Hans dan David berjalan mengikuti aliran sungai, bocah gendut itu membawa perisai peraknya di tangan kanan dan kirinya. Mereka bukanlah satu-satunya yang berjalan dalam grup, tentu ujian masuk ini penuh bahaya, para peserta yang berasal dari daerah atau kota yang sama biasanya bergabung dalam kelompok-kelompok kecil. Tapi ada pula yang berjalan sendirian, tentu mereka yang percaya diri berjalan sendiri memiliki kekuatan untuk melindungi diri mereka.
"Hah lihat itu, mereka hanya berdua! Sasaran empuk, bagaimana bila kita serang mereka?" Ujar salah satu bocah dari kelompok di belakang Hans dan David.
"Kau mau mati? Lihat kulit yang di pakai bocah gendut itu? Meski ia terlihat seperti gelandangan, kulit yang ia pakai itu kulit anjing hutan! Bahkan darah masih terlihat di beberapa bagian kulitnya, jelas mereka bukan orang sembarangan!" Teman lainnya berceloteh di sampingnya, memukul mulut kawannya dengan punggung tangannya.
"Aduh! Sakit bos!" Bocah itu memegangi bibirnya yang sakit.
Bocah yang sebelumnya memberi ide kini terdiam, Hans menyuruh David menguliti anjing-anjing hutan itu, meski pada akhirnya Hans harus turut serta membantu akibat David belum pernah melakukannya dan muntah-muntah karena jijik melihat darah Hans tetap memaksanya. Hal itu untuk memaksa David menjadi terbiasa akan hal ini, karena dalam ujian ini setiap orang berusaha membunuh satu sama lain.
"Hans! Lihat! Seseorang tenggelam! Gadis perempuan!" Ujar David bersamaan dengan tangannya menunjuk ke aras seorang gadis yang mengapung di atas air.
"Ayo tol-"Belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, ia terdiam, menahan diri akibat mengingat kejadian sebelumnya. Matanya memandang gadis yang terbawa arus deras itu, hanya beberapa saat lagi tubuh itu akan berpapasan dengan mereka.
Di tambah, sosok lain berenang mengikuti gadis itu dari belakang. Kepala makhluk itu setidaknya empat hasta (satu setengah meter) dengan tubuh yang di penuhi tanduk di punggungnya.
David menahan dirinya dan melihat Hans,"Hans kita harus menyelamatkannya." Berujar dalam hatinya memandang Hans yang tengah berhitung dengan jarinya, bukan berhitung dalam arti sesungguhnya melainkan sedang Berpikir.
Tak disangka pula tubuh gadis yang hilang kesadaran itu tersangkut di akar-akar pohon yang keluar hingga menembus permukaan tanah. Sementara itu pula sosok besar itu sudah semakin dekat, hanya beberapa hasta saja jarak mereka.
Hans kemudian berjongkok dan menarik tubuh gadis itu keluar dari air, bersamaan dengan itu mulut yang amat besar terbuka dan berusaha menelan keduanya. Hans berhasil menarik keluar gadis itu dari air, namun, ia tidak sempat untuk melarikan diri. Ia menarik gadis keluar dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang golok gagang panjangnya.
"Ah!" Hans pun ketakutan, bulu kuduknya berdiri. Makhluk itu begitu besar dan dapat menelannya dengan mulutnya! Terlebih seluruh rongga di dalamnya terbentuk dari ribuan atau mungkin puluhan ribu gigi.
Hans kemudian melintangkan golok gagang panjangnya untuk mencegah mulut besar itu tertutup. Keduanya kemudian melompat ke arah pepohonan, tak lama berselang, golok gagang panjang itu membengkok menjadi dua, sementara monster itu berguling-guling di atas tanah.
Bentuknya seperti ikan dengan kepala seperti buaya, tubuhnya di penuhi tanduk dan ukuran panjangnya hampir sepuluh hasta atau kurang lebih enam meter.
