"Bak udara yang selalu ada, kita terbiasa.
Kehadirannya menemani kita, tanpa-nya menghela hidup amat menyiksa
Mereka ada, menemani, ketika susah dan senang
Senyum dan tawa yang mengembang kelak menjadi ingatan abadi yang waktu pun tak mungkin mencurinya.
Maaf bila hingga hari ini pun, hanya kata yang tersisa
Bila boleh rindu ini disampaikan semesta,
Mungkin nanti di kerajaan langit kita berjumpa,
kawan lama yang sudah terlebih dahulu duduk di pangkuannya.
Dari Sahabat yang dulu sering meminjam punggungmu untuk bersandar.
Aksara ini di dedikasikan untuk Alm David Clyde, salah satu teman baik yang telah berpulang terlebih dahulu ke kerajaan di atas awan.
* | | *
Ketika keduanya hanya berjarak dua jengkal dari masing-masing, sekelibat cahaya terbesit,"Sssap!"
Tubuh sang roh jahat yang terbentuk dari energi kematian itu tiba-tiba terbelah dua, menjadi asap, seketika tercerai-berai seperti kabut yang terkena hujan. Mata Hans terbuka, menatap sosok yang perlahan terurai di udara.
"Tida-" Makhluk jahat itu menjerit sebelum akhirnya hilang di udara, bersamaan dengan itu mayat-mayat itu seperti kehilangan komando dan kemudian berjalan tanpa arah dan perlahan-lahan berjatuhan.
"Huah.. Huah.." Hans melepas nafas panjang. Tubuhnya kali ini benar-benar kehabisan tenaga, saat ini Hans baru memiliki dua tetes jiha, dan hanya tinggal tersisa sedikit saja dari tetes terakhir.
"Aku harus beristirahat, dan juga tubuhku sepertinya cidera!" Hans menancapkan golok miliknya. Kemudian tangan kanannya ia gunakan untuk mendorong bahu kirinya, bahunya ia dorong sekuat tenaga untuk mengembalikan sendi yang terdislokasi.
"AH!" Ringisan kecil keluar dari antara giginya yang terkatup ketika menahan rasa sakit, ia kemudian membuka tas ransel miliknya. Ia mengambil ramuan dari dalam tas, ramuan itu tersimpan dalam botol kaca kecil ukuran ibu jari.
Kemudian ia meminumnya,"Enicarea Purea[1], di kombinasikan dengan jahe liar!"
"Beruntung aku membawanya, entah bakteri apa yang terdapat dalam darah para mayat itu!"
"Terlebih akibat tertimpa tubuh mayat-mayat itu aku khawatir terdapat luka dalam!"
"Ini baru awal?! Sial!!" Hans masih berdiri di tempatnya semula, namun ia tersentak karena tiba-tiba kalung di lehernya menjadi panas.
"Apa yang terjadi?!" Ia meraih kalung kayu di lehernya, kemudian melihat gantungan kayu yang terikat di ujungnya.
"Apa?! 55!"
"Satu roh jahat itu menambah angka pada kayu ini hingga 40?!"
"Tapi apa gunanya?!" Hans menggeleng kemudian berjalan menjaduh dari tempat itu, kini ia menjadi lebih berhati-hati.
Ia berjalan sekitar lima menit namun ia bergegas bersembunyi di balik pepohonan, kejadian sebelumnya membuatnya memaksa semua inderanya pada titik maksimal sehingga dapat menangkap perubahan pada sekelilingnya.
Sambil mengintip ia melihat seorang bocah gendut di kerubuti tiga mayat hidup dan satu roh jahat berbentuk makhluk besar berbulu. Mata Hans tertuju pada sosok gendut yang terus bertahan menggunakan dua perisai besar sambil menangis.
"Tolong! Tolong!" Teriak bocah itu, namun sepertinya tidak ada orang lain selain Hans di tempat itu.
Hans terlihat ragu, antara menolong bocah itu atau meninggalkannya. Terlebih karena jiha miliknya hanya tersisa sedikit saja. Untuk menambahnya ia harus bermeditasi beberapa jam.
Hans mengambil posisi kuda-kuda, kemudian memusatkan pikirannya. Sebelum ia membenamkan dirinya pada meditasinya, ia mengintip bocah gendut yang di penuhi air mata pada wajahnya.
"Ia masih bisa bertahan beberapa menit!" Hans membatin kemudian berusaha menyerap jiha dari sekeliling, setidaknya ia berusaha menambahkan energinya meski sedikit.
"Apa?!" Namun kemudian ia terkejut, kabut yang menutupi seluruh hutan seperti terhisap masuk ke tubuhnya begitu saja.
