Hans dan David—bocah gendut yang ia temui sebelumnya— berjalan bersamaan menyusuri hutan dingin berkabut yang memberikan hawa tidak menyenangkan, bahkan membuat bulu kuduk merinding.
"Hans!"
"Hans!"
"Pelan-pelan.."
"Aku kehabisan nafas! Huuah!" David bercucuran keringat berjalan mengejar Hans, mukanya masih pucat pasi.
"Cepatlah, kita harus mencari sungai secepatnya!" Ujar Hans sambil berbalik sedikit dan meneriaki David, keduanya menjadi akrab tanpa membutuhkan waktu yang lama. Karena terlepas tubuh gendut besarnya, David memiliki hati yang tulus dan murni.
Dia berkata jujur
Hans mengamati raut wajah, bahkan hingga ke detail pipi dan kening David. Bocah gendut itu terlalu polos dan jujur, ia mengatakan sesuai apa yang ada dalam hatinya. Untuk sebuah pertemanan hal itu adalah hal yang baik, namun Hans tahu bahwa dalam bertahan hidup, hal ini yang akan justru membunuhnya.
"Hans! Orang yang bisa menyembunyikan apa yang dia pikirkan dan rasakan akan dapat memimpin jalannya permainan!" Ucapan paman Wiggins terngiang di kepala kecilnya.
"David cepatlah! Kita harus menemukan sungai terlebih dahulu baru kita bisa beristirahat!" Hans kemudian berjalan lagi dan di ikuti David yang mempercepat langkah kakinya. Kedua tangannya tentu masih membawa perisai perak besar yang cukup berat.
"Temukan aliran ke atas awan"
"Ini pasti berbicara tentang sungai bukan?" Hans bertanya-tanya dalam hatinya, sambil terus berjalan. Ujian berlangsung semalaman, keduanya menghindari beberapa makhluk jahat yang terlihat bermunculan dan memilih untuk tidak melawan mereka. Namun terdapat beberapa saat keduanya terpaksa memaksa tubuh mereka untuk melawan satu atau dua mayat dan roh jahat yang mencoba menghentikan mereka.
Lebih dari setengah malam berlalu, Hans dan David beristirahat di samping aliran sungai besar. Sungai yang amat besar yang mungkin dapat di lewati satu kapal berukuran lebar dua puluh dpa[1] atau tiga puluh dua meter.
"David! Berhenti!" Ujar Hans berbisik sambil memegang pundak besar David.
Mendengar Hans berucap sambil berbisik, David tersentak dan membalas dengan berbisik pula,"Ada apa Hans?"
"Kita beristirahat di bawah relung pohon besar itu, sekaligus bersembunyi. Ini adalah sumber air, pastinya bukan hanya peserta yang berkeliaran di tempat ini!"
"Mahluk-mahluk buas dan makhluk magis juga akan berkumpul di tempat di mana air ada!"
"Cepat kita harus mengisi jiha kita terlebih dahulu, aku khawatir akan ada pertandingan besar di sini!" Hans menarik tangan David sambil mengendap, bocah gendut itu benar-benar tidak memiliki pengetahuan tentang bertahan hidup, bila ia terang-terangan menunjukkan diri di tengah daerah terbuka tidak heran bila seorang akan menjebaknya.
"Berapa angka yang kau punya di kalung kayu milikmu Hans?" Tanya David penasaran, keduanya memasuki relung-relung akar di bawah pohon beringin besar yang cukup memuat mereka berdua. Tempat mereka bersembunyi juga mengarah ke arah sungai sehingga mereka bisa mengamati sungai dengan mudah.
Kabut membuat hutan menjadi gelap, sehingga pergerakkan mereka pun tidak diketahui para peserta lain. Meski David berbadan gemuk dan besar, tapi tentu masih dalam ukuran anak berumur sembilan tahun.
"Hmm angka yang benda ini tunjukkan sementara ini 63, entah tapi apa maksudnya!" Hans menjawab bingung, meski ia tidak dapat membaca huruf, namun entah mengapa bila urusan angka dan nilai uang ia dapat menguasainya dengan normal tanpa ada masalah sama sekali.
"APA?!! Pftt" David nyaris berteriak, beruntung Hans terlebih dahulu menutup mulut David. David meronta karena dekapan Hans pada mulutnya terlalu keras hingga ia sulit bernafas. Tangan besarnya menepuk punggung Hans, barulah kemudian melepaskannya.