Makhluk itu berguling-guling berusaha masuk ke dalam air, ia memuntahkah golok milik Hans yang kini terlipat menjadi dua dan kembali ke air.
Hans kemudian berjongkok dan mengambil 'senjata' yang ia miliki kemudian membuang nafas. Terlihat ia sedikit sedih, karena itu adalah pemberian tuan Atkinson.
Namun kemudian ia berjalan ke arah gadis berambut hitam yang kini di lindungi oleh David,"Baiklah ayo kita pergi! Dan bangunkan dia, tak mungkin kita menggendongnya hingga ke puncak bukan?"
"Baiklah, Hans coba kau periksa dia. Bukankah kau membawa ramuan seperti yang kau berikan padaku kemarin?" Jawab David.
Hans melemparkan tatapan pada David,"Aku sudah mengorbankan senjataku, aku harus juga memberikan dia obat-obatan yang aku punya?"
Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, suara David terdengar lagi,"Bila kita ingin menolong orang, kita harus membantunya hingga tuntas bukan?"
"Hah! Bukankah yang ingin membantunya itu kau gendut?" Setelah menghabiskan waktunya beberapa bulan dengan Canabis, beberapa sifat Canabis tanpa Hans sadari mulai mempengaruhi gayanya berbicara.
Meskipun ia berbicara seperti itu, namun ia tetap mengeluarkan obat dari ranselnya. Ia mengambil serbuk berwarna kecokelatan kemudian memasukannya ke dalam mulut gadis itu. Kemudian memberikan sedikit air, wajah Hans tidak lagi kesal namun penuh perhatian. David tersenyum ketika melihat hal itu, karena ia mengetahui bahwa Hans adalah anak yang baik.
Bila bukan, mana mungkin Hans menolong dirinya, yang tentu tidak memiliki sesuatu yang menguntungkan untuk Hans. Hanya karena Hans memiliki hati yang tulus dan lembut, meski ia tutupi dengan cara berbicara yang ketus dan ekspresi dingin, namun Hans pada dasarnya adalah orang yang baik.
Hans melihat wajah gadis itu, ia teringat adik-adiknya di panti dan mulai terbawa memori. Kemudian ia menggeleng, dan mengambil serpihan jamur tiram dari ranselnya, kemudian memasukannya ke mulut sang gadis berambut hitam. Tidak banyak, hanya sebesar ibu jari, gadis yang masih kehilangan kesadaran itu kemudian mengunyah jamur dan ramuan yang Hans masukan, masih dalam keadaan tertidur.
"Ibu.." Ucap gadis kecil itu lirih. Tak berselang berapa lama ia membuka matanya secara tiba-tiba, mengagetkan David yang tengah meneliti wajah gadis berambut hitam itu.
"Ah!" David terjatuh ke belakang, mendarat dengan bokongnya terlebih dahulu dari posisinya yang sedang berlutut. Para peserta yang lain mengamati ketiganya, hanya menatap dengan tatapan dingin ke arah peserta lain.
"Siapa kalian?!" Tanya gadis itu sambil mengeluarkan pisau dari tas kecilnya.
"Nona! Kami baru saja menyelamatkanmu! Kau tadi hampir tenggelam!" Ujar David menerangkan, sedang Hans hanya diam dan berjalan pergi.
Gadis itu kemudian melihat pakaiannya yang basah kuyup, kemudian hendak berterima kasih namun Hans telah berjalan jauh terlebih dahulu. Hanya David yang masih menunggunya,"Mau bergabung dengan kelompok kami?" Tanya David.
Hans tak mengerti, namun ada perasaan aneh dalam dirinya. Seakan jiha memperingatkan dia sesuatu tentang gadis itu, sehingga dia tak terlalu nyaman berada di dekatnya.
Gadis itu terdiam sesaat, kemudian melihat peserta lain di depan dan belakang mereka, kebanyakan berjalan dalam kelompok. Belum lagi beberapa dari mereka mungkin akan menyerangnya, ia mengangguk.