"Luar biasa!" Hans merasa bahwa di tempat ini kecepatan ia menyerap jiha dua kali lebih cepat dari biasanya. Bocah kecil itu tidak menyadari bahwa kabut ini adalah kabut yang spesial, kabut ini juga yang menyebabkan mayat hidup dan roh-roh jahat bisa muncul akibat konsentrasi jiha dan berbagai energi lain di dalamnya.
"Eh! Tapi jiha ini tidak murni, dan seperti membebani tubuhku!" Ujar Hans kemudian membuka matanya, kecepatan menyerap jiha di tempat ini memang lebih cepat, namun jiha di bawah kabut ini tidak murni.
"AH!! Ibu!! Tolong aku!" Bocah gendut itu terus berteriak, tanpa henti.
Hans masih melamun, proses menyerap jiha memakan waktu lima belas menit. Meski hanya sebentar, namun ia berhasil menghimpun setengah tetes jiha. Namun teriakan bocah gendut itu menyadarkannya, ia kemudian memungut golok miliknya dan berlari ke arah bocah gendut yang kini telah terguling di atas tanah hutan yang lembab.
Roh jahat dengan tubuh berbulu itu mendekati sang bocah gendut, kemudian mencekiknya. Ketika bocah gendut itu hampir menutup matanya karena kehabisan energi, Hans bergegas dengan kecepatan penuh. Jarak mereka hanya beberapa puluh meter, Hans berlari semenjak tadi sehingga datang pada waktu yang tepat.
Hans kemudian melakukan gerakan memutar, memegang gagang goloknya di ujung terjauhnya. Kemudian menyapu mayat dan roh jahat itu dengan sisi tajam golok gagang panjangnya dengan gerakan berputar.
"Brak!"
Suara dentuman benda tumpul terdengar ketika golok itu membelah salah satu mayat, tentu karena jiha yang Hans masukan pada golok itu membuat tubuh mayat hidup itu tidak bisa menahan ketajaman dan kekuatan di baliknya. Satu mayat terpotong menjadi dua, sedangkan dua lainnya terpental.
Hans kemudian menggunakan tangan kirinya untuk mendorong roh jahat itu dengan tinjunya. Hans menggunakan gaya bertarung jalanan, meski beberapa Minggu terakhir Canabis mengajarkan beberapa gerakan dasar seperti menusuk, menghujam dan memotong namun gerakkan Hans masih terlalu kaku.
Namun gaya bertarung jalanan milik Hans jauh lebih terlatih, karena ia sering menggunakannya ketika melawan para pembencinya yang selalu mengerjainya.
Sosok hitam itu terpukul mundur, meski tidak mendapat luka yang berarti.
"Sial, tubuhnya terbentuk dari apa?!"
"Ketika memukulnya aku seperti memukul angin! Mungkin bila tanpa jiha seranganku tidak akan mengenainya sama sekali!" Hans mengeluh kecil dalam batinnya, tentu sosok itu ringan karena ia tidak benar-benar memiliki tubuh materiil. Makhluk itu menghilang begitu saja, bulu kuduk Hans berdiri.
"Hei bangun dan bantu aku!" Ujar Hans menendang kecil bahu sang bocah gendut yang sepertinya akan tertidur karena kelelahan.
"Aku tidak bisa, tubuhku lemas!" Ujar bocah gendut itu.
"Kau mau kita berdua mati?!"
"Cepat berdiri!" Ujar Hans kesal. Makhluk hitam itu kemudian mundur menjauh, Hans tidak membiarkan sosok roh jahat itu menjauh. Pertarungan sebelumnya mengajarkan dia pengalaman berharga,'semakin cepat ia membunuh roh jahat itu semakin baik' karena makhluk itu dapat memanggil para mayat hidup dan membuat ia kelelahan.
Dipegangnya golok gagang panjangnya dengan kedua tangannya, makhluk itu berusaha menjauh lebih cepat, namun Hans memperpendek jarak antara kedua kakinya ketika berlari, itu membuat kecepatan larinya meningkat meski memakan energi lebih banyak.
"Kau tidak bisa lari!" Hans menebas putus tangan makhluk itu, kemudian tangan hitam itu menguap di udara. Meski begitu makhluk itu masih bisa melarikan diri, sedang Hans menjadi terhenti akibat serangan yang ia lakukan.
'2'
Poin di kalung kayu milik Hans bertambah dua poin meski hanya memotong tangan roh jahat yang kini telah menghilang ke dalam hutan. Ia masih terdiam di tempatnya berdiri, mengeluh kecil dalam hatinya karena gagal menghabisi makhluk itu.
"Hei tolong aku dong!" Bocah gendut itu berteriak sambil tubuhnya terlempar-lempar oleh serangan kedua mayat yang mengelilinginya. Wajahnya sudah pucat pasi, tubuhnya lemas kehabisan tenaga.
