Mobil akhirnya sampai di sebuah restoran jepang. Alesha kemudian turun dari mobil kemudian disusul oleh Olivia, rupanya sejak tadi Olivia merasa cemas. Dia tidak pernah berkata sepatah pun saat berada di mobil sehingga Alesha menjadi merasa heran terhadap tingkah Olivia.
"Ayo Oliv, kenapa masih berdiri disitu. Kita cuma mau makan sebentar kok. Setelah itu kita pulang. Aku janji". ucap Alesha berusaha meyakinkan sepupunya itu. Tapi entah kenapa perasaan Olivia menjadi semakin khawatir, matanya terus saja memperhatikan sekelilingnya seakan restoran itu adalah jebakan untuk mereka berdua. Tapi kemudian hatinya menjadi sedikit lebih tenang setelah melihat bayangan bodyguard Alesha yang tidak jauh dari tempat mereka berada.
Mereka berdua kemudian masuk kedalam restoran. Interior restoran itu sangat indah, sangat terasa suasana jepangnya. Arsitektur kuno khas jepang terlihat menghiasi seluruh ruangan, sehingga restoran ini lebih terlihat seperti museum seni dibandingkan dengan tempat makan. Terlihat juga berbagai macam lukisan dan guci-guci peninggalan sejarah terpajang di setiap sudut ruangan. Alesha menjadi semakin bersemangat, bukankah dirinya memang pencinta seni dan sangat senang berada didalam museum. Apalagi tempat ini ternyata adalah restoran yang menyajikan berbagai macam masakan jepang yang memang merupakan salah satu makanan kegemarannya.
Sedangkan Olivia semakin merasa cemas, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan keindahan arsitektur dan dekorasi yang ada dalam ruangan restoran itu. Mata Alesha lalu melihat Jimmy yang sedang tersenyum padanya sambil berbicara di telpon. Sesaat sebelum Alesha tiba tepat di depannya, Jimmy mematikan telpon lalu menyambut Alesha dengan pelukan hangat. Olivia yang melihat pemandangan didepannya itu hanya bisa melotot geram.
Mereka bertiga kemudian duduk setelah Alesha memperkenalkan Olivia kepada Jimmy. Tidak lama, pelayan datang dan menyajikan berbagai macam makanan khas jepang kesukaan Alesha. Mata Alesha berbinar melihat semua makanan yang ada di depannya, dia lalu tersenyum kearah Jimmy.
"Aku masih ingat semua makanan kesukaanmu Alesha, sengaja aku memilih tempat ini jadi makanlah sepuasnya". ucap Jimmy dengan lembut. Tatapan matanya sangat dalam dan misterius, Olivia yang sejak tadi mengawasi Jimmy tanpa sadar bergidik. Entah mengapa dia merasa pria yang sedang berada di depan mereka ini sedang merencanakan sesuatu yang berbahaya.
Alesha hanya mengangguk girang mendengar ucapan Jimmy, dia sama sekali tidak merasakan kekhawatiran Olivia yang sejak tadi terdiam cemas. Alesha kemudian mulai menyantap makanannya.
"Oliv, dari tadi lu diam aja. Ayo makan" ucapnya dan mulai memasukkan sushi zanmai yang terlihat sangat lezat itu kedalam mulut kecilnya. Jimmy yang sejak tadi memandangi Alesha terlihat menelan air liurnya karena terpana melihat mulut mungil Alesha yang bergerak indah didepan matanya.
Olivia juga mulai mencicipi makanannya sambil terus bertanya-tanya kenapa sampai saat ini George belum membalas semua pesannya. Setelah beberapa lama akhirnya dia permisi ke toilet. Sementara itu Alesha dan Jimmy terlihat sudah asik ngobrol.
Olivia membuka pintu kamar kecil dan masuk kedalamnya, dia kemudian mulai menghubungi nomor George tapi lagi-lagi dia belum bisa dihubungi sama sekali. 'kemana orang itu, kenapa sampai sekarang dia tidak bisa dihubungi' gumannya kesal. Dia lalu berlalan menuju pintu keluar tapi sebelum menyentuh gagang pintu tiba-tiba mulutnya dibekap oleh seseorang dari belakang. Olivia sangat terkejut matanya melotot horor, dia tidak bisa bernapas karena hidung dan mulutnya tertutup. Dia dengan susah payah meronta dan berteriak berusaha melepaskan diri tapi tenaganya tidak cukup, orang yang membekapnya sangat kuat. Akhirnya Olivia merasakan pening yang luar biasa di kepalanya, penglihatannya perlahan kabur sebelum akhirnya tubuhnya terkulai lemas dan tidak merasakan apa-apa lagi.
Sementara itu Alesha masih asik melahap makanannya, Jimmy hanya tersenyum memandangi Alesha.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Alesha lalu melahap suapan sashimi terakhirnya. Jimmy hanya menggelengkan kepalanya sambil tetap tersenyum.
