Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 9 - Aksara 6: Tembok Silvia

Chapter 9 - Aksara 6: Tembok Silvia

Pengetahuan seperti cawan racun yang membawa kehidupan, ia memberi perlindungan namun juga membawa penyesatan. Ia membuatmu tidak tertipu, namun di saat yang sama mengecoh pikiran. Karena apa yang pengetahuanmu katakan baik, belum tentu baik untuk semua orang.

Jangan percaya pengetahuan soal masalah hati, ia dingin dan tak memiliki perasaan. Ia hanya berpusat pada dirimu, karena kamu merasa tahu, merasa dengan pengetahuan semuanya cukup.

Tahu bukan berarti kamu mengerti.

Johnson Wiggin, Pemilik Bar.

Ketika sudah lelah memandang keluar dari bangku di sebelah jendela kamarnya, ia menguap dan tertidur bersamaan dengan tenggelamnya matahari. Ia tak terbiasa diam saja di rumah, sehingga menunggu membuat ia menjadi lebih lelah dari bekerja keras seharian, terlebih kenyataan pahit yang baru saja ia bicarakan dengan tuan Atkinson.

Keesokan harinya ia terbangun lebih pagi dari biasanya, ia menghadap keluar jendela, hari masih gelap dan cahaya fajar seakan mengintip di ufuk timur bumi. Tanpa sengaja ia menoleh dan melihat buku peninggalan orang tuanya, ia mengumpulkan semua determinasi yang ia punya.

"Tidak!"

"Aku tidak boleh menyerah! Pasti ada jalan! Pasti!"

Ia kemudian berjalan keluar dengan percaya diri dan menemukan udara hutan menyapanya—lembap dan penuh kesejukkan— matanya yang seakan haus itu melihat ke sekeliling menyimpan semua pemandangan di kepalanya. Pohon-pohon besar terlewati siluet terlihat di ujung pandangnya, terlihat tipis di atas pepohonan tinggi, ia berlari naik ke lantai dua.

Ketika ia sampai dan menggeser kain horden yang menutupi jendela, ia terperangah melihat tembok besar yang membentang begitu luas hingga matanya yang jeli itu pun tak bisa menemukan akhir dari ujungnya.

"WOAH!"

"Luar biasa!" Tanpa sengaja ia memekik.

"Tembok itu bernama 'Silvia'!" Terdengar suara di belakangnya. Ia menoleh,"AHHH!!"

"Tuan Canabis!!!!" Ia berteriak kesal, lagi-lagi kepala melayang yang membuatnya ketakutan.

"Aku sungguh-sungguh tidak terbiasa dengan hal ini, sial!" Jantungnya masih berdebar, Canabis sepertinya ingin marah namun suara Atkinson menyadarkan dia.

"Setelah melewati tembok ini, apa yang kau lihat tidak akan sama lagi! Hans, dunia luar bukan tempat yang penuh senyuman! Kau siap?!" Atkinson melihat Hans, bocah itu mengangguk mengabaikan Canabis yang hendak marah ke arahnya.

Ia telah melihat fatamorgana yang di buat tuan Atkinson saat ia pertama kali datang ke rumahnya. Kenyataan di balik tembok ini lebih mengerikan dari hukum alam, karena bukan hanya kuat yang memakan yang lemah, tapi yang lemah pun memakan sesamanya!

Pohon besar itu tetap bergerak dengan kecepatan yang konstan, tembok itu segera berubah menjadi begitu tinggi hingga ratusan meter tingginya. Sulit membayangkan bagaimana manusia membangunnya, yang tentu bukan dengan kekuatan biasa. Terlihat dari atas barisan para kestria menghunus pedang mereka, ketakutan dan penuh persiapan berperang.

"Bagaimana luar biasa bukan? Kau pasti memikirkan berapa lama dan berapa orang yang dibutuhkan untuk membangunnya. Tak usah kau pikirkan, tembok ini di bangun oleh para magi legendaris yang memiliki aksara yang mampu membelah gunung." Jelas Atkinson ia kemudian berjalan keluar dari balkon dan dengan santai melompat ke bawah.

Ia melompat dari tinggi tiga puluh meter, tak lama ribuan dedaunan berterbangan ke arahnya dan membentuk bantalan kaki untuk ia berjalan turun.

"Apa itu?!" Salah seorang dari para kesatria bertanya, tangannya pun tak diam pedang ia tarik keluar dari sarung yang tergantung di pinggang.

