"Segel?"
"Jiha?!"Wajah bocah itu kini terlihat di penuhi tanda tanya, gabungan rasa terkejut dan kebingunan akan apa yang tengah terjadi pada dirinya. Seorang bocah yang pada awalnya tidak mengerti apa-apa, kini justru terseret makin dalam ke sebuah kebingungan yang panjang.
"Bagaimana bisa?" Tanya-nya bingung, keduanya masih di depan pintu belum pun masuk ke dalam Kastil milik tuan Atkinson.
"Tuan, perlukah kita masuk ke dalam terlebih dahulu, aku mulai merasa gugup berdiri di ketinggian!" Hans menambahkan sambil berpegangan pada sanggahan pagar kayu yang ada di dekatnya, terlihat gugup sambil sesekali melihat ke bawah.
"Oh!"
"Tentu saja Hans! Maaf aku sampai lupa untuk mempersilahkanmu masuk haha!" Tuan Atkinson tertawa canggung melihat kesalahan yang ia lakukan, kemudian keduanya masuk dan menutup pintu. Sedang pohon besar itu terus berjalan membelah hutan, ia bergerak menggunakan akar-akar raksasa yang menembus tanah dan batu. Bila kita melihatnya dari kejauhan terlihat ia seperti sedang berselancar di atas tanah.
Keduanya duduk di meja makan, tak lama minuman melayang ke arah tuan Atkinson. Hans menatap nanar dan kemudian menemukan bahwa sosok itu adalah Canabis. Ia memalingkan wajahnya berusaha tidak berfokus pada sosok itu.
"Tuan, apa yang kau maksud dengan segel pada buku itu? Lalu jiha yang sebutkan tadi itu apa?" Hans melontarkan beberapa pertanyaan dalam satu nafas dengan penuh rasa ingin tahu.
Atkinson melihat ke arah Hans,"Hmm.. Kau sudah melihat aksara bukan?"
"Jadi begini.."
"Aksara adalah sebuah goresan penyampai doa, yang memiliki kekuatan untuk menggerakan semesta."
"Namun tidak semua orang bisa memilikinya, hanya mereka yang terpilihlah yang bisa memilikinya." Sampai tahap ini Atkinson terdiam dan meminum ramuan hangat dari gelas miliknya, sambil matanya mencuri pandang ke arah bocah kecil yang sedang mendengar ceritanya.
"Penyampai doa? Orang terpilih? Berarti tuan merupakan salah satu orang terpilih itu? Apakah aku bisa seperti tuan?!" Hans terlihat begitu antusias hingga tanpa sadar ia berdiri dan menaiki kursi tempatnya duduk. Kedua tangannya bertumpu pada meja dan matanya menatap Atkinson dengan berbinar-binar.
"Aku rasa kau bisa, tapi kita hanya bisa mengetahuinya ketika dirimu berumur sembilan tahun. Oh iya berapa umurmu Hans?" Atkinson memegang dagunya seloah berfikir.
"Ehmm, aku pun tidak mengetahuinya secara jelas, namun yang jelas aku belum mencapai sembilan tahun," Hans menggaruk kepalanya, dalam memorinya hanya terdapat ingatan dua tahun lalu semenjak ia berada di panti. Lebih dari itu, semua seakan tertutup tabir hitam yang tidak dapat ia ingat sama sekali.
"Oh begitu, sebentar kita dapat mengukurnya."
"Canabis cepat bawa benda itu!" Ujar Atkinson, meski tidak menyebut benda yang ia maksud, namun sepertinya Canabis mengerti arti di balik kata-kata itu. Sosok melayang itu pergi dan mengambil sebuah pendulum berbentuk lingkaran, di tengahnya terdapat segita seperti kompas.
Terdapat dua segitiga yang saling bertumpuk dengan ukuran dan panjang berbeda. Masing-masing segitiga lancip itu menunjuk pada simbol Aksara. Terdapat dua lingkaran yang mengelilingi aksara dan segitiga itu, lingkaran pertama mengelilingi delapan aksara, dan lingkaran yang lain mengelilingi tiga ratus lima puluh garis kecil yang mengelilingi delapan aksara itu seakan bersujud mengelilinginya dan terdapat satu lingkaran kecil yang mengelilingi aksara kesembilan yang berada ditengah.