Setelah ia tenang kemudian ia bertanya dengan nada berbisik,"Bagaimana bisa?!" Suara keduanya tersamarkan oleh aliran sungai yang deras.
"Aku membunuh salah satu roh jahat, dan ia sungguh kuat aku mendapat 40 angka begitu saja setelah mengalahkannya!"
"Ia sungguh kuat, aku nyaris mati!" Ujar Hans kemudian ia mengambil kuda-kuda dan mulai menyerap jiha sambil menutup matanya.
"Eh? Hans menyerap jiha dengan mengambil posisi kuda-kuda dia ini kesatria? Tapi bukankah akademi ini untuk Magi?" David bingung, namun tidak bertanya karena takut mengganggu Hans yang tengah bermeditasi.
**
Ujian terus berjalan, meski sebagian peserta ujian memilih beristirahat dan mengisi jiha mereka namun terdapat satu peserta yang berjuang melawan laparnya.
"gluk.. gluk.." Perut David berbunyi.
Mendengarnya Hans membuka matanya, ia terhenti dari meditasinya kemudian menggeleng. Matahari beberapa waktu lagi akan terbit, ia sendiri pun belum makan apapun. Meski sekarang jihanya telah penuh setelah tiga jam bermeditasi, tiga tetes jiha dalam umanya kembali penuh. Bahkan ia sedikit terkejut ukuran ketiganya menjadi lebih besar ditambah sebuah butir kecil lain mulai tumbuh.
Hmm bermeditasi di tempat ini memang membuat peningkatan jiha menjadi lebih cepat!
"David! Kau tunggu di sini aku akan mencari makanan! Jangan ke mana-mana dan jangan buat suara!"
"Amati sekitar dan ingat semua informasi oke? Kita berbagi tugas! Setuju?" Ujar Hans sambil memandang David yang juga baru mengakhiri meditasinya, namun bocah gendut itu melakukannya dengan posisi bersila.
"Baiklah! Kau hati-hati!" David mengangguk sambil memegangi perutnya yang lapar.
Hans kemudian melihat ke kanan dan ke kiri, juga menggunakan telinganya untuk mendengar apakah ada tanda-tanda seseorang mengamatinya. Setelah memastikan tidak ada yang melihatnya ia keluar, langit masih gelap dan kabut tebal menyelimuti seluruh hutan, dalam keadaan ini akan lebih sulit untuk melihatnya bergerak di antara pepohonan dan akar pohon.
**
Hans berjalan di tengah kabut, berjalan di waktu antara malam dan pagi. Pepohonan di kanan kirinya merupakan pohon-pohon kayu dan bukan pohon yang menghasilkan buah sehingga ia harus pergi semakin jauh dari sungai.
Ia berjalan semakin dalam ke tengah hutan, pepohonan mulai semakin rapat dan sulur-sulur tanaman menjalar mulai bermunculan. Batang-batang pohon di penuhi lumut yang menunjukkan daerah ini merupakan daerah dengan konsentrasi kabut tertinggi. Hans terhenti, di hadapannya sebuah pohon yang menyerupai gedung pencakar langit membuatnya terperangah. Ia bahkan tidak bisa melihat ujungnya akibat kabut yang menutupinya, di tengah-tengahnya terdapat lubang besar seperti gua yang amat dalam di ikuti beberapa lubang lainnya.
Hans berjalan perlahan memasuki gua paling besar, kabut yang begitu tebal menambah sulit baginya untuk mengetahui kondisi di dalam gua. Ia kemudian mundur, ragu. Hans menyelisik daerah sekitarnya, mencari ranting atau batu. Ia menemukan batu berukuran kepalan tangan, kemudian melemparkannya ke dalam gua berkabut itu.
"Plak! Plak!"
Batu yang ia lemparkan itu membuat suara pantulan yang bergema, ia kemudian bersembunyi. Hans mengerti bahwa tempat itu mungkin saja sarang bagi hewan buas, atau bahkan roh jahat yang mungkin bisa membunuhnya. Setelah beberapa saat menunggu dan tidak ada respons, Hans bergegas masuk sambil memegangi tepian gua.
Gua itu cukup, jarak dari mulut gua sampai ke percabangan pertama mencapai lima dpa atau sepuluh meter. Hans sangat berhati-hati, karena jarak pandang yang terbatas di tambah lagi bentuk lorong yang menurun dengan lantai tanah yang lembab.