"Bersiap!" Seorang lain dengan pakaian perak berdiri paling depan, kedua tangannya memegang erat pedang besar berukuran dua meter dan lebar tiga puluh sentimeter. Jiha terpancar dari tubuhnya, ia adalah seorang kesatria tingkat Perwira.

Tak lama matanya terarah ke sosok yang turun dari raksasa yang menghampiri dia dan anggota skuadron yang ia pimpin. Ribuan pemanah bersembunyi di balkon-balkon yang menggantung di tepi tembok, bersiap dengan panah mereka.

"Tuan, mohon izin kan kami lewat!" Ujar Atkinson sembari ia menggerakkan tangannya, sebuah aksara bersinar keluar.

Wit[1]

[1] Aksara Jawa (Hanacaraka) bertuliskan 'Wit' sebuah kata sansekerta berarti pohon.

"Woah!" Para kesatria tanpa sadar melepas suara terkejut, mereka tentu tak mengira bahwa pria itu adalah seorang Magi.

"Mohon maaf, kami hendak melewati daerah ini dan menuju daratan timur. Kami tak lebih dari menumpang lewat!" Atkinson berucap sambil membungkuk dengan tangan di belakang, tubuhnya membungukuk kecil dengan menurunkan kaki kanannya kemudian berdiri tegap kembali.

"Oh! Baiklah tuan, silahkan lewat. Maafkan tindakan kami sebelumnya karena kami hanya berjaga-jaga akan serangan musuh!"

"Bisakah kau tunjukkan medali izin anda memasuki kerajaan?" Kesatria tingkat Perwira itu terlihat gugup, memandang gugup tiga bintang yang terlihat di telapak tangan kanan dan kiri tuan Atkinson.

"Ma-ma-magi dengan tiga aksara!!" Ujar kepala skuadron itu gugup. Sebuah tanda alami akan terbentuk pada tangan magi atau kesatria di masing-masing tingkatan, tentu orang-orang dapat menyembunyikannya. Tuan Atkinson sengaja menunjukkannya agar tidak terjadi kesalahpahaman.

"Glup!" Ia menelan ludah, ia berusaha tetap tenang dan menanyakan izin masuk dan keluar dari tuan Atkinson, berusaha sebisa mungkin agar tidak membuat lawan bicaranya itu tersinggung. Karena meski ia adalah seorang kesatria wira bintang enam, namun di banding dengan seorang magi yang memiliki tiga aksara ia hanyalah debu di tepian pantai yang menghadapi laut pasang.

Kepala skuadron itu membalas salam Atkinson dengan cara yang sama, matanya kemudian melihat medali emas yang bersinar yang kemudian di lemparkan ke arahnya.

Pling!

Suara gemercik rantai emas medali yang beradu terdengar ketika medali itu mendarat tepat di tangan sang kesatria. Ia pun bergegas mundur, ia bertambah gentar. Medali emas hanya menunjukkan satu hal, Panglima!

"Ucapkan salamku pada panglimamu yang telah meminjamkan medali ini padaku! Terima kasih banyak untuk pengertiannya!" Atkinson kemudian berjalan kembali ke arah pohon besar, sebuah sulur besar seakan turun dari atas dan membawa Atkinson naik, pria itu berpegangan pada tali besar yang meliuk-liuk memberi kesan seperti seekor ular yang tengah menariknya.

Kesatria tingkat perwira itu masih mematung, punggung dan tengkuknya penuh keringat. Ia masih tidak bisa membayangkan, ia hampir saja mengayunkan pedangnya pada tamu panglima kerajaan.

**

Pohon besar dengan rumah di punggungnya itu berjalan melewati tembok Silvia, hutan menyambut pandangan mereka. Lima hari setelah keluar dari tembok Silvia pemandangan berubah, meski begitu mayoritas yang Hans lihat adalah kumpulan pepohonan dan sungai-sungai kecil.

Hans duduk di kursi kamarnya sambil memandang keluar jendela, matanya masih memandang hutan dengan malas. Namun ia terkejut ketika mendapati seekor rusa besar memandang ke arahnya dari bawah, rusa itu berada sekitar tiga ratus meter dari posisi pohon raksasa. Rusa besar yang berukuran lebih dari enam meter panjangnya, dan memiliki tinggi dua kali orang dewasa. Dua tanduk besar bak carang pohon dan tubuh kekarnya membuat seolah-olah ia adalah sang pemilik hutan. Namun hanya seketika itu saja, mahluk itu menghilang dan hanya meninggalkan jejak-jejak cahaya berwarna hijau dan menghilang dari tempatnya berdiri.

