuah suara terdengar, pilar itu kemudian di penuhi cahaya. Terdapat delapan tingkat dari pilar, masing-masing dengan simbol-simbol di tiap tingkatnya. Ketika Heri menyentuhnya cahaya itu menyala hingga tingkat ke empat, di sertai empat cincin cahaya yang muncul di setiap tingkatnya.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara dengungan dari langit. Sebuah awan putih turun dari langit yang terbelah, Heri berlari ke arah awan yang turun kemudian membawanya naik melewati awan.

"Hei tunggu kau bedebah!" Umpatan Dorebaran terdengar lagi, ia kemudian menempelkan pula tangannya pada pilar yang sama.

Tiga cincin cahaya terbentuk, bersamaan dengan itu awan lain datang menjemputnya.

"Whoa! Ia memiliki empat cincin!" Para peserta yang lain berdecak kagum.

Hans yang berdiri paling depan termangu dengan mulut terbuka,"Luar biasa!" Ia begitu takjub dengan apa yang ia lihat. Para peserta lain yang berada di dekatnya melihatnya dengan tatap merendahkan.

Meski begitu seorang pemuda lain di sampingnya melihat kebingungannya, peserta itu memandang wajah Hans sesaat dan kemudian matanya berbinar.

"Hei wajahmu tidak asing?!"

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Ujar peserta itu.

Hans menutup kedua mukanya dengan tangannya, menggeleng—menggeleng karena putus asa dan bukan karena menolak.

"Ini aku Hans, Marc!" Jawab Hans masih membenamkan wajahnya di kedua tangannya.

Melihat respons aneh Hans ia memanggil buku catatan miliknya. Kemudian buku itu memberi tahu segala sesuatunya, Marc kemudian teringat dan meminta maaf, sedang Hans hanya melambaikan tangan, memberi tahu bahwa itu bukanlah masalah. Hans akhirnya mengetahui bahwa Marc memiliki masalah dengan daya ingat, ia bilang dulu ia tidaklah begini namun Marc seperti menahan diri dan menolak menceritakan bagaimana ia bisa menjadi seperti sekarang ini.

"Hans kau tidak tahu kegunaan pilar-pilar itu?" Tanya Marc.

Hans menjawab dengan menggeleng.

"Baiklah, sebentar aku lihat!" Marc kemudian bertanya pada wajah di depan buku.

"Halaman tiga puluh lima!" Buku itu kemudian berceloteh, disambut Marc yang sigap membalikkan halaman demi halaman.

Ia membaca halaman itu sebentar kemudian menutup mata, berdasarkan apa yang Marc katakan, bahwa informasi yang ia baca, dengar, lihat atau pegang tidaklah hilang. Namun tersimpan dan tidak bisa ia keluarkan, seperti halnya memasukan benda ke dalam lemari dan menguncinya, ia membutuhkan kata kunci untuk setiap informasi yang ia tangkap. Oleh sebab itu buku ajaib di tangannya berperan penting baginya, namun di saat yang sama buku itu menjadi kelemahan terbesarnya.

"Baiklah akan ku jelaskan, setidaknya ini adalah informasi umum yang anak-anak bangsawan akan dapatkan. Kedua pilar itu adalah alat untuk menilai bakat seorang Kawya, cara kerjanya cukup mudah kau hanya perlu menempelkan kedua tanganmu dan lakukan penyerapan jiha maka pilar itu akan bekerja dengan sendirinya."

"Bagi mereka yang tidak dapat menyalakan cahaya pada kedua pilar itu akan gagal dalam seleksi dan secara otomatis akan dikirim keluar dari wilayah akademi." Marc menjelaskan sambil membuka buku catatan yang ia punya.

Bersamaan dengan penjelasan Marc, para peserta bergantian menuju pilar dan menempatkan kedua tangan mereka pada kedua pilar itu. Hingga saat ini yang tertinggi yang Hans lihat adalah Heri yang mampu menyalakan hingga empat cincin cahaya, meski bakat yang besar tidak selalu berarti kekuatan yang besar, namun orang-orang dengan bakat akan mampu berjalan lebih jauh di dunia para kawya.