David tertawa dan tersenyum dengan gembira, sepertinya ia menyukai gadis itu.
"Kau bisa berjalan sendiri?" Tanya David.
"Tentu saja! Terima kasih untuk obat yang kalian berikan!" Gadis itu pun menyadari apa yang sebelumnya ia makan adalah obat berharga,
David kemudian bergegas menyusul Hans, gadis itu kemudian mengikuti. Sambil melihat ke belakang, ke arah kelompok lain yang tengah berbisik sambil melihat ke arahnya.
**
Ketiganya berjalan menyusuri sungai, dari pembicaraan antara David dan gadis itu ia mengetahui bahwa ia bernama Lanika. Rambut hitamnya hingga ke punggung, tingginya hanya sebahu David sekitar tiga hasta atau seratus dua puluh sentimeter. Sementara Hans dan David memiliki tinggi tiga setengah hasta atau seratus empat puluh sentimeter.
**
Kabut kembali datang ketika matahari berada tepat di atas kepala mereka, seketika itu juga suhu menurun. Keadaan menjadi lebih gelap karena kabut sepertinya semakin tebal ketika semakin dekat dengan puncak.
Di kaki gunung mereka melihat seorang bocah dengan rambut belah tengah berdiri di ujung sungai. Ketiganya terdiam, bukan karena melihat bocah itu. Melainkan kabut terbuka menyingkap bayangan tangga dengan anak tangga yang tak terlihat ujungnya.
Hans dapat membayangkan setidaknya tangga itu memiliki seribu anak tangga atau mungkin lebih, tak lama ia mendengar puluhan orang berlari di belakangnya. Orang-orang itu adalah peserta ujian yang sebelumnya berencana menyerang Hans dan David.
Mereka sepertinya mengejar bocah yang berdiri di kaki gunung itu, bocah yang masih sendiri itu tengah melihat buku di tangannya, buku lusuh yang cukup tebal. Yang ajaib adalah ketika ia berbisik ke arah sang buku, buku itu kemudian menghilang dan ia berjalan naik ke atas tangga.
**
Semua peserta bergegas naik ke atas gunung, melalui tangga yang bahkan mereka sendiri tak mampu melihat ujungnya.
Hans, David dan Lanika pun tidak mau ketinggalan mereka bergegas dengan berlari menaiki ribuan anak tangga. Setelah berbincang beberapa saat, David mengetahui gadis yang mereka selamatkan bernama Lanika, meski ia tidak menyebutkan nama lengkapnya namun David sudah merasa senang. Sementara Hans berjalan di depan, tidak menghiraukan keduanya.
Pada Awalnya mereka pun berlari dengan cepat seperti para peserta lainnya, namun setelah hampir setengah jam berlari mereka menyadari anak tangga yang mereka daki jauh lebih banyak dari yang mereka kira. Ketiganya memutuskan untuk berjalan santai untuk menghemat tenaga, lagi pula tidak di sebutkan terdapat batas waktu dari ujian ini.
Perjalanan ke puncak memakan waktu hingga setengah hari, David beberapa kali berhenti dan beristirahat. Hans hanya menggeleng, ketiganya memakan jamur tiram yang Hans bawa. Tubuh Hans terus merasa mengalami peningkatan kekuatan, meski efeknya mulai berkurang dan tidak seperti ketika pertama kali memakannya.
Ketika ketiganya tengah berjalan cukup lama, hampir setengah hari lamanya sepasang pilar raksasa terlihat di kejauhan. Kedua pilar itu di penuhi cahaya berwarna putih terang, matahari berada di atas kepala mereka. Siang itu matahari bersinar terang, dan cuaca tanpa kabut, meski begitu mereka tetap bisa melihat dengan jelas cahaya terang kadang memancar dari kedua pilar besar itu. Ketiganya kemudian bergegas dengan berlari, mengetahui tujuan mereka kini terlihat.