**

Hari kedua setelah melewati tembok Silvia.

"Hans coba kau lihat ini, aku menemukan beberapa buku yang mungkin bisa membantumu belajar. Hanya saja buku ini hanya dapat digunakan bila kau memiliki jiha, kau boleh menyimpannya,"

"Untuk saat ini biar aku menunjukkan cara kerjanya!" Ucap Atkinson, sambil membersihkan sampul buku-buku tua yang ia temukan di perpustakannya.

"Wah banyak sekali tuan!" Seru Hans bersemangat, pandangannya melekat pada buku-buku yang di hinggapi debu-debu yang mulai berterbangan ketika Atkinson membersihkannya.

'Uhuk-uhuk!" Pria itu terbatuk-batuk akibat debu.

"Perhatikan! Pertama-tama kau harus merasakan jiha dalam tubuhmu." Terang Atkinson yang kemudian menutup mata.

"Hans! Kemari, coba sentuh bagian ini!" Atkinson memberi perintah sambil menunjukk salah satu bagia dari lengan kanannya.

"Rasakan bagian yang terasa hangat!"

"Nah betul!"

"Sekarang ikuti hawa panas yang kau rasa itu!" Ujarnya lagi menambahkan, mata Hans justru terfokus pada tangan Atkinson yang saat ini ia raba dengan kedua tangannya. Gerakan hawa panas itu seperti spiral yang mengalir dari siku, kemudian memutari lengan hingga ke pergelangan.

"Hans kau mungkin tidak bisa melihat jiha saat ini, namun bukan berarti kau tidak bisa merasakannya!"

"Jiha itu energi, sama seperti udara. Ia ada meski tidak terlihat namun terasa,"

"Tidak terlihat bukan berarti tidak ada, jangan terlalu mudah percaya pada matamu."

"Baiklah, sekarang lihat lembaran buku ini!" Atkinson menunjuk lembaran buku secara acak.

Sebuah ukiran tanaman dengan ukuran satu setengah hasta[1] dan bentuk daun bergigi seperti sirip ikan terukir indah di lembaran kayu yang Atkinson pegang. Buku itu memiliki halaman-halaman tebal, karena tiap lembarnya merupakan kulit pohon yang di ukir. Perlahan hawa panas itu mulai mengalir ke dalam tiap lembar buku, cahaya mulai menyeruak keluar dengan kilau dan kabut terang mulai terbentuk di udara. Hans terkaget-kaget hingga mundur satu langkah dan membuat punggungnya bertemu sudut meja.

"Luar biasa! Tuan, ini luar biasa!" Jerit anak yang belum genap sembilan tahun itu, ia begitu takjub dan antusias. Bayangan pohon di udara itu sungguh terlihat nyata, Hans dapat melihat permukaan daun yang kasar bahkan tanpa merabanya. Saking nyatanya ia dapat melihat bagian lain dari pohon terbelah—gambar di udara sengaja terbelah untuk menunjukkan isi batang— menyingkap getah putih yang menetes keluar, juga bunga putih dengan lima kelopak bak jari tipis yang menyebar ke lima arah mata angin.

"Tanaman ini bernama, Laurentia Langiflora[2]!"

"Tanaman pengobat penyakit katarak, namun jangan gunakan getahnya karena beracun!"

"Kau perlu mengekstrak bunganya, kemudian meneteskannya pada mata!"

"Ingat seluruh bentuknya, sehingga kau akan mengenalinya kelak di alam liar!" Terlihat keringat mulai bermunculan di wajah Atkinson, meski tidak memakan energi besar, namun kegiatan ini tetap memakan jiha milik Atkinson.

"Ss-siap tuan!" Mata bocah itu memandang dengan penuh ketelitian, seperti enggan melewatkan satu detil pun.

"Baiklah selanjutnya!"

"Oh iya, Hans, dengar baik-baik aku akan menanyakan semua yang ku tunjukkan setelah ini jadi aku sarankan kau mengingatnya dengan baik! Atau tidak kau harus berlari sendiri mengejar kami hahah!" Atkinson berkelakar sambil tersenyum jahat. Hans menenggak ludahnya, kemudian mengangguk kuat-kuat.

"Baiklah!"

"Lihat halaman selanjutnya!" Atkinson kembali memfokuskan dirinya pada buku tua tebal di tangannya, perlahan gambaran tanaman mulai muncul di udara. Serpihan-serpihan jiha mulai berkumpul dan membentuk tanaman setinggi 2dpa[3].