Marc dan Hans masih dalam pembicaraan mereka, namun keduanya terhenti, seorang peserta dengan rambut putih dan bulu mata putih berjalan keluar dari kerumunan. Wajahnya tampan, tubuhnya tinggi tegap. Ia mengenakan Baju lengkap dengan jubah abu-abu dengan simbol siluet beruang berwarna emas di belakangnya. Ia berjalan di sertai aura dingin dan kesombongan, kerumunan itu seketika senyap.

"Whoa! Bukankah dia Orion?!" Salah seorang peserta di dekat Hans berbisik dengan kawan di sebelahnya.

"Apa Orion dari keluarga penguasa daratan utara? Lyward? Bukankah rumor berkata keluarga mereka menutup diri dari dunia luar?" Peserta yang lain menimpali. Ternyata bukan hanya Hans yang mendengar namun juga peserta lain di sekitarnya. Tak lama bisikan menjadi keriuhan dengan sendirinya, pemuda berambut putih, Orion seakan tidak mendengar hal itu. Meski mulutnya bergerak-gerak, peserta lain mungkin tidak mengerti apa yang ia lakukan namun Hans yang merupakan pengamat yang baik menemukan isi gerakan bibirnya.

"Sampah.."

"Berisik.."

Orion memandang sekelilingnya, ia melihat peserta lain tak ubahnya serangga. Ia mendengus dan kemudian menempelkan tangannya ke pilar yang berada dekat dengan Hans. Ia menutup matanya, udara seakan bergetar, pusaran angin seperti timbul mengelilingi tubuhnya. Udara dingin memencar ke seluruh penjuru, rasa dingin yang membuat tulang ngilu, Hans yang merasakannya teringat tempat tinggalnya, kota White Pole.

Sebuah auman keras membangunkan Hans dari lamunannya, matanya kemudian kembali terfokus dan menemukan sebuah bayangan setinggi tiga meter timbul di belakang Orion, sebuah bayangan seperti proyeksi hologram berbentuk beruang besar.

"WHOAA!!" teriakan keras peserta yang lain seakan menyambut teriakan beruang di belakangnya.

"Itu bukankah itu Beruang Putih Utara, makhluk magis terkuat di daratan utara?!"

"Ternyata benar keluarga Lyward memiliki totem beruang putih!" Suara keriuhan makin menjadi-jadi.

"Luar biasa, mereka rela melepaskan totem langka itu pada generasi muda! Pasti bakat Orion luar biasa hingga keluarga Lyward memberikan totem itu padanya!!"

Hans baru pertama kali melihat totem, ia beberapa kali mendengar hal ini dari paman Atkinson, ia menyadari bahwa dunia begitu luas, terdapat banyak cabang dari penggunaan jiha dan bukan hanya Kesatria Atau Kawya. Totem berbeda dengan penunggang makhluk magis, Sarati. Hibiscus dan Praus membuat perjanjian untuk dapat menggunakan kekuatan satu sama lain dan menjadi satu ke satuan.

Sedangkan totem adalah menyegel makhluk magis ke dalam sebuah segel yang kemudian di sematkan di uma milik mereka. Sehingga kekuatan dari sang beruang bisa menjadi milik sang pengguna, dengan begitu aksara dan seluruh kekuatannya dapat digunakan. Perbedaannya adalah, makhluk magis itu mengalami nasib tragis, yaitu kematian.

Cara ini terdengar mudah, namun penuh bahaya dari mulai proses penyegelan dan penyerapannya ke dalam uma semakin kuat sang makhluk magis, resiko tubuh sang pengguna di ambil alih juga semakin besar. Karena biasanya para kawya akan memburu makhluk magis dan membunuhnya secara paksa, hal itu akan membuat jiwa makhluk yang tersegel itu penuh kebencian terhadap manusia.

Hans yang masih mencari-cari informasi dalam kepalanya terdiam, matanya memandang pilar dengan penuh fokus. Cincin pada pilar menyala satu persatu, saat ini telah mencapai empat cincin. Tak lama totem beruang putih di belakang Orion pun meraung keras, Orion pun berteriak mengikuti di susul dengan ledakan jiha dari tubuhnya cincin cahaya kelima dan ke enam menyala.

Seluruh peserta yang sebelumnya saling berbisik terdiam, terperangah.