Karena sebelumnya mereka mendaki dengan santai dan perlahan, mereka sepertinya merupakan peserta yang berada di bagian paling belakang. Namun belum sempat mereka sampai, suara pertarungan terdengar dari anak tangga di atas mereka.
Pemuda yang mereka temui sebelumnya di kaki gunung kini berada dalam kepungan lebih dari tujuh orang peserta lain. Salah satu peserta terlihat kehilangan kesadaran dan tergeletak di atas beberapa anak tangga.
"Woi! Serahkan kalung kayu dan semua benda berharga milikmu! Atau kami akan mengambilnya secara paksa!" Ujar salah satu orang dari antara ketujuh peserta itu.
"Tunggu dulu, sepertinya aku tidak punya dendam dan masalah dengan kalian?" Ia memegang dagunya.
"Buku!" Ujarnya singkat, tak lama sebuah buku dengan sampul memiliki mata dan mulut muncul di tangannya.
"Hei apakah aku memiliki permasalahan dengan orang-orang ini? Apakah aku mencatatnya?" Tanya pada sang buku yang kini membuka kedua matanya, kedua mata itu kemudian memandang gerombolan yang mengelilinginya.
"Tidak Marc, kau ini bagaimana? Mereka ini datang untuk merampokmu!" Buku itu kemudian mengomel dengan mata melotot pada pemuda berkaca mata itu.
"Oh! Aduh aku malas sekali membuang energiku!" Ia menggeleng malas, kemudian buku di tangannya terbuka pada halaman pertama.
Sebuah aksara tunggal tertulis di sana, kemudian ia mengangkat tangan kanannya sementara tangan kirinya masih memegang buku itu.
"Menyebalkan!"
"Bangkit!" Ujarnya, kemudian jiha mulai bersinar dari tubuhnya. Rambut biru miliknya terangkat dan menari-nari terbawa getar jiha yang memancar keluar. Berbeda dengan Hans, ia menggunakan jiha miliknya kemudian membentuk sebuah busur yang terbentuk dari energi sepenuhnya.
Seketika itu juga serpihan bebatuan dan debu terangkat, sebuah aksara tunggal terbentuk. Hans dan David serta Lanika tercengang. Sebuah aksara berbentuk busur dan anak panah terbentuk, karakter aksara berbentuk menyerupai busur bergabung dengan jiha busur miliknya dan ia kemudian meraih aksara berbentuk anak panah itu dan menempatkannya pada busur energi miliknya.
Ge [1]
[1] sebuah aksara jawa (hanacaraka) dari penggalan kata sansekerta Gendhewa yang berarti busur panah.
"Baiklah! Aku berikan kalian waktu lima detik untuk menyingkir! Aku sedang malas bermain-main!" Sambil ia berucap, ia menarik anak panahnya menjauh dari busurnya.
"Rangkuti, lebih baik kita pergi!" Ujar salah satu anggota kelompok yang mengerumuninya.
"Tch! Ayo kita pergi!" Ujar peserta ujian berambut merah, ia kemudian berjalan pergi. Marc kemudian menghela nafas, menutup kedua matanya menghentikan aliran jiha miliknya. Buku miliknya pun menghilang, namun, ketika ia melakukan hal itu, Rangkuti yang sebelumnya beranjak pergi kini berbalik dan mengayunkan pedang yang ia sedari tadi pegang di tangannya.
Marc tidak memiliki waktu untuk mengelak, wajahnya pucat karena takut.
"Sial!" Ujar Marc dalam hatinya, ia menutup matanya.
Pedang itu tepat di arahkan ke arah bahu kirinya, tentu ia akan cidera parah bila menerima serangan itu.
Bila aku selamat dari hal ini, aku tidak akan lagi membiarkan diriku lengah dan semoga aku tidak lupa akan hal ini!
Marc berujar dalam kepalanya, menunggu rasa sakit yang ia takuti datang.
Clang!
