si berjalan lebih cepat dari sebelumnya. ternyata benar amarah membuat seseorang tampak seperti monster. bahkan wanita yang biasanya menampilkan senyum manis dan nada suara yang lembut bisa berubah dingin dan sinis.
setelah sampai di taman belakang kampus, Ai segera menemukan tempat yang sepi dan sedikit tersembunyi dari banyak orang.
si membanting barang bawaannya ke tanah di bawah pohon, kesal masih menguasai hatinya. beberapa kali dadanya naik turun dengan cepat, nafasnya menderu kencang. sesaat rasa sakit di kepalannya muncul dan memaksanya untuk berpegangan pada pohon di hadapannya.
" ahkh..., sial, aku lupa, tidak seharusnya aku marah berlebihan seperti ini." Ai menarik nafas dalam beberapa kali mencoba meredam emosi. emosi dan rasa sakit di kepalanya berangsur reda secara bersamaan. kemudian Ai memunguti barang yang tadi di bantingnya.
selesai memungut semua barangnya Ai duduk ber-sender di batang pohon itu. Ai yang kini memakai celana, terlihat damai dibawah bayangan pohon sambil menutup matanya. sesekali dadanya terlihat naik turun seirama dengan nafasnya. tak lama setelah itu, Ai mengambil jurnalnya dan mulai menulis. kegiatan yang selalu di lakukan saat merasakan sesuatu yang begitu terasa dalam harinya. juga salah satu bentuk terapi yang membantunya agar tetap waras. karena selain ke empat sahabatnya tak ada lagi tempat curhat yang ideal, setidaknya belum.
***
saat Ai pergi dengan marah dan tidak menengok lagi, membuatnya lupa untuk waspada pada orang di sekitarnya. tanpa Ai sadari, Findra mengikutinya dari jauh dan melihat semua yang terjadi pada Ai, mulai dari si membanting barangnya sampai Ai tenang menulis di jurnalnya, tak luput dari perhatian Findra.
" dia akan selamanya menjadi dia. meski orang menyakitinya, jika orang itu meninggalkan sesuatu yang bermanfaat baginya, dia akan tetap memakainya dan berterimakasih atasnya. terbukti dia masih menulis." bibir Findra terangkat naik, membentuk seulas senyum yang mampu melelehkan setiap wanita yang melihatnya, tapi sepertinya sudah tidak berpengaruh lagi bagi orang yang sedang di amatirnya diam-diam itu.
" dia juga masih nggak suka melihat orang lain, terutama laki-laki berlutut atau memposisikan orang itu lebih rendah darinya. dia tidak pernah menghilangkan sikap rendah dirinya." sekelebat ingatan tentang masa lalu bermunculan di otak Findra.
" kamu jangan gini dong, kamu nggak boleh berlutut di depanku. aku ini bukan Dewi yang suci, aku juga bukan ibumu yang sangat hebat, aku nggak berhak diperlakukan seperti ini sama kamu." kata Ai, yang ikut berjongkok melihat Findra yang memegang setangkai bunga dan berlutut satu kaki di hadapannya.
Findra tertawa kecil, tertawa kecil mendengar apa yang di katakan Ai saat itu.
" kamu pantas, kok, di perlakukan seperti ini. kan aku tadi bilang aku suka sama kamu, kebanyakan laki-laki juga pasti melakukan hal seperti ini." jawab Findra menatap si tepat pada matanya.
" nggak, aku mana pantes di perlakukan seperti itu. udah dong, ayo, berdiri." kata Ai yang masih jongkok menyamakan tingginya dengan Findra sambil menundukkan kepalanya. untungnya tempat itu sepi, tidak ada orang. kalau tidak, Ai yang tidak suka dengan keramaian akan sangat pusing mendengar orang-orang membujuknya untuk menerima cinta di. hadapannya ini.
mendengar perkataan itu Findra pun berdiri sambil memegangi bahu gadis di hadapannya, agar mereka berdiri bersamaan.
" jadi, gimana, terima cinta aku nggak?" tanya Findra, yang masih saja keras kepala menuntut jawaban dari Ai.
Ai menghembuskan nafas dalam, ' akhirnya aku terbebas dari rasa bersalah melihat orang berlutut di hadapanku' katanya dalam hati. kemudian Ai membuka matanya balas menatap mata indah Findra untuk memberikan jawaban yang tidak bertele-tele dan hanya perlu sekali ucap.