Secara bentuk ia dapat dengan mudah mengingatnya, namun ketika hendak melihat aksara-aksara itu ia menjadi pusing seketika. Hal ini karena alat itu menggunakan sistem urutan dan susunan, semuanya menjadi kabur dan berantakan di mata Hans hal itu membuatnya tidak bisa memahaminya.
Pada lingkaran pertama terdapat sembilan simbol, masing-masing menunjukkan jumlah tahun dalam siklus satu windu.


"Hans kemarilah!" Atkinson menerima benda yang terbuat dari batu itu dari tangan Canabis, kemudian ia menatap Hans yang penuh dengan antusiasme dan rasa penasaran.
"Baiklah, ulurkan tangan kananmu!" Tandas Atkinson.
Hans yang masih bingung menurut, ia mungulurkan tangannya. Atkinson mencengkram ibu jari milik Hans kemudian entah kapan ia mengambilnya, sebuah pisau menggores kulit tangan Hans. Ia hendak menarik tangannya namun kekuatan di balik cengkraman Atkinson begitu kuat, ia hanya bisa meringis menahan sakit.
'Tss Tss'
Suara tetesan Hans hampir tak terdengar, beberapa tetes darah itu berjatuhan tepat di pusat benda aneh itu, kedua segitiga itu kemudian berputar degan sendirinya. Hans tercengang melihat benda yang terbuat dari batu itu bisa bergerak tanpa manusia menggerakkannya.
Segitiga pertama yang lebih kecil bergerak mengelilingi ke delapan aksara yang berada di luar lingkaran kecil. Kemudian terhenti di arah barat laut, segitiga itu jatuh pada aksara 8 yang berarti delapan.
Kemudian segitiga selanjutnya bergerak ke arah garis-garis di luar lingkaran kedua, segitiga itu kemudian terhenti di garis ke tiga ratus lima.
"Hmm, Hans umur darahmu ini menunjukkan umurmu baru delapan tahun tiga ratus lima hari. Setidaknya masih ada dua bulan lagi sebelum engkau berumur sembilan tahun. Itu hanya beberapa hari sebelum kita mencapai tempat tujuan kita.
Mata Hans berbinar,"Baiklah, aku harap semesta memilihku!" Ia terlihat begitu berharap, matanya menunjukan rasa semangat.
"Tentu-tentu! Haha!" Melihat Hans begitu percaya diri Atkinson merasa senang dan tersenyum. Canabis yang berada di belakang Atkinson pun tersenyum,"Sudah berapa lama Atkinson tidak tersenyum seperti ini."
"Baiklah! Kita memiliki banyak waktu selama dua bulan ini! Aku akan mengajarimu hal yang perlu kau tahu ketika kau akan masuk ke akademi nanti!"
"Terutama hal-hal mengenai obat-obatan dan tumbuhan ramuan! Ini akan menjadi aset berharga ketika kau masuk akademi nanti!"
Atkinson kemudian berjalan ke arah ruangan yang cukup jauh dari ruang makan, Hans duduk di meja dan menikmati makanan yang ada di sana. Sedang Canabis diam mematung seolah hanya hiasan dalam ruangan.
Tak lama berselang Atkinson kembali dengan tumpukkan buku di tangannya, ia kemudian menaruhkab buku itu tepat di sebelah piring makanan Hans.
"Nah Hans, sebelum kita memulai pelajar selama dua bulan ini, aku ingin kau membaca buku-buku ini terlebih dahulu. Terlebih ensiklopedia tentang nama-nama tumbuhan! Aku harap kau membacanya dengan seksama!"
"Baiklah aku akan beristirahat, nanti Hibiscus akan mengantarmu ke kamar milikmu!" Atkinson kemudian berjalan ke arah anak tangga turun, kemudian bayangannya tak lagi terlihat setelah suara langkahnya tak lagi terdengar.