"WOAH!!!" Setelah keheningan beberapa saat, suara teriakan terdengar hampir di seluruh kerumunan.

"DUAR!" Terdengar suara ledakan di langit, langit di atas mereka seperti tersambar petir dan terbuka. Seorang pemuda berambut cokelat dengan pakaian berwarna perak melompat turun dari angkasa. Entah ia berasal dari mana, namun suara lengkingan elang terdengar.

Sebuah totem elang besar muncul tepat di belakangnya. Elang bertubuh putih dengan garis hitam pada pinggir kedua sayapnya, beberapa saat kemudian bayangan itu menghilang hanya menjadi dua sayap putih di punggungnya.

"Kau pasti Orion bukan?!"

"Aku Otto dari Fakultas Pengembangan Totem dan Sarati datang mewakili Kepala Departemen Penelitian Makhluk Magis untuk menjemputmu!" Pemuda berumur lima belas tahun itu berujar.

"Kau tidak perlu mengikuti tes selanjutnya, baiklah mari kita pergi aku tidak biasa menjadi sumber perhatian!" Otto berujar sambil tertawa kecil melihat kerumunan orang yang masih terkejut.

Orion terlihat tidak terkejut, dan seperti sudah mengetahui hal ini. Ia mengangguk, kemudian berjalan mendekat. Otto kemudian menepuk kedua tangannya terlihat senang, sayap di belakangnya telah lama lenyap di gantikan dengan seekor elang berukuran tujuh meter dengan rentang sayap empat belas meter.

"Naiklah! Totem milikku adalah elang emas dari daratan selatan!" Otto masih tersenyum, namun ketika melihat peserta yang lain senyumnya menghilang dan di ikuti tatapan dingin.

Hans yang melihat hal itu mengerti, ia mengerti arti tatap itu. Tatapan yang biasa ia terima ketika keluarga bangsawan melihat ke arahnya dan anak-anak miskin lainnya.

"Sombong sekali!" Ujar Marc di sebelahnya.

Tak lama terdengar suara keluhan dari barisan belakang, Hans memalingkan wajahnya menemukan David yang berusaha mendekati mereka berdua dengan ekspresi yang aneh, tangan kanannya membawa bundel besar berisi jamur dan dua tameng besar di punggungnya..

"Hei gendut, kenapa dengan wajahmu itu?!" Tanya Hans sambil berusaha menahan tawanya.

"Haha kau tidak takut melihat wajah menyeramkan ini? Bagaimana lumayan sangar kan?" David berujar polos.

"Terserah, terserah!" Hans masih tersenyum kecil. Namun matanya mengintip Lanika yang bersembunyi di belakang tubuh besar David dan dia membalikkan tubuhnya lagi.

Jumlah peserta berkurang hingga setengahnya, waktu terus bergulir. Hans mengamati peserta satu persatu tanpa putus, menghafal jumlah cincin mereka satu persatu. Hingga tiba waktunya mereka berempat berjalan ke arah pilar cahaya.

Yang pertama mencoba adalah Lanika, satu-satunya gadis di kelompok itu berjalan dengan malu-malu. Ia menunduk membuat wajahnya yang tertutup rambut sulit terlihat oleh peserta yang lain, ia kemudian menempelkan kedua tangannya pada pilar cahaya.

Namun kali ini ada yang berbeda ketika ia menempelkan kedua tangannya, seketika simbol-simbol yang di penuhi cahaya menjadi gelap dan digantikan oleh warna hitam yang kontras dengan yang lainnya.

Bersamaan dengan itu ia melenguh kecil, sosok lain memaksa keluar dari tubuhnya. Sosok dengan tubuh setengah wanita dan setengah ular, dengan tubuh tanpa busana dan mendatangkan aura kematian.

Meski begitu mata wanita setengah ular itu memancarkan cahaya yang membuat peserta lainnya terhipnotis.

"Ah!"

"Ah!"

Peserta pria terhipnotis oleh tatapannya, beruntung anak-anak ini masih di bawah usia dewasa dan tidak benar-benar mengerti akan hubungan pria dan wanita, sehingga mereka hanya melamun seperti orang linglung.