"Bunga ini memiliki khasiat untuk meredakan penyakit dalam akibat asam lambung berlebih, para magi yang terlalu lama bertapa dan juga melakukan penelitian biasanya akan mengalami masalah dengan lambung mereka. Tanaman ini berguna besar bagi mereka."

"Perhatikan bunga-bunga yang seperti terompet ini, ia merambat di beberapa media, tembok tebing atau apapun."

Dan pelajaran tentang tanaman obat-obatan berlanjut, hal ini memang nampak tidak ada hubungannya dengan pencarian kekuatan yang ia dengar. Namun mendengar masalah-masalah yang kelak mungkin muncul dan tanaman-tanaman ini yang mungkin menjadi jawabannya. Hans dengan rakus menelan semua informasi yang bisa ia peroleh.

Setelah lebih dari dua jam tanpa henti, akhirnya penjelasan dari tuan Atkinson selesai. Namun itu bukanlah akhirnya, tetapi awal dari pelajaran yang sebenarnya.

"Ehm.."

"Hans sekarang aku akan mulai bertanya, akan ku sebutkan nama tanaman secara acak lalu kau harus jelaskan ciri dan fungsinya? Bagaimana?" Atkinson berucap sambil membenahi posisi duduknya, memandang Hans dengan wajah serius dan penuh kharisma.

Hans mengangguk keras, kedua tangannya berpegangan pada sanggahan kursi kayu yang ia duduki. Ia begitu bersemangat, tak banyak yang mengetahui, meski ia tidak dapat membaca namun ia cukup percaya diri dengan daya ingatnya.

"Nothopanax scutallerium![4]" Sebuah nama tumbuhan terlontar dari mulut Atkinson, Hans yang memasang telinganya baik-baik hendak menjawab. Namun ia memaksa dirinya untuk tenang terlebih dahulu, memastikan semua yang ia ingat benar. Sesaat kemudian ia membuka mulutnya,"Tumbuh di ketinggian dua puluh hasta di atas permukaan laut,"

"Bentuknya seperti mangkuk, berwarna hijau tua pekat. Tumbuhan ini mampu menghilangkan bau tubuh, membantu dalam perburuan, terutama perburuan binatang magis dan melarikan diri dari musuh."

"Cara menggukanannya bisa digunakan untuk campuran mandi dengan air hangat, atau di buat serbuk dan di balurkan ke seluruh tubuh,"

"Dapat dibudidayakan dengan menggunakan teknik stek dan tanam batang!" Hans menjawab dengan lancar, penjelasannya mengalir deras dan lancar tanpa keraguan. Belum sempat ia menghela nafas Atkinson kemudian melontarkan nama lain padanya,"Morinda Citrifolia[5]!"

"Pohon memiliki batang pokok yang lurus, berdaun lebar, memiliki bunga berwarna putih,"

"Bagian yang di jadikan obat adalah buahnya, memiliki bintik-bintik dan bentuknya membujur. Buah berganti warna dari hijau ke putih kemudian ke kuning ketika masak. Ciri khas buah Morinda adalah baunya yang busuk dan tidak mengenakan."

"Buah Morinda Citrifolia berguna menurunkan tekanan darah ketika terjadi luka bagian dalam saat pertapaan, terutama akibat kehilangan keyakinan pada Aksara yang ia gunakan," Sampai titik ini Hans terdiam, kemudian memandang tuan Atkinson.

"Maaf tuan, apa maksudnya kehilangan keyakinan pada Aksara?" Tanya bocah polos itu, namun seakan tidak memberinya kesempatan mendapat jawaban, nama lain terlontar dan ia mau tidak mau harus menjawabnya.

"Colocasia Esculenta![6]"

Hans terdiam sesaat, sedikit merasa kesal karena tidak mendapat jawaban. Namun ia segera kembali fokus dan mengingat kegunaan tanaman yang baru saja disebutkan. Tak butuh waktu lama, seperti komputer canggih ia menjawab dengan lancar,"Memiliki daun dengan bentuk segitiga, tidak memiliki batang sejati. Sejenis talas, bagian yang di gunakan adalah umbinya yang berbentuk bengkok, pendek atau bulat. Bagian batang yang mendekati akar berwarna cokelat, umbi dapat digunakan sebagai pengganti nasi/gandum dan digunakan sebagai terapi penyakit diabetes militus."

"Jelaskan tentang diabetes!" Memotong ucapannya, suara Atkinson tegas terdengar lagi, Hans tersentak lagi, menutup matanya sebentar sambil menghirup nafas. Kemudian memberikan penjelasan panjang dalam satu nafas.