Hans menghabiskan makannya, kemudian menatap buku-buku itu. Ia gugup dan membatin.
Apakah tuan Atkinson akan menelantarkan aku bila tau aku tidak bisa membacanya?!
Canabis menyadari gerak-gerik aneh Hans, namun ia diam seolah tidak memerhatikan. Hans meletakkan sendok dan garpunya. Kemudian berdiri, ketika ia hendak membawa buku-buku itu bersamanya entah dari mana sosok Hibiscus menyapanya dari belakang.
"Tuan Hans sebelah sini!" Suara parau Hibiscus terdengar dari belakang mengagetkannya.
"Woy!" Ia tersentak. Kemudian berbalik dan melihat sosok Hibiscus yang selalu mengagetkan.
Orang tua ini! Sial ia mengagetkan aku lagi!
Ia kemudian berjalan mengikuti Hibiscus dan sampai di depan sebuah pintu kayu, kemudian Hibiscus membuka pintunya dan sebuah kamar mewah dengan perlengkapan lengkap terdapat di dalamnya. Hans terkesima dan tidak tau harus berkata apa, ia berkeliling melihat seisi kamar, sedang Hibiscus telah keluar dari kamar sedari tadi.
Ia kemudian meletekkan bukunya di meja kayu yang sepertinya memang di sediakan untuknya belajar. Ketika ia duduk, tiba-tiba dua kunang-kunang menyala dan memberikan dia cukup cahaya untuk membaca.
"Halo teman-teman kecil!" Ia berbisik kecil ke arah dua pasang kunang-kunang yang menjadi teman membacanya malam ini.
"Mungkin buku ini akan berbeda dari buku lain, Tuan Atkinson tentu bukan orang biasa!" Ia mencoba menyemangati diri, namun ketika ia membuka lembar demi lembar, wajahnya menjadi lesu dan kesal. Selain gambar tanaman dan detilnya ia tidak bisa membaca deskripsi dan huruf-huruf yang sepertinya bertebaran di seluruh halaman buku.
"TIDAK!" Ia menjerit kecil, tak lama terdengar ketukan dari pintu kamarnya.
"Hei bocah ada apa?" Suara memanggilnya dari kanannya, tiba-tiba sepasang mata dan kepala melayang memandangnya.
"AHH!"
"EH! Pak setidaknya ketuk dulu sebelum masuk, kau hampir membuat jantungku berhenti tahu!" Hans berteriak kesal.
"Tidak ada apa-apa keluar sana!" Ujarnya dengan kesal.
"Lantas mengapa kau berteriak bocah!" Canabis yang memang bukan tipe penyabar ikut meledak mendengar ia diusir keluar oleh seorang bocah.
"Tidak apa-apa keluarlah, aku harus belajar! Tadi aku hanya terkejut melihat isi buku-buku ini! Sana hus-hus!" Ia mengusir Canabis lagi untuk kedua kalinya. Canabis adalah mahluk spiritual, meski bukan sepenuhnya, ia hanya hidup selama uma miliknya masih bertahan menyimpah jiha.
Canabis kemudian keluar, seolah malas beradu argumen dengan bocah yang bahkan belum genap sembilan tahun. Ketika Canabis keluar, hans melihat sekliling kamar memastikan sosok itu benar-benar telah pergi.
Kemudian ia membenamkan dirinya dalam keduan tangannya yang terserak di atas meja. Kemudian memeluk buku peninggalan ayah dan ibunya.
"Mengapa selalu hal ini yang menjadi penghalang, aku hendak maju, mengenal Aksara dan rahasia semesta. Tapi apa gunanya seisi dunia, bila aku tidak bisa membaca dan mengerti maknanya?"
Ia terus merenung, sambil terus membalik halaman ensiklopedia tanaman. Ia menghafal setiap detil tumbuhan berdasarkan gambar yang ada di sana, selang beberapa jam ia tertidur—Masih di meja tempatnya membaca.