Meski makhluk itu lari, namun ia tidak mati. Sehingga kontrolnya atas dua mayat itu masih ada dan keduanya tidak kehabisan sumber energi mereka.
Hans berlari kecil kemudian menarik bocah gendut itu ke belakangnya, kemudian menebas leher kedua mayat itu. Ia memastikan serangannya cepat sehingga bekas potongan lebih jelas dan tidak membuat darah terciprat.
Bruk!
Bruk!
Dua tubuh tanpa kepala jatuh berserak di atas permukaan hutan yang lembab, Hans menancapkan golok miliknya dan mengatur nafas sambil mengusap keringat di dahinya. Kemudian membuka tas ransel miliknya, ransel kulit itu terbuat dari kulit kucing hutan yang ia tangkap.
Diambilnya botol minuman berukuran lengannya, terbuat dari kayu yang dibentuk untuk menampung air, kemudian membuka tutupnya dan meminumnya untuk menghilangkan haus dan dahaganya.
Glup.. Glup..
Hans sedang asyik meminum air miliknya, bocah gendut itu hanya terdiam dan termangu melihat Hans minum.
Hans yang tengah asyik minum merasa ia sedang di amati dan melihat bocah gendut yang menahan liurnya karena haus.
"Kau mau?" Tanya Hans polos.
"Ehmm.. Tiddaa-" Bocah gendut itu ragu.
"Ya sudah," Hans membuat gestur akan memasukannya ke dalam ransel.
"Eh! Aku mau, aku mau! Tolong berikan padaku!" Ujar bocah gendut itu, setengah memohon sambil menunjukkan ekspresi memelas.
"Ini! Jangan di habiskan!" Ujar Hans, namun sia-sia, karena bocah itu menenggak air bawaannya hingga tetes terakhir. Tetes terakhir yang jatuh di pipi bocah gendut itu pun tak luput dari sapuan lidahnya.
"Ah! Kan ku bilang jangan di habiskan gendut!" Ujar Hans kesal sambil merebut botol itu dari tangannya.
"Maaf! Maaf! Aku kehausan!" Bocah gendut itu memohon maaf sambil tubuhnya masih terduduk di atas tanah.
"Kau baik sekali! Kenalkan namaku David!"
"David Clyde!" Ujar bocah gendut itu tersenyum sambil berdiri dan mengulurkan tangannya.
"Aku Hans! Hans Swarawidya!" Hans menjabat tangannya sambil, kemudian berjalan pergi meninggalkan bocah gendut itu.
"Eh?! Tunggu aku! Tidak bisakah kita beristirahat sebentar?!" David yang kelelahan bersusah payah untuk mengikutinya dari belakang.
"Err.. Kau saja tinggal di sana!"
"Bau darahnya akan memancing makhluk lain selain roh dan mayat hidup, di hutan ini juga ada makhluk liar dan makhluk magis kau lupa?!" Ujar Hans, kemudian keduanya berjalan bersama memasuki hutan. Tanpa mereka sadari keduanya menjadi kawan seperjalanan.
**
Di sudut gelap hutan, tempat terjadinya pertarungan Hans dan roh gadis kecil itu, seorang dengan pakaian serba hitam bersembunyi di balik pohon besar.
"Hmm, tidak buruk!"
"Peserta ujian kali ini sungguh tidak buruk!" Puji sosok hitam itu.
"Ia bisa mengalahkan roh jahat terkuat di daerah terluar!"
"Sepertinya ujian masuk kali ini akan menyenangkan! Hehehe!" Ia tertawa dan kemudian kabut membawanya pergi dan menghilang.
Catatan Kaki:
[1] Echinacea Purpurea, sering disebut dengan Coneflower merupakan tanaman dari genus Echinacea yang mempunyai beberapa spesies, di antaranya Echinacea angustifolia, Echinacea pallida, Echinacea purpurea,Echinacea tennesseensis, Echinacea atrorubens, Echinacea simulata,Echinacea paradoxa,Echinacea laevigata.
Tanaman ini berasal dari Amerika Utara bagian Timur yang mempunyai tinggi 40 sampai 60 cm. Pada awalnya digunakan sebagai obat tradisional sebagai obat penyembuh luka. Senyawa yang terkandung dalam Echinacea di antaranya echinacein, echinolone, echinacoside, polisakarida larut air, alkilamid dan flavonoid.
Bagian tanaman yang digunakan adalah akar, bunga, biji atau semua bagian tanaman dibuat jus. Echinacea digunakan sebagai peningkat sistem kekebalan tubuh, sehingga sangat menguntungkan bagi kesehatan.