David pun terkena serangan yang sama, kini ia tersenyum sendiri sambil menyebut nama Lanika berkali-kali. Sedang Marc mematung beberapa saat, kemudian tersadar karena lupa apa yang terjadi padanya, kemudian melihat sosok besar itu dan terhipnotis lagi, dan kemudian terlupa dan kejadian itu terjadi berulang-ulang.

Namun Hans berbeda, entah mengapa ia tidak terkena hipnotis dari sang wanita ular. Beberapa peserta wanita pun demikian, seperti pesona mata itu tidak berhasil mengenai mereka.

Empat cincin hitam terbentuk di udara, Hans terkejut, namun bukan karena pilar yang menghitam karena kejadian ini sudah terjadi beberapa kali. Hal ini hanya mengindikasikan satu hal,"Lanika seorang ahengkara?"

Keempatnya berlari dan tak seberapa lama sampai di tujuan mereka, pilar cahaya. Tempat itu di penuhi ratusan peserta lainnya, meski ramai namun jumlah peserta saat ini jauh lebih kecil di banding dengan jumlah peserta di hari pertama. Hanya setengah dari peserta awal yang tersisa hingga saat ini, sulit membayangkan apa yang terjadi pada mereka yang tidak berhasil mencapai tempat ini.

Terdengar kegaduhan di sekitar kedua pilar itu, ratusan orang yang berkeliling itu berdecak kagum dan kadang kala mereka menyoraki sesuatu.

Rasa penasaran Hans tersulut, ia berdesakan memaksa masuk. David dan kedua teman lainnya juga berusaha memaksa menembus benteng kerumunan para peserta, bukan hanya tubuh besar David yang mengganggu, namun ia membawa bungkusan jamur di tangan kanannya.

"Hei jangan dorong-dorong!"

"Hei gendut kau tak tahu diri!" Teriakan mulai terdengar ketika tubuh David seakan pembuka jalan memaksa masuk. Para peserta yang marah mengeluarkan senjata mereka, David mengikuti cara Hans dan memasang wajah sangar. Lanika menunduk karena malu dan wajahnya memerah, sementara Marc justru mengejar Hans yang telah terlebih dahulu menembus kerumunan.

"Hei kau, ehmm, baiklah silahkan lewat. Tidak perlu mendorong hanya ucapkan saja permisi." Ujar salah seorang peserta yang sebelumnya marah dan kemudian menciut mundur.

Mereka berhasil mendapatkan posisi, tepat di hadapan tiang sebelah kiri. Apa yang menyambut mereka adalah sebuah pilar cahaya berbentuk seperti tongkat raksasa, dengan berbagai ukiran berwarna ke-emasan. Ukiran-ukiran itu menyala-nyala ketika para peserta ujian bergantian memegangnya, tinggi kedua pilar kembar itu sekitar lima puluh dpa atau lima belas meter.

Seorang peserta berlari keluar dari kerumunan banyak orang, rambutnya berwarna hijau dengan mata yang menyerupai kucing.

Dia Heri, peserta yang menjebak Hans dan David sehingga keduanya menghadapi Dorebaran.

"Heri!"

"Jangan lari kau!" Sosok bertubuh besar menghempaskan beberapa peserta yang menutupi jalanya, peserta itu tidak lain dan tidak bukan adalah Dorebaran.

Heri tidak memedulikannya dan berlari ke arah salah satu pilar, kemudian menyentuhnya dengan kedua tangannya.

Wizzz

Sebuah suara terdengar, pilar itu kemudian di penuhi cahaya. Terdapat delapan tingkat dari pilar, masing-masing dengan simbol-simbol di tiap tingkatnya. Ketika Heri menyentuhnya cahaya itu menyala hingga tingkat ke empat, di sertai empat cincin cahaya yang muncul di setiap tingkatnya.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara dengungan dari langit. Sebuah awan putih turun dari langit yang terbelah, Heri berlari ke arah awan yang turun kemudian membawanya naik melewati awan.

"Hei tunggu kau bedebah!" Umpatan Dorebaran terdengar lagi, ia kemudian menempelkan pula tangannya pada pilar yang sama.

Tiga cincin cahaya terbentuk, bersamaan dengan itu awan lain datang menjemputnya.