"Diabetes adalah keadaan dimana kadar gula dalam darah jauh berada diatas batas normal, ada dua jenis diabetes yang pertama terjadi karena sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel pankreas yang menghasilkan hormon insulin sehingga membutuhkan dosis insulin eksternal untuk memecah kadar gula dalam darah. Jenis ini sangat jarang terjadi dan biasanya karena faktor turunan."

"Diabetes tipe dua terjadi karena pola hidup yang tidak teratur, mengikuti keinginan daging secara terus menerus tanpa berlatih. Penyakit ini biasanya menyerang para bangsawan dan keluarga kerajaan, oleh sebab hal ini juga lah harga colocais tinggi!" Sampai titik ini mata Hans berbinar.

Haha aku bisa mencarinya dan mendapat banyak uang dari menjual tanaman ini! Ternyata pelajaran ini berguna juga. Pepatah paman Wiggins benar juga, pengetahuan itu adalah kekuatan, terutama dalam menghasilkan uang!

Hans meracau dalam hatinya, namun ekspresi mukanya menjelaskan semuanya. Atkinson hanya menggeleng seolah tau yang bocah itu pikirkan.

Atkinson terus melontarkan nama tanaman yang satu hingga yang lain, dan semakin jauh ia bertanya, semakin terkejut ia. Ketika nama pohon yang ia tanyakan mencapai nama keseratus,"Cajanus Caj-.." Ia terdiam menatap wajah yang sedang tersenyum polos ke arahnya.

Yang benar saja, aku ingat pertama kali ayahku menanyakan ini, aku hanya mengingat tiga puluh delapan nama. Itu pun ayahku sudah memujiku sebagai jenius, tapi bocah ini, ia mengingat kata perkata, detail bentuk bahkan mampu menggambarnya di atas pahatan kayu hampir identik dengan aslinya. Ini gila!

"Tuan?!?" Hans bertanya ragu.

Atkinson masih terdiam dalam lamunannya, tak lama ia tersadar dan merasa sedikit pusing. Rasa bangganya dari bertahun-tahun lalu sebagai jenius dalam bidang pengobatan kini terguncang. Ia hanya diam, kemudian memanggil Hibiscus,"Hibiscus! Kemarilah, ajarkan Hans tentang para mahluk buas dan mahluk magis!"

Tanpa menunggu jawaban dari sang supir kereta kuda, Atkinson masuk ke kamarnya dan tidak keluar selama satu hari penuh.

Hibiscus yang baru saja datang memandang Hans penuh tanya, ia mengakat dagunya ke atas seakan bertanya 'apa yang terjadi'. Hans mengangkat bahunya dan kemudian menggeleng.

Catatan kaki:

[1]Wit, Hanacaraka, bahasa sansekerta yang ditulis dalam aksara jawa (Hanacaraka) yang berarti wit (pohon). 

[2]Hasta, ukuran yang di gunakan pada masa kerajaan abad ke -9, satu hasta sama dengan 40-50cm yaitu panjang siku sampai ujung jari tangan.

[3] Laurentia Langiflora, Ki Krojat (Bunga Katarak, tanaman herbal yang di gunakan untuk terapi katarak.

[4] Dpa, ukuran panjang yang digunakan pada abad ke-9, satu dpa sama dengan rentang ujung jari kiri ke ujung jari kanan yang direntangkan. 1 dpa = 1,6 s/d 2 meter.

[5] Notopanax Scutallerium,Latin, biasa di kenal dengan tumbuhan 'daun mangkok' memang memiliki kasiat menghilangkan bau badan. Pada cerita ini, tanaman ini biasa di gunakan untuk menghilangkan bau badan para pemburu agar tidak tercium hewan buruan.

[6] Morinda Citrifolia, Latin, buah yang tumbuh di indonesia, biasa di kenal dengan nama mengkudu/cangkudu. Buahnya berguna untuk menurunkan darah tinggi, meski bau, khasiatnya terbukti ampuh. Ekstrak mengukudu 'noni' di jual dengan harga yang fantastis tiap botolnya. Untuk mengurangi bau, konsumilah yang masih berwarna putih, jangan gunakan yang terlalu matang.

[7] Colocasia Esculenta, Latin, perdu atau tanaman tanpa batang sejati, sejenis talas di kenal dengan nama darah Balitung Kuil, umbinya dapat digunakan untuk pengganti nasi untuk penderita diabetes karena kadar gula yang rendah.