Keesokan harinya ia di bangunkan oleh suara ketukan pintu,"Tuan Hans, sarapan sudah siap!" Hans tersadar, ia mengusap matanya, kemudian bangkit berdiri dan berjalan keluar. Ia masih setengah sadar dan duduk di atas meja.
"Hoa—" Ia masih menguap, namun Atkinson sudah melemparkan pertanyaan.
"Hans sebutkan ciri dari tanaman Ortosiphon Aristatus!" Suara Atkinson membuatnya mematung, keringat mulai bermunculan secara tiba-tiba. Ia kelu, tak bisa berbica.
Tuan Atkinson mengerenyitkan dahi, ia tidak pernah salah menilai orang. Ia tahu bahwa Hans memiliki ingatan yang baik dan juga pekerja keras.
Apa ia tidak membacanya semalam?!
"Mengapa kau diam Hans?" Tuan Atkinson bertanya.
"Ehm..." Ia terlihat ragu dan terbata.
"Katakan saja Hans, tidak apa-apa," Atkinson berujar dengan pelan agar Hans tidak takut untuk berkata yang sejujurnya.
"Tuan, aku sudah berusaha membacanya semalam. Namun, aku memiliki masalah dalam hal membaca. Aku tidak bisa membaca tulisan dan simbol-simbol dalam buku itu, entah kenapa dan aku pun tidak tahu. Itulah sebabnya kau tidak menyukai sekolah dan lebih senang bekerja."
"Mohon maafkan aku tuan," Saat ia berucap demikian, kepalanya begitu menunduk hingga menyentuh meja. Tangan kanan dan kirinya mengepal, menahan malu, kesal dan sedih yang bercampur dalam hatinya.
Atkinson terkejut, kemudian terdiam dan melepas nafas panjang.
"Hei Hans!"
"Baiklah mulai hari ini aku yang akan membacakannya kepadamu, dan aku tahu ini akan membuatmu kecewa, tapi dengar ini baik-baik,"
"Untuk menjadi seorang magi tanpa memiliki kemampuan untuk membaca adalah sebuah kemustahilan.." Tuan Atkinson terdiam, Hans pun demikian.
"Bagaimana bila menjadi kesatria? Seperti temanmu yang di adopsi sebelum kau itu?" Tambahnya sambil berjalan dan menepuk pelan pundak Hans.
"Kau tahu? Bahwa hanya kesatria yang bisa membunuh para naga! Karena naga adalah sumber dari kebohongan, mereka memiliki kekuatan untuk kebal terhadap aksara! Sehingga hanya kesatria yang dapat membunuh mereka!" Pada titik ini, kemarahan dan aura membunuh Atkinson tanpa sadar menyusup keluar dari mulut dan tubuhhnya.
Hans seketika mematung dan di lingkupi rasa takut yang amat sangat, beruntung suara Canabis membangunkan Atkinson.
"Fidelis!" Ucap Canabis singkat membuat atmosfir kembali normal, Fidelis adalah nama depan Atkinson, sedang Atkinson merupakan nama keluarga. Atkinson kemudian duduk dengan melemparkan punggungnya. Kemudian ia melepaskan nafas panjang,"Hah... Baiklah Hans besok aku akan mulai mengajarkanmu dengan membacakan setiap isi buku-buku ini, jadi siapkan dirimu dan beristirahat dengan baik."
Atkinson kemudian bangkit dan berankat pergi, moodnya sedang sangat buruk. Ia kemudian memasuki pintu, yang berisi ribuan anak tangga yang saling bersilangan dan membingungkan orang yang melihatnya.
Bukan hanya Atkinson yang memiliki mood yang buruk, namun Hans pun demikian.
Bagaimana mungkin aku membuka rahasia dari buku ini bila aku bahkan tidak bisa membacanya. Semesta! Kau benar-benar tidak adil!
Ia masuk ke dalam kamar dengan tubuh lemas tanpa semangat, Canabis hanya menggeleng melihat Atkinson dan Hans yang terlihat begitu mirip, ia berjalan keluar dan melihat dari balkon sisi tengah kastil milik Atkinson. Pohon besar itu seolah tiada lelah memikul kastil sambil berjalan membelah hutan.