"Whoa! Ia memiliki empat cincin!" Para peserta yang lain berdecak kagum.

Hans yang berdiri paling depan termangu dengan mulut terbuka,"Luar biasa!" Ia begitu takjub dengan apa yang ia lihat. Para peserta lain yang berada di dekatnya melihatnya dengan tatap merendahkan.

Meski begitu seorang pemuda lain di sampingnya melihat kebingungannya, peserta itu memandang wajah Hans sesaat dan kemudian matanya berbinar.

"Hei wajahmu tidak asing?!"

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Ujar peserta itu.

Hans menutup kedua mukanya dengan tangannya, menggeleng—menggeleng karena putus asa dan bukan karena menolak.

"Ini aku Hans, Marc!" Jawab Hans masih membenamkan wajahnya di kedua tangannya.

Melihat respons aneh Hans ia memanggil buku catatan miliknya. Kemudian buku itu memberi tahu segala sesuatunya, Marc kemudian teringat dan meminta maaf, sedang Hans hanya melambaikan tangan, memberi tahu bahwa itu bukanlah masalah. Hans akhirnya mengetahui bahwa Marc memiliki masalah dengan daya ingat, ia bilang dulu ia tidaklah begini namun Marc seperti menahan diri dan menolak menceritakan bagaimana ia bisa menjadi seperti sekarang ini.

"Hans kau tidak tahu kegunaan pilar-pilar itu?" Tanya Marc.

Hans menjawab dengan menggeleng.

"Baiklah, sebentar aku lihat!" Marc kemudian bertanya pada wajah di depan buku.

"Halaman tiga puluh lima!" Buku itu kemudian berceloteh, disambut Marc yang sigap membalikkan halaman demi halaman.

Ia membaca halaman itu sebentar kemudian menutup mata, berdasarkan apa yang Marc katakan, bahwa informasi yang ia baca, dengar, lihat atau pegang tidaklah hilang. Namun tersimpan dan tidak bisa ia keluarkan, seperti halnya memasukan benda ke dalam lemari dan menguncinya, ia membutuhkan kata kunci untuk setiap informasi yang ia tangkap. Oleh sebab itu buku ajaib di tangannya berperan penting baginya, namun di saat yang sama buku itu menjadi kelemahan terbesarnya.

"Baiklah akan ku jelaskan, setidaknya ini adalah informasi umum yang anak-anak bangsawan akan dapatkan. Kedua pilar itu adalah alat untuk menilai bakat seorang Kawya, cara kerjanya cukup mudah kau hanya perlu menempelkan kedua tanganmu dan lakukan penyerapan jiha maka pilar itu akan bekerja dengan sendirinya."

"Bagi mereka yang tidak dapat menyalakan cahaya pada kedua pilar itu akan gagal dalam seleksi dan secara otomatis akan dikirim keluar dari wilayah akademi." Marc menjelaskan sambil membuka buku catatan yang ia punya.

Bersamaan dengan penjelasan Marc, para peserta bergantian menuju pilar dan menempatkan kedua tangan mereka pada kedua pilar itu. Hingga saat ini yang tertinggi yang Hans lihat adalah Heri yang mampu menyalakan hingga empat cincin cahaya, meski bakat yang besar tidak selalu berarti kekuatan yang besar, namun orang-orang dengan bakat akan mampu berjalan lebih jauh di dunia para kawya.

Marc dan Hans masih dalam pembicaraan mereka, namun keduanya terhenti, seorang peserta dengan rambut putih dan bulu mata putih berjalan keluar dari kerumunan. Wajahnya tampan, tubuhnya tinggi tegap. Ia mengenakan Baju lengkap dengan jubah abu-abu dengan simbol siluet beruang berwarna emas di belakangnya. Ia berjalan di sertai aura dingin dan kesombongan, kerumunan itu seketika senyap.

"Whoa! Bukankah dia Orion?!" Salah seorang peserta di dekat Hans berbisik dengan kawan di sebelahnya.