Hans memilih cabang sebelah kanan, semakin ia berjalan masuk bau khas tercium dari arah dalam. Sepertinya bau kotoran hewan, Hans menutupi hidungnya dan terus berjalan, sesekali menepuk bulu-bulu hewan yang menempel di sepatu dan betisnya.
"Sial, bau sekali!" Hans tidak tahan berlama-lama. Tempat itu sepertinya tempat tinggal hewan buas, di tambah lagi sepertinya jumlah mereka banyak. Hans mendapat firasat buruk dalam hatinya, karena ruangan bawah tanah itu memiliki luas dua belas dpa atau sekitar dua puluh empat meter persegi. Ukuran sebesar itu dapat mengakomodasi lebih dari satu kawanan kecil serigala!
Hans keluar dengan tergesa-gesa, mengetahui tempat itu adalah sarang kawanan hewan buas. Ia kembali ke percabangan pertama dan hendak keluar, namun bau lain seakan memanggilnya dari cabang gua lain, ia terhenti. Kemudian berjalan ke arah cabang itu untuk melihat bau apa yang hinggap di indera penciumannya itu.
Hans menyodorkan kepalanya, melihat ke dalam dan ia terkesima.
Puluhan jamur berwarna putih dengan serbuk keemasan yang menyebar di udara sekeliling mereka memenuhi cabang gua itu. Jamur-jamur itu mengelilingi sebuah mata air kecil yang keluar dari bongkahan batu bersinar. Ukuran mereka bervariasi dari seperempat hasta atau sepuluh sentimeter hingga setengah hasta atau dua puluh sentimeter. Berwarna putih, berbentuk seperti payung yang saling bertumpuk-tumpuk, rentangan tiap tudung yang menyerupai payung itu bervariasi dengan rata-rata diameter satu hasta.
"Aromanya membuatku semakin lapar!"
"Pleurotus Ostreatus![1]"
"Hahaha gendut! Kita makan enak kali ini!" Hans tertawa sambil memikirkan ekspresi David yang tengah berliur melihat jamur yang nikmat di sajikan bersama rebusan daging ini.
"Salah satu tanaman langka dalam buku tanaman magis seri pertama!" Ujar Hans sambil bergegas maju sambil membawa goloknya, kali ini ia tidak menyambungkan sambungan gagang panjangnya sehingga terlihat seperti golok pada umumnya.
"Jamur Tiram!" Ia berbisik sambil mengali pangkal jamur tiram untuk memanen mereka, Hans tidak membiarkan kesempatan ini sia-sia. Ia bergerak dengan cepat, mengambil sepuluh tangkai jamur meski masih menyisakan dua puluh hingga tiga puluh batang lagi. Ia sebenarnya enggan menyisakan bahkan satu batang pun, tapi ia tidak memiliki waktu. Ia kemudian berlari sekuat tenaga keluar dari dalam gua itu. Tasnya tak lagi muat untuk kesepuluh jamur itu, dan tiap batangnya memancarkan bau yang harum. Ia begitu Tergesa-gesa hingga tergelincir dan hampir jatuh, beruntung ia bersandar pada sisi gua dan tidak terpelanting, namun tetap baju yang ia pakai, sobek akibat tersangkut di bagian gua yang tajam.
Baju itu tertinggal menggantung di tepi gua, tubuh kecil Hans keluar dari tempat itu, Hans kembali ke tempat persembunyiannya. Kain yang tersangkut itu bergerak-gerak karena tertiup angin dari arah pintu gua, kemudian terjatuh dan masuk ke bagian terdalam dari gua.
Tak lama terdengar suara hentakan dari kejauhan, puluhan anjing liar berlari dengan membawa tubuh-tubuh manusia—tubuh anak-anak.
Gerombolan itu membawa setidaknya empat jasad ke dalam liang mereka, namun ketika sang pejantan alfa masuk ke dalam ia melolong kuat! Anjing hutan berukuran enam hasta atau dua setengah meter itu melolong dari dalam cabang gua tempat Hans mengambil jamur tiram sebelumnya. Kemudian di ikuti lolongan para anjing liar yang lain, ia kemudian mengendus-endus dengan hidungnya, yang kemudian membawanya ke serpihan kain kecil di percabangan gua.
[Catatan Kaki]
[1]Pleurotus Ostreatus, Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah dari kelompok dan termasuk kelas dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang dengan bagian tengah agak cekung.