Suara logam beradu terdengar, ia terlihat meringis. Namun kemudian terkejut dan membuka mata, karena meski bunyi pedang beradu terdengar namun ia tidak merasakan sakit. Seorang peserta ujian lain berdiri di depannya. Peserta berambut pirang kehitaman, tubuhnya kurang lebih sama dengan dirinya, memegang perisai dan membelakanginya.
"Oi, Oi!"
"Kau berhutang nyawa padaku!" Ujar peserta berambut pirang itu, ia menangkis serangan pedang dengan perisai di tangan kirinya. Sementara tubuh bagian kirinya sedikit menunduk ketika menerima serangan, tangan kanannya terkepal dan meninju kening Rangkuti yang terperanjat melihat hal yang terjadi di depannya.
Ia terpental hingga empat meter akibat pukulan Hans, dan seketika kehilangan kesadaran. Gerombolan yang lain terkejut melihat Hans. Mereka sedari awal terlihat takut pada Hans dan menghindari kelompok kecil mereka. Namun mereka tidak pernah benar-benar mengira bocah yang umurnya tidak jauh berbeda dengan mereka ini ternyata begitu kuat, terutama tubuhnya!
"Ayo cepat pergi!" Ujar salah satu dari gerombolan itu.
"Bagaimana dengan Rangkuti?!" Anggota yang lain bertanya.
"Tinggalkan saja dia! Dia membuat kita terjebak dalam masalah! Ayo cepat pergi!" Gerombolan itu kemudian berlari ke atas, ke arah dua pilar cahaya yang terlihat berkerlip-kerlip.
"Hah, tidak sebanding dengan serigala besar sebelumnya." Ujar Hans singkat, kemudian berjalan ke arah Rangkuti, dengan cepat merampas tas dan barang-barang milik Rangkuti. Matanya kemudian berbinar melihat pedang milik bocah yang kini tak sadarkan diri itu.
"Pedang yang bagus, haha, lumayan!" Ujarnya, matanya berbinar. Pedang milik Rangkuti jelas merupakan pedang mahal dan bukan senjata murahan. Karena di gagang pedangnya terdapat kristal biru, membentuk salib dengan gagang warna perak dengan dua sisi tajam.
Ia juga mengambil kantung-kantung kulit yang terikat di pinggang Rangkuti, suara koin terdengar dari dalamnya. Hans tersenyum lebih lebar lagi,"Merampok sepertinya memang cara mudah mendapatkan uang, tapi ini tidak benar."
Maafkan aku ya, ini hanya kompensasi karena kau mau merampok orang lain, ku harap kau berbalik ke jalan yang benar.
Ujar Hans sambil tersenyum puas.
Kemudian pergi dan berjalan menaiki tangga, meninggalkan Marc yang masih tercengang.
"Eh! Tunggu!" Ujar Marc yang kebingungan.
Belum sempat ia mengejar Hans, tangan besar David merangkulnya dari belakang.
"Tenang, kau bisa bergabung dengan kelompok kami! Aku tahu kau kuat, kau luar biasa! Umur kita tidak jauh tapi kau sudah memiliki satu aksara! Kau pasti berasal dari keluarga Magi!"
"Aku David, dan nona cantik ini bernama Lanika!"
"Dan dia yang menyelamatkanmu itu bernama Hans, Hehe, kita memiliki kesamaan yaitu sama-sama di selamatkan olehnya!" Ujar David sambil mengangkat dagunya menunjuk ke arah Hans.
"Tapi.." Marc hendak menjawab balik.
"Tenang saja, aku tahu kau kuat, namun berada dalam kelompok bukankah lebih aman. Ngomong-ngomong, siapa namamu?" Tanya David yang berbicara tanpa kenal henti, Lanika kini tahu mengapa Hans berjalan sendirian. Gadis itu kemudian menggeleng sambil melepas nafas panjang.
Catatan Kaki:
[1] Aksara jawa Hancaraka 'Ge' sebuah aksara yang belum lengkap. Bentuknya seperti anak panah dan busur. Ge berasal dari penggalan kata Gendhewa atau busur panah.