"Apa Orion dari keluarga penguasa daratan utara? Lyward? Bukankah rumor berkata keluarga mereka menutup diri dari dunia luar?" Peserta yang lain menimpali. Ternyata bukan hanya Hans yang mendengar namun juga peserta lain di sekitarnya. Tak lama bisikan menjadi keriuhan dengan sendirinya, pemuda berambut putih, Orion seakan tidak mendengar hal itu. Meski mulutnya bergerak-gerak, peserta lain mungkin tidak mengerti apa yang ia lakukan namun Hans yang merupakan pengamat yang baik menemukan isi gerakan bibirnya.

"Sampah.."

"Berisik.."

Orion memandang sekelilingnya, ia melihat peserta lain tak ubahnya serangga. Ia mendengus dan kemudian menempelkan tangannya ke pilar yang berada dekat dengan Hans. Ia menutup matanya, udara seakan bergetar, pusaran angin seperti timbul mengelilingi tubuhnya. Udara dingin memencar ke seluruh penjuru, rasa dingin yang membuat tulang ngilu, Hans yang merasakannya teringat tempat tinggalnya, kota White Pole.

Sebuah auman keras membangunkan Hans dari lamunannya, matanya kemudian kembali terfokus dan menemukan sebuah bayangan setinggi tiga meter timbul di belakang Orion, sebuah bayangan seperti proyeksi hologram berbentuk beruang besar.

"WHOAA!!" teriakan keras peserta yang lain seakan menyambut teriakan beruang di belakangnya.

"Itu bukankah itu Beruang Putih Utara, makhluk magis terkuat di daratan utara?!"

"Ternyata benar keluarga Lyward memiliki totem beruang putih!" Suara keriuhan makin menjadi-jadi.

"Luar biasa, mereka rela melepaskan totem langka itu pada generasi muda! Pasti bakat Orion luar biasa hingga keluarga Lyward memberikan totem itu padanya!!"

Hans baru pertama kali melihat totem, ia beberapa kali mendengar hal ini dari paman Atkinson, ia menyadari bahwa dunia begitu luas, terdapat banyak cabang dari penggunaan jiha dan bukan hanya Kesatria Atau Kawya. Totem berbeda dengan penunggang makhluk magis, Sarati. Hibiscus dan Praus membuat perjanjian untuk dapat menggunakan kekuatan satu sama lain dan menjadi satu ke satuan.

Sedangkan totem adalah menyegel makhluk magis ke dalam sebuah segel yang kemudian di sematkan di uma milik mereka. Sehingga kekuatan dari sang beruang bisa menjadi milik sang pengguna, dengan begitu aksara dan seluruh kekuatannya dapat digunakan. Perbedaannya adalah, makhluk magis itu mengalami nasib tragis, yaitu kematian.

Cara ini terdengar mudah, namun penuh bahaya dari mulai proses penyegelan dan penyerapannya ke dalam uma semakin kuat sang makhluk magis, resiko tubuh sang pengguna di ambil alih juga semakin besar. Karena biasanya para kawya akan memburu makhluk magis dan membunuhnya secara paksa, hal itu akan membuat jiwa makhluk yang tersegel itu penuh kebencian terhadap manusia.

Hans yang masih mencari-cari informasi dalam kepalanya terdiam, matanya memandang pilar dengan penuh fokus. Cincin pada pilar menyala satu persatu, saat ini telah mencapai empat cincin. Tak lama totem beruang putih di belakang Orion pun meraung keras, Orion pun berteriak mengikuti di susul dengan ledakan jiha dari tubuhnya cincin cahaya kelima dan ke enam menyala.

Seluruh peserta yang sebelumnya saling berbisik terdiam, terperangah.

"WOAH!!!" Setelah keheningan beberapa saat, suara teriakan terdengar hampir di seluruh kerumunan.

"DUAR!" Terdengar suara ledakan di langit, langit di atas mereka seperti tersambar petir dan terbuka. Seorang pemuda berambut cokelat dengan pakaian berwarna perak melompat turun dari angkasa. Entah ia berasal dari mana, namun suara lengkingan elang terdengar.

Sebuah totem elang besar muncul tepat di belakangnya. Elang bertubuh putih dengan garis hitam pada pinggir kedua sayapnya, beberapa saat kemudian bayangan itu menghilang hanya menjadi dua sayap putih di punggungnya.

"Kau pasti Orion bukan?!"