"Apa kamu suka makanannya?" Ucap Jimmy sambil terus menatap Alesha dengan lembut. Alesha hanya menganggukkan kepalanya. Makanannya sudah habis, tapi makanan Olivia masih berkurang sedikit. Alesha lalu melihat lorong kearah toilet karena sejak Olivia pergi dia belum juga kembali.
"Kok Olivia lama banget ke toiletnya? Tanya Alesha penasaran. Dia lalu berdiri dan berniat menyusul Olivia tapi lengannya ditahan oleh Jimmy.
"Kamu mau kemana, dia mungkin masih ada urusan disana. Kamu tidak usah kemana-mana, paling ntar juga dia datang, tunggulah sebentar lagi". Ucap Jimmy menenangkan. Alesha kemudian duduk kembali.
"Ngomong-ngomong bagaimana kabar pangeranmu itu, kapan kalian akan menikah? jangan lupa mengundangku ya". Ucap Jimmy lagi berusaha mengalihkan perhatian Alesha yang masih terlihat penasaran karena Olivia belum muncul juga.
Dan benar saja Alesha langsung berpaling kearah Jimmy dan menatapnya dengan wajah muram. Dia menghela napas panjang dan berkata.
"Aku bingung dengan hubungan kami kedepannya, kami memang saling mencintai tapi George sudah bertunangan dengan Silvia jauh sebelum kami saling mengenal dan mereka sudah mendapat restu orang tua mereka masing-masing. Sedangkan aku, hanyalah orang ketiga yang telah menghancurkan hubungan mereka" ucapnya sedih.
Jimmy lalu meraih tangan Alesha dan meremasnya dengan lembut.
"Kenapa kau jadi merasa seperti itu? Apakah kau sekarang meragukan cinta pangeran George. Alesha, kau seharusnya yakin kalau pangeran itu akan melakukan apa saja demi cintanya" ucapnya meyakinkan.
"Itulah yang tidak kuinginkan Jimmy, aku tidak ingin dia melakukan hal yang bisa mempertaruhkan tahtanya kelak hanya karena aku. Aku hanya ingin dia menjadi raja yang disayangi dan dihormati rakyatnya dan kalau George memperjuangkan cinta kami dan menentang orang tuanya maka akulah yang akan disalahkan oleh semua orang". Jelas Alesha dengan mata berkaca-kaca.
Jimmy terdiam, mulutnya tersungging senyum senang tetapi hanya sebentar lalu kemudian kembali menggenggam tangan Alesha yang mulai tertunduk.
"Alesha kamu jangan bersedih ya, kau harus selalu ingat kalau ada aku disini. Aku akan selalu mendukung apapun keputusanmu". ucapnya lalu perlahan dia menyandarkan kepala Alesha kedalam pelukannya. Sedangkan Alesha yang larut dalam kesedihan hatinya hanya membiarkan Jimmy.
Terlihat kamera yang sedang memotret mereka berdua. Senyum Jimmy semakin mengembang sambil terus membelai kepala Alesha dengan lembut. Beberapa lama kemudian Alesha sudah kembali bisa menguasai perasaannya, dia lalu menjauhkan tubuhnya dari Jimmy sambil menghapus air matanya yang tersisa.
"Maafkan aku, aku..aku hanya tidak bisa berpikir jernih sekarang ini karena bingung apa yang harus aku lakukan". ucapnya Alesha berusaha tersenyum paksa.
"Alesha, kau tidak perlu sungkan denganku. Sudah kukatakan kalau aku siap membantumu dan akan mendukung apapun keputusanmu. Jadi kau tidak perlu khawatir, okey?" Ucap Jimmy dengan bersungguh-sungguh, sehingga membuat Alesha mengangguk dan tersenyum tipis sebelum mengucapkan terimakasih. Jimmy membalasnya dengan anggukan kepala.
"Alesha, bagaimana kalau aku mengajakmu ke suatu tempat, dimana disana kau akan melupakan kegalauan hatimu sehingga setelah kembali nanti kau sudah punya solusi atas masalahmu?" Ucap Jimmy tiba-tiba.
Mata Alesha membesar, "Kesuatu tempat?" tanyanya penasaran. Jimmy hanya mengangguk. "Apa benar aku akan punya solusi untuk masalahku ini?" tanya Alesha lagi.
"Alesha, semua masalah yang ada dalam kehidupan ini pasti ada solusinya. Tinggal bagaimana kita bisa mencari dan mendapatkannya. Dan aku siap membantumu menemukan solusi yang terbaik". Jawab Jimmy sambil tersenyum.
* * *
Sementara itu di sebuah meja kerja didalam ruangan hotel yang mewah, sepasang mata coklat indah dengan tatapan yang tajam sedang menatap layar monitor laptop dengan serius. Mata indah itu sesekali berkejap menandakan pemiliknya sudah lelah tetapi masih bersikeras memaksa mata itu tetap terbuka.
'Aku harus menyelesaikan pekerjaan ini secepatnya supaya bisa bertemu dengan Alesha. Aku sudah sangat merindukannya' pikirnya sambil terus memperhatikan layar laptop itu dengan teliti.
Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan lembut dari arah pintu. Lalu diikuti oleh suara seruan seorang wanita.
"Room service...!"