"Aku Otto dari Fakultas Pengembangan Totem dan Sarati datang mewakili Kepala Departemen Penelitian Makhluk Magis untuk menjemputmu!" Pemuda berumur lima belas tahun itu berujar.

"Kau tidak perlu mengikuti tes selanjutnya, baiklah mari kita pergi aku tidak biasa menjadi sumber perhatian!" Otto berujar sambil tertawa kecil melihat kerumunan orang yang masih terkejut.

Orion terlihat tidak terkejut, dan seperti sudah mengetahui hal ini. Ia mengangguk, kemudian berjalan mendekat. Otto kemudian menepuk kedua tangannya terlihat senang, sayap di belakangnya telah lama lenyap di gantikan dengan seekor elang berukuran tujuh meter dengan rentang sayap empat belas meter.

"Naiklah! Totem milikku adalah elang emas dari daratan selatan!" Otto masih tersenyum, namun ketika melihat peserta yang lain senyumnya menghilang dan di ikuti tatapan dingin.

Hans yang melihat hal itu mengerti, ia mengerti arti tatap itu. Tatapan yang biasa ia terima ketika keluarga bangsawan melihat ke arahnya dan anak-anak miskin lainnya.

"Sombong sekali!" Ujar Marc di sebelahnya.

Tak lama terdengar suara keluhan dari barisan belakang, Hans memalingkan wajahnya menemukan David yang berusaha mendekati mereka berdua dengan ekspresi yang aneh, tangan kanannya membawa bundel besar berisi jamur dan dua tameng besar di punggungnya..

"Hei gendut, kenapa dengan wajahmu itu?!" Tanya Hans sambil berusaha menahan tawanya.

"Haha kau tidak takut melihat wajah menyeramkan ini? Bagaimana lumayan sangar kan?" David berujar polos.

"Terserah, terserah!" Hans masih tersenyum kecil. Namun matanya mengintip Lanika yang bersembunyi di belakang tubuh besar David dan dia membalikkan tubuhnya lagi.

Jumlah peserta berkurang hingga setengahnya, waktu terus bergulir. Hans mengamati peserta satu persatu tanpa putus, menghafal jumlah cincin mereka satu persatu. Hingga tiba waktunya mereka berempat berjalan ke arah pilar cahaya.

Yang pertama mencoba adalah Lanika, satu-satunya gadis di kelompok itu berjalan dengan malu-malu. Ia menunduk membuat wajahnya yang tertutup rambut sulit terlihat oleh peserta yang lain, ia kemudian menempelkan kedua tangannya pada pilar cahaya.

Namun kali ini ada yang berbeda ketika ia menempelkan kedua tangannya, seketika simbol-simbol yang di penuhi cahaya menjadi gelap dan digantikan oleh warna hitam yang kontras dengan yang lainnya.

Bersamaan dengan itu ia melenguh kecil, sosok lain memaksa keluar dari tubuhnya. Sosok dengan tubuh setengah wanita dan setengah ular, dengan tubuh tanpa busana dan mendatangkan aura kematian.

Meski begitu mata wanita setengah ular itu memancarkan cahaya yang membuat peserta lainnya terhipnotis.

"Ah!"

"Ah!"

Peserta pria terhipnotis oleh tatapannya, beruntung anak-anak ini masih di bawah usia dewasa dan tidak benar-benar mengerti akan hubungan pria dan wanita, sehingga mereka hanya melamun seperti orang linglung.

David pun terkena serangan yang sama, kini ia tersenyum sendiri sambil menyebut nama Lanika berkali-kali. Sedang Marc mematung beberapa saat, kemudian tersadar karena lupa apa yang terjadi padanya, kemudian melihat sosok besar itu dan terhipnotis lagi, dan kemudian terlupa dan kejadian itu terjadi berulang-ulang.

Namun Hans berbeda, entah mengapa ia tidak terkena hipnotis dari sang wanita ular. Beberapa peserta wanita pun demikian, seperti pesona mata itu tidak berhasil mengenai mereka.

Empat cincin hitam terbentuk di udara, Hans terkejut, namun bukan karena pilar yang menghitam karena kejadian ini sudah terjadi beberapa kali. Hal ini hanya mengindikasikan satu hal,"Lanika seorang ahengkara?"